Maruf Amin: Ironis, Tanah Indonesia Subur Tapi Pangan Saja Impor

Maruf Amin: Ironis, Tanah Indonesia Subur Tapi Pangan Saja Impor

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maruf Amin mengaku miris melihat kenyataan Indonesia sebagai negara agraris dengan tanah yang subur namun banyak melakukan impor pangan.

Ironis ketika negeri yang subur harus impor pangan dari negara lain. Ini anomali, subur tapi impor," ujarnya di acara Gerakan Nasional Kedaulatan Pangan yang digagas PINBAS MUI, Jakarta, Sabtu (21/9).

Menurut Maruf yang juga Wakil Presiden terpilih ini, seharusnya kebutuhan pangan rakyat Indonesia bisa terpenuhi lewat sumber daya alam yang ada di Tanah Air.

Selain itu, lanjut Maruf, pemerintah seharusnya juga mampu menjamin pemenuhan kebutuhan pangan tersebut. Pasalnya, pemenuhan kebutuhan pangan merupakan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

"Negara wajib mewujudkan ketersediaan, kecukupan, dan ketahanan pangan di tingkat nasional maupun daerah," ujar Maruf.

Oleh karena itu, Maruf menyarankan agar pemerintah segera mengambil langkah-langkah yang bisa memenuhi kebutuhan serta mewujudkan ketahanan pangan nasional.

MUI pun, sambungnya, sudah meracik beberapa jurus yang sekiranya bisa menjadi pertimbangan pemerintah dalam mewujudkan ketahanan pangan.

Pertama, penyediaan lahan pertanian yang berkelanjutan. Kata dia, pemerintah harus menjamin ketersediaan lahan yang cukup untuk sektor pertanian, sekalipun pembangunan infrastruktur tengah masif dilakukan.

"Lahan pangan yang hilang karena infrastruktur, harus diganti dengan kebutuhan yang cukup," tuturnya.

Kedua, peningkatan produktivitas petani. Hal ini, sambungnya, bisa diupayakan melalui pembinaan dan pelatihan keterampilan, ilmu, hingga teknologi di bidang pertanian. "Perlu diingat, output tidak akan tercapai kalau tidak ada input," ucap dia.

Ketiga, penyediaan infrastruktur pertanian yang memadai. Tujuannya untuk menunjang proses produksi, baik dari sisi sarana hingga prasarana.

Keempat, tata niaga pangan yang berkeadilan. Hal ini berkaitan dengan rantai pasok hingga tingkat harga yang berkeadilan.

Menurutnya, harga komoditas pangan harus tercipta dari mekanisme pasar. Namun, pemerintah tetap perlu menjadi harga di tingkat petani agar tidak terlalu rendah ketika pasokan meningkat dan permintaan menurun.

"Pemerintah harus hadir untuk mewujudkan rantai pangan yang adil dan mencapai kesejahteraan di tingkat petani," katanya.(rmol)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita