Ba’asyir Dipenjara Murni Penegakan Hukum Bukan Kriminalisasi Era SBY

Ba’asyir Dipenjara Murni Penegakan Hukum Bukan Kriminalisasi Era SBY

Gelora News
facebook twitter whatsapp

Oleh: Ferdinand Hutahaean, 
Ketua DPP Partai Demokrat

Pembebasan Ustad Ba’asyir oleh penerintah atas dasar kemanusiaan, kami menyatakan usulan itu baik. Mengingat usia Ustad dan kesehatannya yang sering terganggu. Meski sebenarnya hak Ustad Baasyir untuk pembebasan bersyarat sudah didapat sejak Desember 2018, namun karena satu hal, proses itu kemudian belum bisa dilanjutkan. Yaitu surat pernyataan kesetiaan kepada bangsa dan negara Republik Indonesia.

Proses pembebasan yang belum pasti akan syarat administrasinya ini apakah akan melalu Grasi atau Pembebasan Bersyarat, justru dipolitisasi oleh pendukung Jokowi dengan membangun opini bahwa Ustad Baasyir dipenjara era SBY dan dibebaskan era Jokowi sebagai bukti Jokowi cinta ulama. Ini penyesatan opini publik. 

Dan ini menjadi bukti bahwa sesungguhnya pembebasan ini sarat kepentingan politik Jokowi yang memang sangat kesulitan mendapat kepercayaan dari kalangan Islsm Politik mengingat di jaman Jokowi, banyak ulama di kriminalisasi.

Maka tudingan dilancarkan kepada SBY yang saat ini mendukung Prabowo. Politik kotor memanfaatkan situasi demi elektoral.

Ustad Bassyir dulu dipenjara murni soal penegakan hukum. Tidak ada selintas pun kata kata yang menyatakan itu kriminalisasi ulama. Bahkan Habib Rizieq juga pernah berhadapan dengan hukum tapi tak ada kriminalisasi.

Beda dengan jaman Jokowi, kesan yang ditangkap bahwa kriminalisasi terjadi karena ulama banyak beda pilihan politik. Itulah yang dirasakan masyarakat sehingga kekuatan 212 sebagai representasi Islam Politik semakin membesar.

Sekali lagi, bahwa tudingan politisi pendukung Jokowi khususnya PSI terkait Ustad dipenjara era SBY itu adalah cara berpolitik kotor dan fitnah. Sebaiknya PSI mengakui saja bahwa memang bertolak belakang dengan ajaran Islam maka menolak aturan bernafas syariah. Tidak perlu memfitnah pihak lain untuk dapat elektoral. Itu politik sampah namanya. [HT]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita