PBNU Jamin Tidak Ada Persekusi terhadap Uighur di China

PBNU Jamin Tidak Ada Persekusi terhadap Uighur di China

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj, menjamin tidak ada diskriminasi apalagi kekerasan terhadap etnis Uighur dan minoritas Muslim lainnya di Xinjiang, China.

Said menganggap pemberitaan persekusi yang dialami etnis Uighur tidak tepat lantaran pemerintah China menjamin hak beribadah suku minoritas tersebut.

Hal itu, katanya, terlihat dari semakin banyak pembangunan masjid di China, terutama di Xinjiang. Ia juga mengatakan imam-imam di China mendapatkan fasilitas hingga jaminan hidup yang memadai dari pemerintah.

"Sekarang, Islam sudah berkembang dengan baik di China. Pemerintah di sana bahkan memberi perhatian kepada umat Muslim di sana dengan memperbaiki masjid-masjid bahkan lahir ratusan restoran halal," kata Said usai menghadiri diskusi bedah buku berjudul 'Islam Indonesia dan China: Pergumulan Santri Indonesia di Tiongkok' di Jakarta, Rabu (17/7).

Said mengatakan dia juga pernah berkunjung ke Xinjiang pada 2016 lalu. Ia mengaku tidak merasakan diskriminasi dalam menjalankan aktivitas agama saat itu.

"Saya juga pernah ke Xinjiang, masjidnya bagus-bagus sekali. Saya juga menemui teman saya di Chendu, di sana jemaah salat di masjid sampai membeludak ke luar halaman. Saya juga kenal dengan imam masjidnya," kata Said.

Said bahkan menganggap pemerintah Indonesia tidak perlu "ikut-ikutan" sejumlah negara Barat untuk mengangkat tudingan persekusi etnis Uighur di forum internasional.

"Xinjiang sudah bagus sekali kok. Tidak perlu," kata Said ketika ditanya apakah pemerintah Indonesia perlu berbuat lebih banyak untuk mengangkat isu Uighur di forum internasional.

Wilayah di barat laut China itu sendiri merupakan rumah bagi jutaan orang Uighur dan minoritas Muslim lainnya. Selama ini, mereka diduga sangat dibatasi dan didiskriminasi dalam beribadah.

Meski tak mengakui persekusi terhadap suku Uighur di China, Said tak memungkiri bahwa ada tempat-tempat penampungan etnis Uighur di Xinjiang yang selama ini diduga komunitas internasional merupakan tempat penahanan layaknya kamp konsentrasi.

Menurut laporan lembaga pemantau hak asasi manusia, seperti Amnesty International pada 2018 lalu, China menahan satu juta etnis Uighur di kam-kamp tersebut secara sewenang-wenang.

Di sana, para tahanan dilaporkan didoktrin supaya mengamalkan ideologi komunis dan menanggalkan identitas kesukuan mereka. Tak hanya itu, otoritas China juga disebut mengekang hak-hak masyarakat Xinjiang untuk beribadah.

Namun, Said membantah bahwa orang-orang di dalam kamp tersebut tidak diperbolehkan beribadah. 

"Di situ mungkin tidak boleh (beribadah), tapi di luar (kamp) boleh. Pelan-pelan dong, dakwah itu pelan-pelan. Di situ (di kamp) memang mungkin harus betul-betul kerja. Kalau di luar, cari masjid mungkin silakan," kata Said.

Said juga mengatakan bahwa orang-orang di dalam kamp penampungan diizinkan keluar setiap hari Sabtu dan Minggu.

Lebih lanjut, Said menuturkan China sangat membuka diri terhadap Islam. Ia mengatakan China juga menjadi salah satu negara di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang selalu mendukung kemerdekaan Palestina.

"RRT (Republik Rakyat Tiongkok/China) selalu berpihak ke Palestina di PBB. China jarang menggunakan hak veto dan China bukan penjajah. Ide penjajah itu berasal dari Inggris dan Perancis. China hanya pedagang," kata Said.

Dalam diskusi yang sama, Atase Pendidikan KBRI Beijing, Yahya Sutarya, juga memaparkan kebebasan beragama sangat dijamin di China.

Ia menyatakan sebanyak 15.471 mahasiswa Indonesia di China mayoritas beragama Islam. Mereka, kata Yahya, dapat melakukan kegiatan agama tanpa kendala.

"Kampus-kampus di seluruh China juga menyediakan makanan halal dan fasilitas ibadah. Seluruh masyarakat Muslim dapat beribadah dengan baik dan tenang. Demikian juga perayaan hari-hari raya keagamaan seperti Idul Fitri juga berjalan dengan aman di sini," tutur Yahya. (cnn)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita