Telegram Rahasia Kapolri

Telegram Rahasia Kapolri

Gelora News
facebook twitter whatsapp


Oleh Andang Burhanuddin
Pemerhati Kebijakan Publik

Diam-diam Kapolri Jenderal Tito Karnavian sudah mengeluarkan telegram rahasia berupa Surat Edaran (SE) netralitas anggota Polri.

SE itu merupakan kabar baik, sekaligus kabar buruk. Kabar baik buat kubu oposisi, dan masyarakat madani (civil society). Kabar buruk bagi inkumben dan para pendukungnya.

Mari kita simak apa saja isi SE  itu:

Dalam imbauannya, anggota Polri dilarang untuk menggunakan, memasang, atau menyuruh orang lain untuk memasang atribut pemilu.

Dilarang berfoto atau selfie di medsos dengan gaya mengacungkan jari telunjuk, jari jempol, maupun jari membentuk huruf V yang berpotensi digunakan oleh pihak tertentu untuk menuding keberpihakan atau ketidaknetralan Polri.

Anggota Polri juga dilarang untuk menghadiri, menjadi pembicara atau narasumber pada kegiatan deklarasi, rapat, kampanye, pertemuan politik, kecuali melaksanakan pengamanan yang didasari oleh surat perintah tugas.

Personel juga diminta untuk menghindari tindakan kontra produktif dan tetap menjaga kepercayaan masyarakat kepada Polri dalam menjaga dan mengawal berlangsungnya Pemilu 2019 yang aman, sejuk, dan sukses.

Hindari pelanggaran anggota sekecil apapun yang dapat berdampak pada penurunan citra Polri.Tingkatkan kewaspadaan dan kesiap-siagaan anggota di lapangan.

Hampir semua larangan dalam surat edaran itu menjawab keresahan masyarakat. Sebagai aparat negara secara kasat mata secara kelembagaan maupun personilnya banyak yang melakukan berbagai tindakan yang disebut dalam surat edaran.

Di Kota Batu Jawa Timur, warga mengeluh dan hanya bisa mengelus dada. Mereka menyaksikan petugas kepolisian ikut memasang dan mengamankan alat peraga kampanye (APK)  seorang artis ibukota yang nyaleg dari sebuah partai pendukung pemerintah.

Di Medan, Sumatera Utara sejumlah kepala lingungan (RT/RW) memasang APK Paslon 01. Mereka mengaku  disuruh anggota Polri. Kapolda Sumut Irjen Pol Agus Andrianto juga mengeluarkan pernyataan yang berindikasi sangat tidak netral. 

Dia marah besar ketika terjadi keributan dalam tabligh akbar di Tebing Tinggi yang melibatkan anggota FPI. “Mereka belum berkuasa saja sudah begini. Apalagi kalau mereka sudah berkuasa. Makanya jangan salah pilih, nanti menyesal,” tegasnya.

Dalam sebuah video yang beredar luas, Seorang anggota berseragam Polri terlihat mengarahkan warga meneriakkan yel-yel “Jokowi Yes!”

Masih banyak bukti-bukti lain bahwa anggota Polri terlibat langsung dalam pemenangan inkumben. Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Muhammad Iqbal mengakui ada beberapa anggota Polri yang diperiksa Divisi Propam. Kasusnya antara lain di Polda Sulsel, dan Sumsel.

Secara kelembagaan Polri juga diduga memfasilitasi dan memobilisasi massa untuk Paslon 01. Yang paling kasat mata adalah penyelenggaraan Millenial Safety Road Festival.

Acara Ajang kampanye keamanan berkendara di kalangan anak-anak muda itu digelar di kota-kota besar di seluruh Indonesia. Yang menjadi ikon adalah Presiden Jokowi. Hal itu terlihat dalam baliho dan poster yang disebar sangat massif sampai kota-kota kabupaten.

Presiden Jokowi juga diundang hadir dalam kegiatan tersebut. Dia difasilitasi “berkampanye” dan bertemu anak-anak muda dengan anggaran Polri. Kegiatan ini adalah kampanye terselubung di kalangan anak muda. Jokowi sempat hadir, salah satunya di Kota Palembang.

Polri juga terlihat sangat tidak netral dalam penanganan hukum atas atas kasus-kasus yang disebut sebagai Hoax dan penyebaran kebencian melalui media sosial.

Banyak pendukung Prabowo-Sandi yang dijerat dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Penyanyi beken Ahmad Dhani dan seorang pelajar di Lombok NTB merupakan sebagian dari korban.

Sebaliknya tidak ada satu pun pendukung Paslon 01 yang ditindak. Habiburakhman anggota divisi hukum BPN menyatakan, sampai akhir Januari lalu ada 20 laporan mereka ke Polri. Namun tidak ada satupun yang diproses.

Melihat fakta-fakta itu, SE Kapolri tentang netralitas anggota Polri adalah sebuah kemajuan besar. Polri juga sudah menghentikan Millenial Safety Road Festival dengan alasan untuk menjaga kondisifitas pemilu.

Masyarakat kini menunggu langkah nyata Polri. Apakah SE itu hanya pemanis bibir (lips service) atau langkah serius Kapolri untuk menjadi lembaga negara yang netral.

Sebagai bukti bahwa Polri sangat serius sebenarnya sangat mudah. Polri bisa memilih kasus yang paling menonjol dari puluhan laporan tim divisi hukum Prabowo-Sandi. Proses kasus tersebut, bawa ke pengadilan.

Banyak kasus menonjol yang bisa dipilih. Misalnya ujaran kebencian yang disampaikan anggota DPR dari Nasdem yang kini menjadi Gubernur NTT Victor Laiskodat. Kasus ujaran kebencian Abu Janda, Ade Armando, dan Boni Hargen. 

Kalau mau lebih serius tentu saja kasus ujaran kebencian yang dilakukan oleh Ketua Umum PBNU Said Agil Siradj. Dia menuding pasangan Prabowo-Sandi didukung oleh kelompok intoleran dan radikal.

Pendek kata banyak kasus  bisa menjadi pintu masuk yang bisa dimanfaatkan Polri. Untuk menunjukkan Polri benar-benar menyadari jati dirinya sebagai alat negara yang harus netral, bukanlah hal yang sulit. Rakyat menunggu bukti Jenderal Tito, bukan janji.

Kalau cuma tebar janji, apa bedanya dengan Jokowi. Jangan lupa polisi, bukanlah politisi. (*)

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA