Industri Tekstil PHK Pekerja, Menperin Akui Impor Berlebihan

Industri Tekstil PHK Pekerja, Menperin Akui Impor Berlebihan

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengakui ada impor berlebih pada produk tekstil dan produk tekstil (TPT). Dampaknya memukul produsen dalam negeri, hingga ada aksi merumahkan pekerja hingga PHK, seperti yang terjadi di industri TPT Bandung, Jawa Barat.

"Tentu kita melihat ada impor yang berlebihan. Kita akan review lagi karena sekarang ada importir umum melalui PLB (Pusat Logistik Berikat). Kita mau dorong para produsen tidak terganggu. Apalagi perang dagang China-AS dan devaluasi China sehingga produk dari China akan kompetitif," kata Airlangga di kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa (14/8/2019). 

PLB selama ini memudahkan bagi eksportir maupun importir dalam menyimpan barang mereka, sebagai kawasan berikat. Namun, Airlangga tak merinci persoalan apa yang terjadi pada PLB dan kaitannya dengan impor TPT yang berlebihan.

"Tentu pemerintah melindungi. Amerika kan memberi (tarif) 10 persen untuk produk China. Nah, kita akan lihat, beberapa sudah kita lakukan di keramik, nanti kita lihat di industri lain-lain," katanya. 

Wakil Sekretaris Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat, Rizal Tanzil mengklaim tengah terjadi gelombang merumahkan pekerja dan PHK di industri tekstil Jawa Barat khususnya di wilayah Bandung Raya. 

"Laporan dari anggota kami per Juli kemarin, total sudah 36 ribu karyawan yang dirumahkan (2017-2019)," kata Rizal Tanzil dalam keterangan tulis kepada CNBC Indonesia, Senin (12/8/2019). 

Menurutnya, langkah PHK diambil lantaran perusahaan berupaya bertahan dengan cara menurunkan produksi. Dijelaskannya, saat ini banyak perusahaan mendapat tingkat utilisasi di kisaran 30- 40%. Penyebabnya selain barang murah dari China, juga ada kebijakan menutup Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) bagi industri yang dianggap mencemari sebagai bagian dari program Sungai Citarum Harum.

"Bahkan beberapa sudah ada yang stop produksi seluruhnya, terutama IKM," tambahnya. 

Kondisi industri TPT saat ini turut dipengaruhi banyaknya produk impor yang beredar dengan harga murah sehingga permintaan terhadap produsen lokal menurun. 
Sekretaris jenderal APSyFI, Redma Gita Wirawasta menyatakan perizinan impor terhadap TST perlu diperketat. 

"Ijin impor ditutup saja dulu, kecuali impor bahan baku untuk kepentingan ekspor yang melalui Kawasan Berikat (KB) dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE)," kata Redma. 

Redma menjelaskan adanya impor ini telah membuat industri TPT dari hulu ke hilir menjadi terpuruk. 

"Hanya garment yang berorientasi ekspor saja yang masih tumbuh," kata Redma. [cb]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita