Menyoal Inkonsistensi Jokowi Saat Persoalkan Caleg Eks Koruptor

Menyoal Inkonsistensi Jokowi Saat Persoalkan Caleg Eks Koruptor

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Calon presiden nomor urut 01 Jokowi sempat mempersoalkan lawannya, Prabowo Subianto terkait sejumlah mantan narapidana kasus korupsi dari Partai Gerindra yang mendaftar sebagai calon anggota legislatif pada Pileg 2019.

Hal itu disampaikan Jokowi dalam sesi debat capres perdana yang digelar di Hotel Bidakara, Kamis (17/1/2019) malam.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik menyebut Capres petahana Jokowi inkonsisten terkait calon anggota legislatif mantan koruptor. 

Pasalnya, jika menilik ke belakang, pertanyaan yang dilontarkan Jokowi soal Caleg koruptor justru berlawanan dengan apa yang pernah ia sampaikan pada Mei 2018. Saat itu Jokowi menyampaikan bahwa mantan narapidana kasus korupsi tetap punya hak mencalonkan diri dalam Pileg 2019.

Menurut Jokowi, konstitusi dan UU menjamin hak seluruh warga negara untuk berpolitik, termasuk pada mantan narapidana kasus korupsi. Alih-alih melarang, kata dia, KPU bisa membuat aturan dengan memberi tanda bahwa caleg itu adalah mantan napi korupsi. 

Menurut Taufik, pertanyaan itu menunjukkan bahwa Jokowi pin plan alias tidak konsisten. Sebab, apa yang dipersoalkan tidak ada aturan yang dilanggar menyangkut mantan napi koruptor mencalonkan diri di legislatif

Taufik pun menyebut pertanyaan tersebut diajukan menunjukkan bahwa Jokowi kekurangan bahan debat.

"(Pak Jokowi) kurang bahan menurut saya. Karena dia tidak tau lagi mau bertanya apa," kata Taufik di gedung DPRD DKI, Jumat (18/1/2019).

"Kan dia yang dipermasalahkan selama tidak boleh undang-undang, sah itu. Itu jelas jawaban Pak Prabowo. Undang-undangnya membolehkan," ujar Taufik.

Selain itu, Taufik juga menyebut Jokowi tidak menghormati keputusan Mahkamah Agung (MA).

"Pak Jokowi mestinya menghormati keputusan Mahkamah Agung. Ini kan aneh juga gitu lho. Makanya kalau kurang bahan jangan ikut debat lah," tambah Ketua DPD Gerindra DKI itu.

Terpisah, pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai, pertanyaan Jokowi itu menunjukkan sikap inkonsisten. Menurutnya, Jokowi terkesan hanya memanfaatkan celah untuk melawan Prabowo.

"Ini demi kepentingan debat, akhirnya jadi celah yang dimanfaatkan Pak Jokowi. Itulah Pak Jokowi masuk ke wilayah itu," ujar Ujang, Jumat (18/1/2019). 

Padahal, kata dia, data ICW menyebut bahwa mantan narapidana korupsi dari Partai Golkar yang mendaftar sebagai caleg jumlahnya lebih banyak ketimbang Gerindra yakni tujuh orang. 

Sementara perbedaan sikap yang ditunjukkan Jokowi delapan bulan lalu itu, menurutnya, karena kapasitasnya sebagai presiden. Sebagai seorang presiden, kata dia, Jokowi harus sejalan dengan peraturan perundang-undangan.

"Apa yang disampaikan Pak Jokowi itu sesuatu yang benar karena memang UU membolehkan. Enggak boleh dong presiden atau siapa pun ucapannya melanggar UU, karena (hak napi) itu kan dijamin UU," katanya. 

Di sisi lain, lanjut Ujang, pembahasan isu mantan narapidana korupsi juga menjadi tolok ukur bagi masing-masing Capres terkait komitmennya dalam pemberantasan korupsi. 

Oleh karena itu, tiap calon harus mampu menunjukkan komitmen tersebut. [tsc]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita