Anies, Ikon Kerakyatan dan Ke-Indonesiaan

Anies, Ikon Kerakyatan dan Ke-Indonesiaan

Gelora News
facebook twitter whatsapp

*Penulis: Tony Rosyid

Sosok yang lebih dikenal sebagai “Gubernur Indonesia” ini lebih memilih fokus bekerja untuk dua aspek yaitu pertama, aspek kerakyatan, dan kedua, aspek ke-indonesiaan.

Kerakyatan identik dengan keadilan. Jalur yang ditempuh adalah memberi akses kepada rakyat bawah untuk tumbuh dan mengejar ketertinggalannya. Kita tahu, disparitas rakyat kecil dengan kelompok kaya terlalu jauh.

Menurut ekonom Faesal Basri, 1 persen orang terkaya di Indonesia menguasai 45,4 persen kekayaan nasional. 10 persen menguasa 74,8 persen kekayaan nasional.

Kesenjangan rakyat Indonesia sebagaimana yang dilansir oleh Independent.co.uk (2/12/2016) angkanya mencapai 49,3 persen. Artinya, satu persen orang Indonesia menguasai 49,3 persen kekayaan negara.

Orang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin. Artinya makin jauh jarak kekayaannya. Kaidah ini tak hanya ada di lagu Rhoma Irama, tapi terbukti adanya.

Dari tahun 2006-2017, kekayaan 40 orang di Indonesia meningkat dari US$ 22 miliar mejadi US$ 119 miliar, kata Arif Budimanta, Wakil Ketua Umum Ekonomi dan Industri Indonesia (detikFinance, 27/12/2017)

Fakta kesenjangan yang semakin lebar ini nampaknya menjadi fokus pilihan program alumnus Fakultas Ekonomi UGM ini. Karenanya, Anies membuat langkah-langkah untuk merapatkan jarak kesenjangan tersebut.

Diantara langkah-langkah yang dilakukan Anies dan ini sudah diketahui oleh publik adalah menghentikan proyek reklamasi. Reklamasi adalah hunian dan tempat bisnis orang-orang kaya. Tidak saja dari dalam negeri, tapi terutama promosi dan penjualannya justru banyak di luar negeri.

Anda bisa bayangkan jika 17 pulau reklamasi itu dibangun sebagai hunian dan bisnis eksklusif, maka hanya orang-orang kaya yang bisa tinggal dan memutar uangnya disitu. Apalagi jika itu adalah orang-orang asing dari Tiongkok, Hongkong dan Singapura.

Jumlah penduduk di 17 pulau reklamasi bisa lebih banyak dari jumlah penduduk DKI saat ini yaitu 10 juta. Ini tidak hanya berdampak secara ekonomi yaitu makin lebarnya kesenjangan dan terpinggirkannya orang-orang pribumi yang miskin. Tapi juga berdampak secara politik. Siapa yang menguasai 17 pulau itu, merekalah yang menentukan siapa yang akan jadi gubernur DKI.

Anies hentikan 13 pulau yang belum sempat dibuat. Empat pulau yang terlanjur dibuat di era gubernur Ahok, ditertibkan Anies sesuai aturan dan perjanjian sebelumnya. 65 persen diambil oleh Pemprov DKI, dan hanya 35 persen yang bisa dikuasai oleh pengembang, sesuai aturan yang berlaku.

Anies juga mengeluarkan pergub no 132 yang memerintahkan para pengembang untuk menyerahkan kelola apartemen, rusun dan kios seperti Kalibata City kepada para penghuni. Uang ratusan miliar setiap bulan yang disedot oleh para pengembang harus dihentikan dengan menyerahkan hak pengelolaannya kepada warga yang membeli apartemen serta ruko yang sekarang jadi penghuninya. Pergub 132 adalah upaya gubernur menghentikan praktek-praktek penghisapan para pengembang yang berkolaborasi dengan mafia-maria birokrasi kepada penghuni apartemen dan ruko.

Jalan Thamrin dan Soedirman yang semula dilarang bagi pengendara motor, termasuk tukang ojek dan kurir pengantar barang yang jumlahnya perhari ada puluhan ribu, dibuka kembali oleh Anies. Karena ini bagian dari akses ekonomi bagi rakyat kecil. Berapa miliar uang di Jl. Thamrin dan Soedirman setiap harinya mengalir lagi ke rakyat.

Tidak sampai disitu, tukang becak dan pedagang asongan tetap dapat mencari nafkah di Jakarta, karena dilindungi oleh kebijakan gubernur. Rumah para pejuang dan pendidik dibebaskan dari pajak. KJP Plus disediakan bagi warga yang memang layak dibantu. Sampai urusan kecil yaitu bahan seni kreatif saat Asean Games, Anies menggunakan bambu. Karena bahan bambu mengalirkan uang ke rakyat, bukan ke pengusaha besar. Bambu dibeli dari petani dan tak perlu impor dari Tiongkok.

Untuk aspek ke-Indonesiaan, Anies memilih menghadiri undangan ke sejumlah negara. Diantaranya Turkey, Jepang, Kolombia, dan juga Amerika. Ini dilakukan diantaranya dapat membantu presiden mengenalkan Indonesia kepada dunia di tengah kesibukan Pak Jokowi dengan urusan domestik dalam negeri. Dimulai dari Jakarta sebagai wajah Ibu Kota. Kehadiran Anies bertujuan untuk mempromosikan Indonesia (Jakarta red) di dunia internasional. Anies hadir sebagai pembicara dan pemberi materi. Kedepan, ini bisa jadi magnet investasi untuk Indonesia.

Apa yang dilakukan Anies tak sia-sia. Diantara hasilnya adalah bahwa Jakarta tahun depan yaitu 2020 akan menjadi tuan rumah gelaran Formula E. Dan secara ekonomi, ini akan menyedot dolar masuk ke Indonesia. Membuka mata dunia akan Indonesia.

Hasil konkret ini sekaligus menganulir segala anggapan dan tuduhan yang tak beralasan terkait lawatan Anies ke luar negeri. Karena terbukti ada hasil, baik materiil yaitu masuknya dolar, potensi wisata dan investasi, maupun non materiil yaitu nama baik Indonesia di mata dunia.

Dua fokus inilah yatu kerakyatan dan Ke-Indonesiaan yang sepertinya menjadi agenda serius Anies menahkodai Ibu Kota 2017-2022, dan mungkin berlanjut di periode berikutnya. Selain tentu saja visinya membangun Jakarta yang maju kotanya dan bahagia warganya. Dan khusus soal visi ini, masyarakat Jakarta mulai melihat dan merasakannya. Pertama, wajah kota Jakarta yang berubah jadi lebih metropolis. Kedua, warga Jakarta hidup secara harmoni.

Kerja keras Anies dan seluruh jajaran Pemprov DKI telah menganugerahkan berbagai penghargaan. Tak kurang dari 22 penghargaan yang sudah diterima oleh Gubernur DKI ini dari institusi pemerintah. Diantaranya dari KPK dan BPK. Bahkan Warta Ekonomi dan Rakyat Merdeka menganugerahi Anies sebagai gubernur terbaik.

Teruslah berprestasi Anies, rakyat dan Indonesia mendukungmu. (*)

Jakarta, 20/7/2019
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita