Gagal Kelola Pertanian Pemerintah Impor Jagung

Gagal Kelola Pertanian Pemerintah Impor Jagung

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memastikan  tambahan impor jagung sebanyak 30.000 ton pada pertengahan Februari 2019 untuk mengatasi kelangkaan pasokan komoditas tersebut.  Kebijakan impor ini menunjukkan pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla gagal mengelola pertanian. Sejumlah kalangan mengecam kebijakan ini.

Analis ekonomi Gede Sandra mengatakan, sungguh disayangkan bila pemerintah terus memaksakan untuk impor jagung. Padahal pihak Kementerian Pertanian bulan lalu sudah menyatakan kita surplus jagung hingga 3,7 juta ton tahun 2018 lalu. 

“Wajar saja jika ada yang mencurigai bahwa impor jagung kali ini ada tangan-tangan pencari rente yang bermain. Apalagi tepat dilakukan menjelang pemilu, jangan-jangan (rente impor ini) untuk dana politik,” kata Gede Sandra kepada Harian Terbit di Jakarta, Selasa (8/1/2019).

Sementara itu Presedium Pergerakan Andrianto  berpendapat sudah menjadi kebijakan pemerintahan Jokowi untuk melakukan impor terus-menerus. 

“Saya  sudah jadi policy rezim Jokowi  impor jadi tujuan. Impor jagung itu sih kecil, yang  gak habis habis piker itu import beras. Karena ini tahun politik, ada bau anyir fee impor yang gede,” ujar Andrianto.

Petani Menangis

Koordinator Gerakan Perubahan (Garpu) Muslim Arbi menilai, yang dilakukan pemerintah sangat fatal jika  jagung saja harus impor. Padahal Kementan selalu menyebut stok jagung lokal melimpah. Apalagi Kementan juga mengeluarkan kebijakan agar  memperdayakan lahan kosong untuk ditanami jagung. Tidak heran ada lahan kuburan di daerah Sulawesi yang juga ditanami jagung. 

"Ini (impor jantung) menunjukkan buruk kinerja Kementrian Pertanian dan Kementerian Perdagangan," tegas Muslim Arbi kepada Harian Terbit, Selasa (8/1/2019).

Muslim menuturkan, impor jantung juga layak dipertanyakan karena saat ini juga sedang masa panen jagung yang berkisar antara Desember-Januari. Tapi  Kementerian Perdagangan malah  membuka kran impor jagung sebanyak 30 ribu ton. Muslim menilai, dengan dibukanya kran impor jagung maka diduga ada kalangan tertentu yang ingin mendapat dana segar secara cepat untuk kepentingan politik di tahun politik ini.

Karenanya impor jagung menjadi aneh, apalagi dijberbagai kesempatan Jokowi sesumbar agar stop impor pangan. Tapi adanya impor jagung hingga 30 ribu ton menunjukan Jokowi setuju atas impor jagung tersebut. Setuju adanya impor juga menunjukkan Jokowi tidak konsisten dalam pernyataannya untuk stop impor bahan pangan, satu di antaranya jagung.

Muslim menegaskan, impor jagung yang mencapai 30 ribu ton jelas melukai dan memukul petani jagung yang saat ini sedang panen. Harusnya  jagung petani bisa diserap lebih bagus lagi di pasar jika  keran impor jagung distop. Jika Jokowi tepati janji politik untuk stop impor pangan maka pecat Menteri Pertanian dan Menteri  Perdagangan. Karena ompor jagung itu hanya untungkan pihak luar negeri.

"Petani kita menangis. Dan ini akan membuat Jokowi dan para Menterinya dimusuhi petani dan rakyat yang simpati dan peduli pada nasib petani," paparnya.

Belum Dimanfaatkan

Pertumbuhan konsumsi jagung dunia dalam lima tahun terakhir mencapai 2,7 persen atau melampaui tingkat pertumbuhan produksi yang hanya 1,7 persen. Hal itu antara lain dipicu oleh tingginya permintaan jagung sebagai bahan baku bioethanol di sejumlah Negara seperti di Amerika Serikat, Eropa dan Cina. Selain itu, kebutuhan jagung sebagai bahan baku pakan ternak dan industri makanan.

Meski demikian, ujar Nur Ja'far, peluang pasar komoditas jagung itu belum dimanfaatkan secara optimal di Indonesia. Karena peningkatan produktivitas belum optimal, dan petani masih mengandalkan benih jagung lokal yang kapasitas produksinya tidak optimal. Dibandingkan negara-negara di Asia, penggunaan benih jagung hibrida di Indonesia masih cukup rendah, yaitu 43,7 persen. 

Program penggunaan benih jagung baru seluas 135.000 hektar masih jauh dibawah negara tetangga seperti Thailand mencapai 
95 persen dari total lahan dan Filipina, penggunaan benih jagung hibrida mencapai 60 persen dari luas tanam. Kapasitas produksi jagung hibrida mencapai 10 ton per hektar, atau dua kali lipat produksi dari benih lokal yaitu 5 ton per hektar. 

"Meski demikian, ini tidak pernah tercapai karena petani jagung kita banyak gagal panen disebabkan serangan hama, perubahan cuaca yang tidak menentu, bencana alam, kekurangan air, dan mahalnya harga pupuk. Dampaknya pemerintah harus kembali mengimpor Jagung dari Luar Negeri untuk memenuhi kebutuhan Jagung dalam Negeri," tandasnya. 

Kementerian Perdagangan menyatakan bahwa persetujuan impor (PI) jagung sebesar 30 ribu ton masih menunggu penugasan dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno untuk selanjutnya dapat diproses sesuai Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas). "PI nya masih diproses. Menunggu penugasan dari Menteri BUMN," kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan kepada ANTARA News, di Jakarta, Selasa (8/1/2019).

Oke menambahkan, sesuai Rakortas, penugasan akan di berikan kepada Perum Badan Usaha Logistik (Bulog), termasuk dalam menentukan negara asal impor jagung. "Negaranya kita serahkan sepenuhnya ke Bulog sesuai mekanisme yang berlaku," tukas Oke.

Diketahui, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memastikan adanya tambahan impor jagung sebanyak 30 ribu ton pada pertengahan Februari 2019 untuk mengatasi kelangkaan pasokan komoditas tersebut. Tambahan impor ini bertujuan untuk menekan harga jagung agar tidak melambung tinggi dan impor pun tidak dilakukan menjelang masa panen jagung pada periode April.

Pasokan jagung dapat bermanfaat menambah stok untuk pakan ayam ras yang sempat dikeluhkan para peternak kecil karena terlalu mahal dan distribusinya terbatas. Dengan pasokan jagung untuk pakan ternak yang mencukupi maka diharapkan juga tercipta kestabilan harga komoditas pangan lainnya yaitu telur ayam ras. [HT]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita