Tiga Alasan Mengapa Masyarakat Ragu Pilih Jokowi

Tiga Alasan Mengapa Masyarakat Ragu Pilih Jokowi

Gelora News
facebook twitter whatsapp

Oleh: Muda Saleh
Analis Sosial Universitas Bung Karno

Peradaban masyarakat Indonesia saat ini rupanya telah bergeser mundur ke belakang, dimana kita temui perselisihan, pertikaian jelang pesta demokrasi, yakni Pemilu 2019. Kritikan, evaluasi yang seharusnya menjadi vitamin dan merupakan hak setiap warga negara rupanya dianggap sebuah hal yang terlarang. 

Mengapa ini terjadi, karena konsepsi ketokohan yang dibangun oleh capres, dan bukan dari visi-misi serta target untuk membangun Indonesia ke arah yang lebih baik yang menjadi syarat utama untuk disuguhkan kepada masyarkat Indonesia. 

Tak heran, saya temukan banyak perpecahan, perdebatan yang terjadi hingga pada tingkat keluarga. 

Saya juga menanggapi ribuan kritikan terhadap pernyataan saya yang menyebutkan bahwa presiden Jokowi sudah dalam kondisi ‘jatuh mentalnya pada saat melakukan pidato di Stadion Kridosono, Yogyakarta, pada Sabtu (23/3/2019) lalu. 

Apa yang dipertontonkan oleh Jokowi memang tak selayaknya pemimpin negara, dimana ia justru terlihat tidak bisa menahan emosi, atas apa yang terjadi pada dirinya, yakni hujatan, hinaan bahkan direndahkan oleh pihak-pihak yang menurutnya berlawanan. 

Jelas memang, dalam video, Jokowi mencoba mengajak masyarkat untuk masuk ke dalam peristiwa, maupun perasaan yang dialaminya, agar membangun rangsangan kemarahan pendukungnya. 

Dan yang menarik, disaat kubu Jokowi terus menerus membahas elektabilitas, bagaimana caranya menggerus suara lawan politiknya, sementara kubu Prabowo-Sandi justru sedang nyaman-nyamannya membahas bagaimana membangun ekonomi negara, membangun pendidikan, menciptakan rangsangan industry bagi generasi muda, ini kan bisa dikatakan ketimpangan dalam duel konsep politik. 

Padahal, di Amerika Serikat, sebelumnya Capres antara Donald Trump dan Hillary Clinton sudah berbicara soal program-program internasional. Bahkan masing-masing capres mengusung program andalan yang menyentuh berbagai persoalan, mulai dari imigrasi, kebijakan luar negeri, ekonomi, pengendalian senjata, hingga soal pajak. Hampir di setiap isu, kedua calon menyerukan pandangan yang berbeda, dan bahkan bertentangan, satu sama lain. 

Pertanyaannya mengapa parameternya AS?, kita ini bangsa besar, negara kita luas dan kaya akan sumber daya alamnya, jika dibandingkan kebanyakan 

negara-negara di belahan dunia ini, atau setidaknya kita bisa mencontoh negara- negara maju yang menggelar Pemilu presiden. 

Namun sayangnya di Indonesia, kita masih dihadapkan pada masalah yang menurut saya ‘kopi setengah gelas’. Ini adalah sebuah tontonan yang menunjukkan bahwa kita belum siap menjadi bangsa yang besar, karena masih meributkan hal-hal yang kecil. 

Untuk itu, saya menyampaikan ‘Tiga Alasan’ mengapa masyarakat harus mempertimbangkan matang-matang untuk memilih Jokowi kembali menjadi presiden RI. 

1. Kartu Sakti Jokowi bukanlah solusi untuk membangun bangsa Indonesia lebih baik, Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Pra Kerja dan Kartu Sembako Murah merupakan cara memberikan bantuan yang menurut saya menciptakan ketergantungan bantuan. 

Seharusnya rakyat diberikan kail, bukan ikan, diberikan cangkul bukan sawah, itu artinya rakyat seharusnya diberikan bekal yang kuat untuk menciptakan SDM yang bermutu. Karena memberi uang bukan merupakan sebuah solusi. Saya juga mempertanyakan kondisi pendidikan kita yang jauh dari ekspektasi dibanding negara-negara di Asia. 

2. Jokowi nyaris tidak memaparkan masalah pertumbuhan ekonomi kita yang seharusnya menjadi hal yang utama, dalam mendorong kesejahteraan bangsa Indonesia. 

3. Jokowi tak mampu membawa budaya Indonesia menjadi sebuah budaya yang menjadi contoh bagi dunia, dimana Indonesia memiliki banyak beragam adat istiadat, budaya yang sangat mahal harganya, dan perbedaan adat pula yang menyatukan bangsa yang besar ini. 

Jokowi Tak mampu membawa konsep Trisakti yang digagas Bung Karno, yakni berdaulat di bidang Politik, kedua berdikari di bidang Ekonomi serta berkepribadian dalam budaya. 

Jakarta, 27/3/2019 
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita