Nasib Ekonomi Bangsa Lebih Baik di Tangan Jokowi atau Prabowo?

Nasib Ekonomi Bangsa Lebih Baik di Tangan Jokowi atau Prabowo?

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Apa yang terjadi dengan perekonomian Indonesia setelah Pemilihan Presiden (Pilpres) 17 April 2019 diketahui siapa pemenangnya?

Ekonom senior Rizal Ramli menekankan terpenting nasib rakyat lebih baik atau tidak, bukan pilihan calonnya. 

"Bukan kita memilih si A atau si B tetapi mana yang bisa membawa Indonesia lebih makmur dan lebih hebat,” tegasnya saat diwawancarai di Inna Garuda Malioboro Yogyakarta, Rabu (27/3).

Prestasi capres petahana Jokowi dinilai menonjol di bidang infrastruktur. Namun demikian, perlu diingat perekonomian negara juga berkaitan lapangan pekerjaan maupun daya beli masyarakat, bukan semata-mata infrastruktur. 

"Saya khawatir jika terjadi over claime dan strateginya tidak berubah, bisa saja gagal menyejahterakan rakyat, gagal memperkokoh ekonomi makro. Target tujuh persen tercapai lima persen. Utang makin besar,” kata dia.

Menurut Rizal Ramli, jika hanya pertumbuhan lima persen sulit menyejahterakan petani, nelayan dan buruh. 

"Nggak bakal ada tambahan lapangan pekerjaan yang berarti. Kalau lebih tinggi pasti akan tersedia lebih banyak," kata menteri koordinator bidang Maritim dan Sumber Daya era Jokowi ini. 

Pertanyaan berikutnya, lanjut dia, seandainya rival Jokowi, Prabowo Subianto yang memenangkan kontestasi. 

"Ada nggak harapan untuk lebih baik? Memang dia belum teruji sebagai presiden tetapi dari apa yang saya baca dan dia ingin lakukan kelihatan akan terjadi perubahan strategi," jelasnya.

Prabowo, kata Rizal Ramli, berkomitmen membuat ekonomi Indonesia tumbuh lebih tinggi rata-rata 8 persen. 
Kalau itu terjadi maka lapangan kerja pasti lebih banyak.

"Kedua, dia (Prabowo) berkali-kali pidato seandainya terpilih sebagai presiden dalam waktu 100 hari akan menurunkan tarif listrik untuk konsumen 450 VA dan 900 VA," ujarnya.

Biasanya sebelum kenaikan tarif listrik pelanggan membayar sekitar Rp 300 ribu sampai Rp 400 ribu per bulan. 

"Hari ini akibat kenaikan tarif pelanggan membayar antara Rp 700 ribu sampai Rp 900 ribu,” tambahnya.

Rizal Ramli mengemukakan, apabila Prabowo terpilih, dalam 100 hari dia akan menurunkan tarif listrik. 

"Itu sebetulnya sama saja dengan memberikan uang di kantong rakyat sebesar Rp 500 ribu sampai Rp 600 ribu. Dan itu menyangkut puluhan juta keluarga. Maka secara otomatis rakyat punya daya beli lagi dan otomatatis pula ekonomi tumbuh lebih baik,” terang dia.

Ketiga, masih kata Rizal Ramli, Prabowo berpidato dalam 100 hari akan menurunkan harga pangan. Caranya dengan mengubah sistem kartel impor kuota ke sistem tarif.

“Semua orang boleh impor asal bayar tarif 30 persen ke negara. Negara untung. Tetapi dampaknya harga gula turun 70 persen, harga daging turun 70 persen. Jokowi tidak berani mengambil kebijakan ini karena ada yang diuntungkan dengan sistem itu," kata Rizal Ramli. 

Rizal Ramli mencontohkan, sekarang ini ibu-ibu dari golongan rakyat biasa kelas menengah berbelanja Rp 200 ribu sehari tidak cukup, maka nantinya cukup Rp 150 ribu.

“Artinya Prabowo akan kasih Rp 50 ribu per ibu-ibu dikalikan 60 juta keluarga. Sebulan Rp 1,5 juta, ditambah pengurangan untuk pengeluaran tarif listrik. Artinya, rakyat kita tiba-tiba di kantongnya ada sisa uang Rp 2 juta bisa untuk dibelanjakan, 90 persen untuk beli baju baru, sepatu baru dan nyicil rumah," hitung peraih gelar doktor ekonomi dari Universitas Boston ini.

Ia yakin jika janji itu terpenuhi maka pertumbuhan ekonomi akan bertambah.  

Rizal Ramli pun menceritakan pengalamannya menaikkan gaji pegawai negeri dalam waktu 21 bulan sebesar 125 persen. Ketika itu ia menjabat menteri di era Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. 

"Kita waktu itu ada pilihan, nggak usah naikin gaji pegawai negeri maka bisa nyicil utang lebih banyak. Tapi saya usul ke Gus Dur jangan begitu. Kita naikkan dulu gaji pegawai negeri 125 persen, jadi mereka punya daya beli. Akibatnya ekonomi tumbuh lagi," ucap dia.

Rizal Ramli juga menyebutkan janji Prabowo membangun 1 juta rumah subsidi. Kalau itu terwujud maka lapangan kerja secara langsung atau tidak langsung bertambah. Sedangkan pada pemerintahan Jokowi bisa membangun sekitar 350 ribu rumah per tahun.

"Waktu saya jadi menteri Gus Dur, semua perusahaan real estate kreditnya macet. Sektor real estate mandek. Saya lakukan restrukturisasi. Bunga kita potong akhirnya sektor real estate hidup lagi, ekonomi tumbuh lebih cepat. Waktu saya jadi menteri di awal-awal, ekonomi minus tiga persen. 21 bulan kemudian naik 4,5 persen menjadi 7,5 persen,” kata dia.

Selain itu, sektor retail yang saat sekarang ini nyaris mati di mana-mana akan hidup lagi. 

"Pertanyaannya, Prabowo tukang bohong apa ndak? Tukang beri janji-janji palsu apa tidak? Kalau saya lihat karakternya, Prabowo bukan tukang bohong dan bukan tukang beri janji palsu. Jadi rencananya itu besar kemungkinan akan terlaksana dan terjadi," ujar Rizal Ramli optimistis. [rm]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA