Soroti Karang di Instalasi Gabion, Riyanni Djangkaru Dihubungi Pemprov DKI

Soroti Karang di Instalasi Gabion, Riyanni Djangkaru Dihubungi Pemprov DKI

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Pemerhati lingkungan Riyanni Djangkaru mempersoalkan material instalasi Gabion di Bundaran HI, Jakarta Pusat, yang ternyata dari terumbu karang yang dilindungi. Dia mengaku sudah dihubungi pihak Pemprov DKI, termasuk Dinas Kehutanan DKI terkait persoalan ini.

Riyanni mengatakan, usai dirinya mempersoalkan material karang di instalasi gabion lewat akun Instagram-nya @r_djangkaru, anggota TGUPP Naufal Firman Yursak menghubunginya.

"Tadi siang mas Firman Yursak dari staf gubernur mengontak saya, dia bilang postingan ini sudah sampai ke pihak DKI dan juga pihak Dinas Kehutanan DKI. Dia tanya apakah saya bisa berkomunikasi dengan Ibu Kadis atau punya waktu bertemu?" kata Riyanni saat dihubungi lewat telepon, Sabtu (24/8/2019).

Riyanni mengatakan, dirinya belum bisa bertemu secara langsung karena berdomisili di Bali dan baru ke Jakarta jika ada kegiatan. Namun, dia mengatakan sore tadi telah ditelepon langsung oleh Kepala Dinas Kehutanan DKI Jakarta Suzi Marsitawati. Mereka kemudian berdiskusi terkait permasalahan tersebut.


Lihat postingan ini di Instagram

“ Sama, gw juga belum pernah lihat, yuk, jadi penasaran!” , jawab @windy_ariestanty yang diamini @murni.ridha ketika saya mengajak mereka melihat instalasi terbaru di Bunderan HI: Instalasi Gabion. Setelah selesai mengganggu @amrazing dan @madame_exotique dalam acara penutupan pameran foto batik mereka, kami memutar otak bagaimana cara untuk bisa melihat instalasi lebih dekat. Diawali dgn pertanyaan @adham di sebuah Whatsapp group beberapa hari lalu tentang batuan yang digunakan untuk instalasi tsb, rasanya perlu untuk mengkroscek lebih lanjut sebelum akhirnya mengunggahnya disini. Kesan pertama, terus terang saya terkesan dengan berbagai jenis tumbuhan anti polutan yang dicontohkan di sekitar instalasi, bisa jdi masukan apa saja yang bs ditanam di pekarangan rumah. Beberapa petugas tampak sedang sibuk menyempurnakan instalasi tersebut, membalas senyum dan membiarkan kami mengeksplorasi instalasi yang dibuat dengan dana APBD sebesar 150 jt ini. Saya mendekat, berusaha melihat lebih jelas batu apa yang digunakan. Jantung saya tiba-tiba berdetak lebih kencang. Tumpukan karang- karang keras yang sudah mati. Ada karang otak dan berbagai jenis batuan karang lain yang amat mudah dikenali . Kami menjadi bingung, memandang satu sama lain dalam kebisuan, bukannya terumbu karang dilindungi penuh? Bukankah sudah ada berbagai peraturan yg mengatur konservasi terumbu karang? Mulai dari UU 5/1990 , atau UU 27/2007 tentang Pengelolaan Wilyah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil yang saya unggah disini. Sebagai bagian dari pelaksanaan peraturan-peraturan ini adalah peran pemerintah daerah dan juga masyarakat dalam mendukung kegiatan konservasi terumbu karang. Saya jd bertanya-tanya, apakah perlu ketika sebuah instalasi dengan tema laut dianggap harus menggunakan bagian dari satwa dilindungi penuh ? Apakah penggunaan karang yang sudah mati ini dpt dianggap seakan “menyepelekan “ usaha konservasi yang sudah, sedang dan akan dilakukan? Darimana asal dari karang-karang mati dalam jumlah banyak tersebut? Ekspresi seni adalah persoalan selera, tp penggunaan bahan yang dilindungi Undang-undang sebagai bagian dari sebuah pesan,mohon maaf, menurut saya gegabah. 🙏 #sekedarmengingatkan
Sebuah kiriman dibagikan oleh Riyanni Djangkaru (@r_djangkaru) pada

"Beliau bilang ada beberapa poin yang menarik. Pertama, beliau bilang dia bertanya pada staf-stafnya bahwa memang karang itu disupply oleh pembuat proyeknya melalui sebuah toko batu. Beliau mengakui ketidaktahuan, jadi lalai mengenai batu apa yang digunakan untuk instalasi tersebut," kata Riyanni.

"Kedua menurut beliau, berita ini bisa memberikan peluang untuk evaluasi. Evaluasi ini beliau membutuhkan informasi-informasi mengenai flora fauna ataupun material yang berhubungan dengan lanskap yang dilindungi. Lalu saya usulkan ke beliau kalau misalnya memiliki waktu untuk mengadakan focus group discussion (FGD) yang melibatkan orang-orang yang kompeten secara akademik di bidang pelestarian karang, lalu orang-orang yang memahami lebih detail mengenai aturan-aturan yang berhubungan dengan terumbu karang," sambungnya.

Foto: Instalasi gabion di Bundaran HI Jakarta Pusat (Alfons/detikcom)

Ryanni berharap FGD tersebut bisa terlaksana. Dia berharap dari FGD itu nantinya ada solusi. Semisal, ke depan dibuat SOP atau rambu-rambu ketika akan mengerjakan proyek yang melibatkan bagian-bagian dari alam sebagai material penyusunnya. 

Terkait nasib instalasi gabion itu, Riyanni menyerahkan sepenuhnya kepada Dinas Kehutanan DKI. Dia yakin sudah ada cara atau sistem sendiri untuk menangani persoalan tersebut. 

"Mereka harusnya sudah punya cara-caranya sendiri, sistemnya sendiri. Jadi saya bilang sama ibu, ibu yang lebih tahu cara, solusinya," ujar Riyanni yang juga mantan presenter di televisi swasta ini. 

"Postingan saya itu adalah katalisator terhadap isu terumbu karang ini, mudah-mudahan ada evaluasinya," ujarnya.

Instalasi Gabion dibuat oleh Dinas Kehutanan DKI Jakarta pada 16 Agustus 2018 untuk menyambut perayaan HUT ke-74 RI. Instalasi Gabion dipasang dengan anggaran Rp 150 juta. Ornamen ini dilengkapi tanaman hias penyerap polutan yang disusun alami.

detikcom sudah berupaya untuk mengonfirmasi hal ini langsung kepada Suzi Marsitawati, namun dia mengaku belum bisa merespons karena sedang ada di sebuah acara.[dtk]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita