Sebut KPU Lakukan Banyak Pelanggaran Pemilu, Sandiaga Uno: Ini Bukan soal Kalah-Menang

Sebut KPU Lakukan Banyak Pelanggaran Pemilu, Sandiaga Uno: Ini Bukan soal Kalah-Menang

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Calon Wakil Presiden nomor urut 02 Sandiaga Uno menyebutkan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan banyak pelanggaran terkait pelaksanaan Pemilu 2019.

Dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, hal ini merujuk pada putusan Bawaslu yang menyebut bahwa KPU telah melakukan sejumlah pelanggaran, yaitu terkait tata cara input data Situng KPU dan tata cara pelaporan lembaga survei yang mengumumkan hasil quick count.

"Kemarin Bawaslu sudah memutuskan KPU melanggar. Banyak melanggarnya, sehingga kami berharap pelanggaran itu bisa segera diperbaiki dan kita bisa menghadirkan pemilu jujur dan adil ke masyarakat," kata Sandi dalam kunjungannya ke Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (17/5/2019).

Lebih lanjut, Sandi memaparkan, ia juga mengharapkan pelanggaran-pelanggaran lain diperbaiki.

Hal ini, terang Sandi, karena masyarakat pun ingin hasil pemilu ini berjalan dengan adil dan dilakukan dengan cara yang bermartabat, tanpa adanya kecurangan.

"Banyak pelanggaran-pelanggaran lainnya yang kami harapkan diperbaiki sehingga Pemilu jurdil bisa dihadirkan untuk masyarakat," ujar dia.

Sandi mengaku, dirinya dan pasangannya, Capres Prabowo Subianto, tidak mempersoalkan soal menang atau kalah.

Menurutnya, ia dan Prabowo hanya menginginkan pemilu jujur dan adil, seperti yang diinginkan masyarakat.

"Pak Prabowo dan saya inginkan Pemilu yang jujur dan adil, bukan soal kalah-menang."

"Kalau ada temuan penyimpangan dan kecurangan, itu bukan hanya Prabowo-Sandi saja, tapi juga masyarakat yang menginginkan Pemilu jurdil," tegas dia.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menyatakan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah terbukti secara sah melanggar tata cara pendaftaran dan pelaporan lembaga survei, terkait proses hitung cepat Pemilu 2019 atau quick count.

Diberitakan TribunWow.com dari Tribunnews.com, hal tersebut diputuskan melalui perkara yang memiliki nomor registrasi 08/LP/PP/ADM/RI/00.00/V/2019.

Atas putusan tersebut, KPU diminta untuk segera mengumumkan lembaga survei quick count yang tidak memasukkan laporannya ke KPU.

"Memerintahkan kepada KPU untuk mengumumkan lembaga penghitungan cepat yang tidak memasukkan laporan ke KPU," kata Ketua Majelis, Abhan dalam sidang di Gedung Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Kamis (16/5/2019).

Anggota Majelis Rahmat Bagja memaparkan, KPU disebut tidak mengumumkan secara resmi terkait jadwal pendaftaran penghitungan cepat Pemilu 20149.

KPU juga terbukti tak memberikan surat kepada lembaga survei yang telah menjalankan quick count Pemilu 2019 untuk memberikan laporan sumber dana dan metodologi yang mereka gunakan ke KPU, dengan batas waktu maksimal 15 hari setelah hasil quick count itu diumumkan.

"Tindakan KPU yang tidak menyurati secara resmi kepada lembaga penghitungan cepat hasil Pemilu merupakan tindakan yang bertentangan dengan ketentuan," jelas Bagja.

Menurutnya, hal tersebut telah melanggar pasal 449 ayat 4 UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu serta pasal 29 dan 30 ayat 1 Peraturan KPU Tahun 2018 tentang Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat.

Tak hanya quick count, seperti dikutip dari Kompas.com, Bawaslu juga memutuskan bahwa KPU melanggar tata cara dan prosedur input data Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) Pemilu 2019.

"KPU terbukti secara sah melanggar tata cara dan prosedur dalam input data sistem informasi pemungutan suara atau situng," ungkap Abhan.

Meski melanggar, Bawaslu menegaskan bahwa Situng tetap dipertahankan sebagai instrumen KPU dalam menjamin keterbukaan informasi suara Pemilu untuk masyarakat.

Ditegaskan Bawaslu, keberadaan Situng ini sendiri telah diakui oleh Undang-undang yang ada.

Karenanya, Bawaslu meminta KPU memperbaiki tata cara dalam menginput data di Situng.

"Aplikasi situng ini harus tetap memperhatikan mengenai ketelitian akurasi dalam memasukan data ke dalam aplikasi sistem, sehingga tidak menimbulkan polemik di masyarakat," ujar anggota majelis Ratna Dewi.

"Prinsip keterbukaan haruslah dimaknai bahwa data yang dipublikasikan adalah data yang valid telah terverifikasi dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik," imbuh dia.[tn]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita