Unggah Bukti Kontrak Freeport, Rizal Ramli: RI Punya Alasan untuk Tidak Perpanjang

Unggah Bukti Kontrak Freeport, Rizal Ramli: RI Punya Alasan untuk Tidak Perpanjang

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indonesia sekaligus ekonom Rizal Ramli tampak menyoroti kontrak Republik Indonesia (RI) dengan Freeport.

Dilansir oleh TribunWow.com, hal tersebut ia sampaikan melalui akun Twitter pribadinya, @RamliRizal yang diunggah pada Rabu (26/12/2018).

Dalam cuitannya itu, Rizal Ramli tampak mengunggah potongan isi perjanjian RI dengan Freeport.

Pada pasal 31-2 KK tertuang apabila pemerintah dapat menolak perpanjangan kontrak dengan alasan yang kuat.

Rizal Rizal Ramli pun mempertanyakan, kenapa perjanjian itu dipelintir menjadi Indonesia wajib memperpanjang.

Padahal yang tertera adalah hal sebaliknya.

Dari kalimat lanjutan kontrak juga ditegaskan jika pemerintah tentu tidak akan tanpa alasan mengurungkan atau menunda persetujuan jika tidak ada alasan (kuat).

"Freeport berhak ajukan perpanjangan kontrak (option), subject to Government Approval (Tergantung pemerintah mau terima/tolak) Kok diplintir jadi wajib perpanjang ?

RI punya alasan reasonable utk tidak perpanjang: wanprestasi PTFI dlm divestasi, smelter, rusak lingkungan, sogok," tulis Rizal Ramli.



Lebih lanjut, Rizal Ramli pun mengungkapkan kelemahan dan ketakutan Freeport sebagai contoh jika Indonesia bisa menekan perusahaan tambang raksasa itu.

"Karena kelemahan2 Freeport dan ketakutan masuk penjara krn UU Korupsi AS, atas tekanan RR, CEO Freeport tahun 2001 bersedia bayar ganti rugi ke RI $5M, naikkan royalties, proses limbah, divestasi dan smelter.

Itu contoh Indonesia bisa tekan Freeport, bukan malah bayar $3,8M," imbuh Rizal Ramli.



"Pada negosiasi 2001, CEO Freeport James Moffett setuju dgn tuntutan RR agar bayar $5 M, juga setuju utk tangani limbah, renegosiasi royalties yg rendah, divestasi dan smelter.

Tapi dia minta waktu persetujuan Board yg lain di Denver. Sayang 3 bulan kemudian ganti pemerintah," katanya.

"Bahasa sederhana-nya, atas dorongan RR, tahun 2001, CEO Freeport mau bayar $5M + lain2, karena takut UU Anti-Korupsi AS. Sayang 3 bulan Gus Dur diganti.

Ini kok Indonesia mesti bayar 55,8 T untuk beli 51% saham. Itupun pakai utang Global Bond bunga tinggi ? Risky Structure," ungkap Rizal Ramli.



Sebelumnya Rizal Ramli juga sempat mencuitkan soal kontrak pertambangan.

Ia mencontohkan pengembalian Blok Rokan dan Blok Mahakam setelah kontrak habis.

"Setiap kontrak pertambangan yg habis berlakunya wajib dikembalikan ke RI.

Pak @jokowi menerima pengembalian Blok Mahakam dari Total Prancis 2015 & Blok Rokan di Riau dari Chevron, AS.

Kemudian memberikan hak pengelolaanya kepada Pertamina. Langkah Pak @jokowi sangat tepat&bagus," ujarnya.



"MENGIKUTI POLA BLOK MAHAKAM

Pemerintah Bisa Memutuskan Ambil Alih Tambang Freeport 2019,"cuit Rizal Ramli, 23 Desember 2018.

Divestasi Saham 51 Persen

pada pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) Indonesia memutuskan untuk membeli saham mayoritas PT Freeport Indonesia melalui PT Inalum (Persero), Sabtu (22/12/2018).

Dikutip dari laman resmi Setkab, dengan beralihnya kepemilikan saham mayoritas ke Inalum, Kontrak Karya Freeport berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi (IUPK-OP).

IUPK-OP itu menggantikan Kontrak Karya yang sudah berjalan dari tahun 1967 dan 1991 (pembaharuan) dengan masa berlaku sampai 2021.

Dengan terbitnya IUPK ini, maka PT Freeport akan mendapatkan kepastian hukum dan kepastian berusaha dengan mengantongi perpanjangan masa operasi 2 x 10 tahun hingga 2041, serta mendapatkan jaminan fiskal dan regulasi.

PT. Freeport Indonesia juga akan membangun pabrik peleburan (smelter) dalam jangka waktu lima tahun.

Dalam divestasi saham ini, Inalum membayar 3,85 miliar dolar AS kepada Freeport McMoran Inc (FCX) dan Rio Tinto, untuk membeli sebagian saham FCX dan hak partisipasi Rio Tinto di PTFI sehingga kepemilikan Inalum meningkat dari 9,36 persen menjadi 51,23 persen.

"Kepemilikan 51,23 persen tersebut nantinya akan terdiri dari 41,23 persen untuk INALUM dan 10 persen untuk Pemerintah Daerah Papua.

Saham Pemerintah Daerah Papua akan dikelola oleh perusahaan khusus PT Indonesia Papua Metal dan Mineral (IPPM) yang 60 persen sahamnya akan dimiliki oleh Inalum dan 40 persen oleh BUMD Papua,” ungkap Kementerian ESDM melalui siaran persnya, Jumat (21/12/2018) sore.

Menurut siaran pers Kementerian ESDM itu, Inalum akan memberikan pinjaman kepada BUMD sebesar 819 juta dollar AS yang dijaminkan dengan saham 40 persen di IPPM.

“Cicilan pinjaman akan dibayarkan dengan dividen PTFI yang akan didapatkan oleh BUMD tersebut."

"Namun dividen tersebut tidak akan digunakan sepenuhnya untuk membayar cicilan."

"Akan ada pembayaran tunai yang diterima oleh Pemerintah Daerah,” lanjut Kementerian ESDM.[tribun]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita