Fahira Idris: Sampai Kapan Indonesia Terus Bungkam Soal Uighur?

Fahira Idris: Sampai Kapan Indonesia Terus Bungkam Soal Uighur?

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Perlakuan represif dan kebijakan tidak manusiawi yang dialami etnis minoritas Uighur di Xinjiang semakin terkuak dan sepertinya banyak negara di dunia sudah mulai muak dengan kesewenang-wenangan ini.

Diketahui, lebih dari 20 negara anggota Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) termasuk Australia, Inggris, Kanada, Prancis, dan Jerman mengirim surat kecamanan kepada para pejabat tinggi Dewan HAM PBB terkait perlakuan otoritas China terhadap etnis Uighur

Anggota DPD RI, Fahira Idris mengungkapkan bahwa sikap tegas negara-negara anggota PBB ini menjadi fakta yang tidak bisa diabaikan bahwa otoritas China menahan sedikitnya 1 juta etnis Uighur dan minoritas muslim lainnya secara sewenang-wenang dan mengabaikan HAM, bukan isapan jempol belaka.


Menurut Fahira, sudah saatnya Indonesia bersuara, bukan karena hanya Indonesia negara muslim terbesar di dunia, tetapi karena nilai-nilai kemanusiaan etnis Uighur dan minoritas muslim lainnya diduga kuat sedang dinjak-injak.

“Sampai kapan Indonesia terus diam soal Uighur sementara di belahan dunia kecaman terus mengalir. Ini bukan soal mencampuri urusan politik negara lain, tetapi ini soal kemanusiaan yang menembus dan melampui batas-batas negara. Bahkan harusnya melampaui kepentingan ekonomi Indonesia yang sudah menjadi rahasia umum salah satunya tergantung investasi China. Kita bangsa besar. Suara kita pasti di dengar. Persoalannya sekarang, Pemerintah berani, tidak?” tukas Fahira Idris melalui keterangan tertulisnya (16/12).

Masih kata Fahira, sejak bocornya dokumen penindasan etnis Uighur dan minoritas muslim lainnya oleh Konsorsium Internasional Jurnalis Investigasi, gelombang protes dan kecaman terhadap dugaan pelanggaran HAM otoritas China terhadap etnis Uighur dan minoritas muslim lainnya dipastikan akan semakin meluas.

Jika Indonesia masih terus diam, kata Fahira, bukan tidak mungkin eksistensi Indonesia sebagai negara demokrasi dan berpenduduk muslim terbesar di dunia serta menjunjung tinggi penegakan HAM akan diabaikan bahkan dikucilkan komunitas internasional.

Fahira menyebutkan, banyaknya investasi China di Indonesia harusnya dipandang sebagai ketergantungan China akan besarnya potensi ekonomi Indonesia, bukan malah sebaliknya yaitu ketergantungan Indonesia terhadap China.

Apabila logika tersebut yang dibangun, Fahira meyakini Indonesia tidak perlu ragu apalagi takut mendesak China menghentikan dugaan pelanggaran HAM yang dilakukannya terhadap etnis Uighur dan minoritas muslim lainnya di Xinjiang.

“Sebesar apapun investasi yang mereka gelontorkan di Indonesia, posisinya adalah setara. Kita tidak perlu ragu apalagi takut mengkritik bahkan mengecam negara tersebut jika memang kebijakan negaranya mengabaikan nilai-nilai HAM,” pungkas Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI ini.(rmol)

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA