Lagi-lagi Gara-gara Cina

Lagi-lagi Gara-gara Cina

Gelora News
facebook twitter whatsapp

Oleh Miftah H. Yusufpati (Wartawan Senior)

SEBUAH video yang kini sedang viral merekam deretan orang berwajah khas Tionghoa yang baru saja datang di Bandara Soekarno-Hatta. Video itu dibuat pada dini hari, ketika kebanyakan dari kita sudah tidur lelap. “Dini hari 22 Ferbruari di Bandara Soet ta Cengkareng jam 03.XX. Ini lebih mirip tentara daripada TKA Cina,” tulis salah seorang pengguna akun Facebook saat memosting video itu. Rekaman video tersebut juga sudah masuk ke smart phone banyak orang melalui WAG.


Saat video itu tengah menyita perhatian publik, viral juga di WAG rekaman suara seorang laki-laki yang mengaku anggota TNI membuat kesaksian tentang membanjirnya kedatangan orang-orang Cina di Surabaya. 

Para petinggi di republik ini boleh saja mengatakan semua yang beredar itu hoaks atau fitnah, sebagaimana Presiden Jokowi bilang bahwa isi medsos saat ini penuh fitnah. Tangkisan serupa toh sudah pernah juga disampaikan dalam isu membanjirnya tenaga kerja asing (TKA) dari Cina ke Morowali, Sulawesi Tengah. 

Hanya saja, tangkisan seperti itu tentu takkan bisa meredam kekhawatiran publik. Dan jika emosi publik dipermainkan, sudah pasti bisa menggerus elektabilitas Jokowi-Ma’ruf, yang kini dalam tren terus menurun. Pemerintah mesti mengambil tindakan yang kongkrit. Bagaimana pun fenomena buruh Cina masih menjadi isu seksi untuk menguras emosi publik. Hanya pada zaman Jokowi saja, hal ini terjadi.

Selanjutnya kita bahas yang lain, soal gara-gara Cina. 
Adalah sebuah fakta bahwa defisit pada neraca perdagangan Indonesia saat ini semakin membengkak. Pada 2018 defisit itu mencapai US$8,57 miliar. Angka itu paling buruk sejak 1945. Didik J Rachbini berpendapat bengkaknya defisit neraca dagang RI belakangan ini salah satunya berkaitan dengan Cina. Tekor neraca dagang RI menurutnya juga terkait dengan dinamika dan peranan Cina di kancah global. 

"Salah satu yang paling utama adalah defisit perdagangan dengan Cina tekor besar, menganga defisit yang melemahkan perekonomian kita," ujar Guru besar ilmu ekonomi sekaligus peneliti senior INDEF ini. "Sektor luar negeri kita lemah, kedodoran, kehilangan strategi ekonomi dan dagang," tambahnya dalam seminar online Jurnalis Ekonomi dan PenelitiINDEF, Kamis (22/2/2019).

Di luar perdagangan yang tekor, utang Indonesia dari Negeri Tirai Bambu itu juga kian membengkak. Cina sudah menjadi sumber utama tempat meminjam bagi Indonesia, setelah Singapura dan Jepang. Per Oktober 2018, jumlah utang Indonesia ke Cina sebesar Rp252,5 triliun atau US$17,47 miliar. 

Angka-angka utang itu akan tambah berderet panjang ke depannya. Soalnya, Indonesia sudah masuk dalam proyek ambisius Cina bertajuk One Belt, One Road atau OBOR yang kemudian berubah menjadi Belt and Road initiative atau BRI. Negeri Panda ini menyediakan dana satu triliun dolar untuk BRI. 

Indonesia memiliki proyek infrastruktur di bawah skema BRI Cina yang direncanakan bakal menelan biaya 201,6 miliar dolar atau Rp2.700 triliun. Tiga proyek di Sulawesi Utara, Sumatera Utara dan Kalimantan Utara dicadangkan untuk masuk proyek BRI. Termasuk di antaranya Bandara Baru Yogyakarta di Kulonprogo yang akan menelan biaya 700 juta dolar.

Melihat kenyataan ini pantaslah kita mengingat nasihat Peneliti Jepang dari Universitas Tsurumi dan Universitas Seigakuin Jepang, Masako Kuranishi.  Ia mengingatkan agar Indonesia berhati-hati terhadap gerakan Cina di Asia terutama di Indonesia. Jangan sampai salah langkah sehingga Indonesia terpuruk gara-gara Cina. (*)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita