8 Poin Kritik KontraS Terkait Penyelidikan Rusuh 22 Mei

8 Poin Kritik KontraS Terkait Penyelidikan Rusuh 22 Mei

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai penyelidikan Polri terkait aksi kerusuhan 21-22 Mei lalu belum memuaskan. Deputi Koordinator KontraS, Feri Kusuma, menyebut penjelasan dari polisi belum menyeluruh dan cenderung menyisakan bias informasi bagi masyarakat.

“Kami memahami bahwa pengungkapan fakta kebenaran dan penegakan hukum oleh aparat kepolisian masih dalam proses. Namun, mengingat peristiwa ini merupakan peristiwa besar yang menjadi pusat perhatian publik dan terdapat dugaan adanya pelanggaran hukum serta hak asasi manusia,” ungkap Feri di Kantor Kontras, Jakarta Pusat, Rabu (12/6).

KontraS juga mendesak Presiden Joko Widodo untuk turut aktif terlibat dalam menyelesaikan persoalan ini. Yakni dengan membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang independen dan terdiri dari berbagai unsur kelembagaan.

Menurut Feri, TGPF ini bisa menjadi solusi agar penyelidikan bisa dilakukan dengan tuntas. Sehingga masyarakat bisa mendapat fakta seutuh-utuhnya di balik peristiwa aksi ricuh 21-22 Mei lalu. 

Selain itu, Feri juga mendesak agar lembaga seperti Komnas HAM dan Ombusdman turut dilibatkan agar memastikan terlaksananya penyelidikan hingga tuntas.

“Lembaga negara, seperti Komnas HAM, Ombudsman RI, LPSK, Komnas Perempuan, KPAI agar lebih proaktif berperan dan menjalankan  tanggung jawabnya terhadap penanganan peristiwa ini. Publik menunggu laporan hasil temuan dari lembaga-lembaga negara tersebut,” ucap Feri. 

KontraS lalu menyampaikan 8 poin catatan yang merupakan respons sekaligus kritik terhadap informasi yang disampaikan Polri pada Selasa (11/6) kemarin.

Berikut poin-poin respon KontraS atas siaran pers Polri terkait kerusuhan 21-22 Mei:

1. Polri menyebutkan 9 orang korban tewas sebagai orang-orang yang diduga perusuh. Terkait hal ini, kami menyayangkan Polri hanya memberikan kesimpulan bahwa korbannya adalah perusuh. Tetapi tidak menjelaskan lebih detail peran dan keterlibatan mereka sebagai perusuh, pelaku penembakan, penyebab kematian, dan hasil rekonstruksi TKP, uji balistik dan bukti-bukti lain. Tanpa penjelasan tersebut, maka kesimpulan tersebut bisa memunculkan asumsi di publik terkait dengan pelaku penembakan. 

2. Polri menyebutkan bahwa personel aparat kepolisian tidak menggunakan peluru tajam. Sementara, di dalam peristiwa terdapat 8 orang tewas karena tertembak (ditembak). Bahkan di antaranya, terdapat 3 orang korban tewas yang masih anak dibawah umur: Reyhan (16 tahun), Widianto Rizki Ramadan (17 tahun), Harun (15 tahun). 

Temuan lain, Adam Nurian (19 tahun) salah seorang korban tewas terkena tembakan dalam perjalanan pulang setelah menolong seseorang yang terjatuh. Polri tidak menjelaskan terkait proyektil yang ditemukan di tubuh korban dan TKP serta lokasi arah tembakan yang mengakibatkan korban tewas dan luka. 

Adanya korban dalam peristiwa ini seharusnya menjadi prioritas utama pemerintah dan aparat penegak hukum untuk mengusut lebih dalam aktor-aktor yang terlibat dan bertanggungjawab. 

3. Rilis Polri atas peristiwa kerusuhan 21-22 Mei tersebut semakin membuat bias informasi yang dapat memperuncing polarisasi dan dikotomi yang membelah masyarakat dalam kedua kubu pendukung 01 dan 02. Selain itu, proses penegakan hukum ini juga terlihat timpang. Penyampaian oleh Polri seharusnya menunjukkan independensi dan akuntabilitas sehingga tidak memunculkan bias informasi. 

Aparat kepolisian juga harus terbuka terkait pelanggaran hukum dan hak asasi manusia atau oleh siapa pun yang diduga ikut bertanggungjawab, baik karena tindakan langsung maupun akibat dari pembiaran. Tidak boleh ada impunitas dalam penegakan hukum. Kami menemukan informasi bahwa ada peserta aksi yang menjadi korban salah tangkap, mengalami kekerasan. 

Polri sebelumnya telah mengafirmasi bahwa video tersebut benar menunjukan perlakuan anggota polisi terhadap seorang peserta aksi, namun sampai saat ini belum ada keterangan lebih lanjut mengenai proses hukum terhadap anggota kepolisian yang terlibat dalam pengeroyokan tersebut. 

4. KontraS juga menemukan adanya pembatasan akses terhadap saksi maupun tersangka. Berdasarkan pengaduan yang kami terima, orang orang yang ditangkap kesulitan dalam bertemu dengan keluarganya. Selain itu, tidak mendapatkan bantuan hukum dari penasihat hukum/advokat. Hal ini bertentangan dengan Pasal 60 KUHAP, di mana setiap tersangka berhak untuk menerima kunjungan dari keluarganya. 

5. Polri tidak menjelaskan lebih jauh terkait temuan Majalah Tempo mengenai ”Tim Mawar dan Rusuh di Sarinah” yang berisikan tentang dugaan keterlibatan eks anggota Tim Mawar, Fauka Noor Farid, dalam aksi kerusuhan yang terjadi. Perihal tersebut kami merasa Polri penting untuk menelusuri keterlibatan Fauka Noor Farid. 

Kami percaya bahwa yang dimuat oleh Majalah Tempo adalah informasi yang dapat dipertanggungjawabkan, tetapi penyebutan kertelibatan ”Tim Mawar” harus ada investigasi lebih oleh aparat Kepolisian sehingga tidak mencoreng nama nama lain yang pemah terlibat dalam Tim Mawar. Karena sebagaimana kita tahu ”Tim Mawar” berjumlah lebih dari satu orang. 

6. Polri sangat memprioritaskan penanganan kasus terhadap tersangka yang akan melakukan dugaan percobaan pembunuhan terhadap 4 pejabat publik. Di sisi lain, tewasnya 9 orang warga dalam kerusuhan, dan ratusan orang yang ditangkap sama pentingnya dengan penanganan kasus tersebut. 

Selain itu, penjelasan Polri terkait upaya pembunuhan terhadap 4 pejabat publik tersebut juga tidak menjawab pertanyaan masyarakat. Polri tidak menjelaskan apa motif dan tujuan dan’ para terduga menargetkan 4 pejabat publik tersebut. Kita sadari bahwa tindakan para terduga tersebut sangat berbahaya bagi keselamatan siapa pun, termasuk warga negara biasa yang dilakukan oleh personilnya.

7. KontraS juga mengingatkan kembali purnawirawan yang berada dibalik kedua belah calon. Munculnya tokoh-tokoh yang belakangan muncul di media dalam merespons situasi 21 -22 Mei. KontraS menilai keterlibatan purnawirawan di balik kedua belah calon tidak bisa dipandang sebelah mata. Keberadaan mereka turut andil dalam memberikan keputusan pada kebijakan kampanye masing masing calon presiden. 

8. KontraS juga menilai penting untuk dilakukan penyelidikan atas dugaan adanya indikasi unsur pelanggaran HAM yang berat dalam peristiwa ini. [kumparan]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita