Bakal Tambah Wakil Menteri, Anak Muda NU Minta Diakomodir karena Belum Ada Perwakilan

Bakal Tambah Wakil Menteri, Anak Muda NU Minta Diakomodir karena Belum Ada Perwakilan

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Kabar mengenai adanya penambahan wakil menteri pada Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024 santer beredar. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo akan menambah wakil menteri lagi. Siapa saja yang akan mengisi kursi wakil menteri tersebut, Moeldoko enggan membeberkannya.

Direktur Eksekutif Arus Survei Indonesia, tambahan wakil menteri perlu mengakomodir milenial dari ormas. Menurutnya, sejauh ini milenial ormas belum terakomodir.

“Tidak cukup milenial profesional dan partai, milenial ormas juga perlu diakomodir,” kata Ali Rif’an, Kamis (7/11).

Ali Rif’an menjelaskan, berdasarkan nama-nama yang masuk radar survei pakar dan public opinin makers (POM) lembaga Arus Survei Indonesia yang digelar 26 Februari-12 Maret 2019, kelompok milenial yang masuk kabinet baru dari milenial profesional Nadiem Makarim, saat ini menjabat Menteri Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Sedangkan milenial partai Angela Tanoesoedibjo yang menduduki pos Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Selain dua nama itu, Ali Rif’an menyebut ada juga milenial dari ormas yang sangat layak membantu Jokowi di Kabinet Indonesia Maju. Dia menyontohkan Witjaksono, yakni pengusaha muda NU yang memiliki prestasi gemilang karena sukses mendirikan dua perusahaan Tbk saat‎ usianya masih 34 tahun, masuk Local Champions 2017 oleh majalah Forbes, jadi Ketua Kornas Pertanian PBNU-‎Kementan, dll.

“Dari nama-nama yang masuk radar survei kami, hanya Nadiem Makarim dan Angela Tanoesoedibjo yang masuk. Satu mewakili milenial profesional, satu lagi milenial partai. Kita mendorong milenial ormas juga perlu masuk kabinet,” tambah mantan Manajer Riset Poltracking Indonesia itu.

Menurut Ali Rif’an, milenial ormas perlu diakomodir karena dua alasan. Pertama, sebagai jembatan komunikasi dan konsolidasi para kelompok milenial di ormas.

Kedua, sebagai bagian dari keseimbangan politik. Apalagi ormas Nahdlatul Ulama sejauh ini belum terakomodir sama sekali di kebinet.

“Yang jelas, fungsi mengakomodir milenial ormas sangat penting. Bisa untuk menjembatani kelompok milenial di ormas itu, dan bisa juga untuk keseimbangan politik. Apalagi khusus untuk NU saat ini belum ada perwakilan di kabinet,” terangnya.

Ali Rif’an mengaku tidak diakomodirnya menteri dari kalangan NU cukup mengagetkan karena dalam survei nasional yang digelar lembaganya pada 5-10 April 2019, disebutkan bahwa pemilih loyal (strong voters) pasangan 01 ialah dari ormas NU dengan angka 53,5 persen.

Tak hanya survei ASI, hasil exit poll lembaga Indikator Politik Indonesia juga menyebutkan bahwa suara NU yang ke pasangan 01 berjumlah 56,3 persen. Dari data tersebut menunjukkan bahwa NU dalam Pilpres 2019 merupakan ormas yang berada di garda terdepan memenangkan Jokowi-Ma’ruf Amin. Hal itu terbukti dari banyaknya suara warga NU yang ke pasangan 01.

“Tentu saya cukup kaget jika tidak ada representasi NU di kabinet, padahal dari data kami dan lembaga survei lainnya, mayoritas pemilih 01 itu berasar dari NU,” tambahnya.

Ali Rif’an berpandangan komposisi Kabinet Indonesia Maju merupakan komposisi kabinet akomodatif, bukan zaken kabinet. Karena kabinet akomodatif, maka kelompok yang secara faktual telah berjasa memenangkan pertarungan pilpres 2019 mestinya diakomodir dalam kabinet.

“Kan sekarang kita lihat kabinet yang ada kabinet akomodatif, bukan zaken. Ya harusnya kelompok-kelompok yang paling berjasa memenangkan kompetisi diakomodir, kan polanya politik akomodatif,” ujarnya. [ps]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA