Kecurangan Dianggap Biasa, Ketua KPU Arief Budiman Layak Dipecat

Kecurangan Dianggap Biasa, Ketua KPU Arief Budiman Layak Dipecat

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

BADAN Pengawas Pemilu (Bawaslu) agak maju dalam menanggapi isu kotak suara yang dicoblos di Selangor, Malaysia. Dengan cepat Bawaslu mengatakan bahwa surat suara yang tercoblos adalah asli yang dicetak oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Pengawas Pemilihan Umum Luar Negeri (Panwaslu LN) Kuala Lumpur bahkan agak detail menjelaskan kondisi dan kronologi kejadian yang terjadi di Selangor itu.

Keadaan dalam negeri gaduh, keributan semakin tak terhindarkan. Ali-alih untuk menghindari polemik yang menegangkan, KPU melakukan konferensi pers yang mencengangkan. Ketua KPU Arief Budiman mengatakan bahwa itu "hal biasa saja".

Oleh KPU dugaan kecurangan pemilu itu adalah hal biasa. Ada barang bukti, tempatnya jelas, sangat mengancam eksistensi demokrasi, oleh KPU dianggap sebagai sesuatu yang biasa saja.

Kecurangan itu memalukan bagi Indonesia, karena dunia internasional telah menyoroti itu secara tajam. Portal berita internasional sudah dua hari ini terus memberitakan kecurangan yang terjadi, tetapi KPU dan Bawaslu belum memberikan kejelasan apapun. Kenapa lembaga yang dibentuk untuk menjaga kedaulatan negara tidak bisa menjaga nama baik negara kita di mata internasional. Apakah kita sudah tidak punya rasa malu?

Di luar dugaan Ketua KPU justru dengan santai menanggapi sebagai hal yang biasa saja. Bagaimana mungkin kejadian yang luar biasa, dilaksanakan secara terstruktur, massif, dan sistematis dianggap sebagai sesuatu yang biasa saja.

Ini peluang besar terjadi kecurangan dalam negeri. Kalau terjadi kecurangan yang lebih besar di dalam negeri, apakah akan dianggap sebagai hal yang biasa juga?

Rakyat menunggu kejelasan, apa yang sesungguhnya terjadi di Selangor itu, justru diberikan jawaban yang sama sekali menambah kejengkelan publik.

Bukan hanya di dalam negeri keributan tentang pencoblosan surat suara resmi KPU yang digunakan untuk pemilu itu. Media-media Internasional telah banyak merilis tentang persekongkolan itu pihak-pihak tertentu untuk mencurangi pemilu ini.

Fenomena ini tidak bisa dilihat sebagai sesuatu yang biasa saja. Ini kerupakan adalah sebuah persekongkolan jahat yang akan merusak sendi-sendi demokrasi.

KPU seharusnya menjelaskan kenapa kertas suara itu bisa ada disebuah gudang, bukan ditempat yang seharusnya disimpan? Bukankah itu Surat Suara resmi, yang merupakan dokumen negara? Kenapa bisa beredar secara liar, siapa yang mensuplai sehingga bisa digunakan untuk mencurangi pemilu?

Pertanyaan-pertanyaan ini perlu dijelaskan oleh KPU. Itulah urgensi konferensi pres, bukan menyampaikan permasalahan, tetapi menginformasikan sesuatu yang dipertanyakan publik.

Saya menduga, ada permainan kertas suara yang dimanfaatkan dengan data invalid yang masih janggal sampai hari. Data invalid ini memungkinkan terjadinya percetakan suara yang melebihi dari jumlah pemilih.

Indikasi Ada itikad tidak baik yang dilakukan oleh penyelenggara negara ini bisa kita tuduhkan, mengingat kejelasan dari KPU sendiri tidak ada.

Dugaan Terstruktur, Sistematis dan Massif

Kejadian di Selangor, Malaysia itu memperkuat adanya kecurangan terstruktur, sistematis dan masif. Yaitu dimulai dari persoalan Daftar Pemilih Tetap yang invalid, hingga adanya indikasi keterlibatan pejabat negara. Indikasi itu tertuju kepada duta besar Indonesia untuk Malaysia mempunyai konflik of interest terhadap masalah pemilu ini. Dimana anaknya ikut menjadi Caleg DPR RI Dapil DKI Jakarta 2 dari Partai Nasdem, meliputi Luar Negeri.

Pengakuan komisioner Bawaslu, mereka sempat menyoroti komposisi PPLN di Malaysia. Pasalnya ada satu perwakilan dari Duta Besar Malaysia Rusdi Kirana masuk dalam struktur PPLN Malaysia. Bawaslu menyurati KPU untuk mempertimbangkan mengganti perwakilan dubes tersebut. Mereka khawatir ada konflik kepentingan.

Mungkin inilah maksud dari perang total yang dikumandangkan oleh Moeldoko. Sebuah cara untuk mengoperasikan semua kekuatan dan sumber daya, bahkan dengan jalan taktik curang. Indikasi ini jelas ada fenomenanya.

Fenomena 400 dan 600 ribu amplop, mobilisasi BUMN dan penggunaan struktur lembaga negara, pembagian sembako yang sangat luar biasa, mobilisasi Apatis sipil yang terus menerus hanya untuk memenangkan petahana. Keadaan ini cukup menjadi bukti bahwa inilah narasi perang total itu.

Ini bukan merupakan sesuatu yang demokratis dalam demokrasi Pancasila. Demokrasi pancasila adalah demokrasi yang beradab, yang menjunjung tinggi segala nilai dan budaya luhur. Sementara apa yang sedang dilakukan oleh petahana ini, adalah menghina demokrasi pancasila kita.

Penghinaan yang paling mengerikkan adalah dengan memanfaatkan struktur negara dan kekuatan sumber daya negara untuk kepentingan politik sesaat dan kepentingan politik electoral petahana guna mempertahankan kekuasaannya. Ini sudah sangat mengkhianati pancasila. Dan ini bisa menjadi problem tersendiri bagi demokrasi kita di masa yang akan datang.

Seharusnya, wajib bagi presiden kalau ingin dan benar tidak melibatkan struktur negara, memecat Rusdi Kirana dari Dubes Malaysia. Karena besar kemungkinan intervensi kekuasaan itu ada, dan jangan anggap ini seperti anggapan ketua KPU, ini bukan masalah sederhana, ini kejahatan yang mengancam demokrasi Indonesia. Memecat Rusdi Kirana adalah jalan untuk mewujudkan pemilihan di Malaysia yang demokratis.

Karena itu saya mengatakan pelanggaran ini bukan hanya pelanggaran biasa, yang berdiri sendiri, ini persoalan terstruktur, masif dan sistematis. Dan kalau hukum benar-benar ditegakkan maka akan ketemu pada pelanggaran pidana yang berat.

Itulah mengapa kita mempertanyakan juga surat suara asli yang dicoblos itu dan wajib ditelusuri secara serius. Kenapa ada percetakan kertas suara sehingga bisa digunakan oleh oknum tertentu? KPU tentu bertanggungjawab untuk menjelaskan ini, karena KPU yang punya kewenangan untuk mencetak surat suara.

Bahkan saya menduga, adanya persoalan DPT yang tidak selesai-selesai sampai hari ini, menjadi alasan untuk mencetak surat suara liar. Karena kuat dugaan ada persekongkolan, karena yang digunakan oleh mereka yang melakukan kecurangan itu, surat suara yang asli.

Dalam konteks ini KPU dituntut untuk cepat memberikan penjelasan secara tuntas. Sebab, kalau lembaga yang bertanggungjawab mengatakan kecurangan itu hal biasa, maka negara telah mentolerir kecurangan. Dan efeknya akan lebih berbahaya bagi pemilu damai.

Tetapi melihat gaya Arief Budiman, Ketua KPU sekarang, kelihatannya ia tidak ingin menanggapi serius persoalan yang mengancam demokrasi Indonesia ini. Saya menduga keras ada yang ingin disembunyikan pleh Penyelenggara pemilu sehingga proses untuk menuntaskannya sudah sangat terlambat.

Saya melihat, Komisioner KPU ini memang sudah menampilkan sisi-sisi tidak wajar dalam menyikapi persoalan yang tengah terjadi di masyarakat, yang bisa menimbulkan gejolak sosial yang lebih hebat. Ada menduga ada persekongkolan yang hendak disembunyikan untuk mengamankan pihak tertentu.

Oleh karena itu, patut dan wajar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memeriksa Ketua KPU Arief Budiman untuk masalah yang terjadi di Selangor, Malaysia itu. Sehingga terang ada apa di balik semua ini.

Karena bagi saya, kecurangan di Selangor itu, tidak berdiri sendiri, pasti ini merupakan kerja sama antara penyelenggara dan kompetitor. Sebab tidak mungkin kompetitor mendapatkan surat suara tanpa ada yang memberikan, dan yang punya kewenangan untuk mencetak kartu suara itu adalah KPU. Perusahaan-perusahaan yang memenangkan tender juga perlu diselidiki, sehingga semua terang dan jelas, adanya persongkolan jahat yang merusak sistem pemilu Indonesia.

Jadi arahnya ini sudah jelas dan terang, tinggal bagaimana DKPP menindaklanjuti keadaan ini, dan ini bisa berujung pada diskualifikasi kompetitor.

Oleh sebab itu, tanggapan Ketua KPU yang melukai perasaan demokrasi kita tentang kecurangan di Selangor itu dan dugaan terjadinya persekongkolan jahat untuk mencurangi pemilu oleh oknum-oknum tertentu, menjadi alasan untuk membuka kejahatan pemilu ini.

Mari kita kawal pemilu ini secara bersama-sama, kecurangan telah terlihat di depan mata, dan ini sekaligus menjadi bahan bagi kita untuk mewaspadai ditempat-tempat lain dan khusunya di dalam negeri. Wallahualam bis shawab. []

Dr. Ahmad Yani
Politisi dan praktisi hukum. [rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita