Reuni Akbar 212: Satu Dorongan ke Gerbang Istana, Maka Runtuhlah Pemerintah

Reuni Akbar 212: Satu Dorongan ke Gerbang Istana, Maka Runtuhlah Pemerintah

Gelora News
facebook twitter whatsapp

Oleh: Andi Hakim (Aktivis HMI)

Saya merenungi ucapan tuan Heru. Ia berkata jika aksi kemarin betul-betul menunjukkan jika akar rumput umat Islam itu sudah bergerak dengan politik moral. 

Massa dengan jumlah sebesar itu di jantung Ibu kota dan di depan Istana hanya membutuhkan satu dorongan ke gerbang Istana maka runtuhlah kewibawaan pemerintah. 

Tidak akan ada polisi atau militer yang akan bermain api dengan melepaskan tembakan atau kekerasan pada massa sebesar itu. Mereka akan memilih mengikuti arus daripada memasang badan menanggung resiko delegitimasi dan menjadi musuh rakyat. Tidak akan ada partai politik yang akan membela karena aksi ini muncul dari inspirasi massa bawah. Tidak ada dalam sejarahnya politisi menantang kehendak publik, ini dapat difahami mengapa belakangan semakin banyak politisi dan partai politik menarik jarak untuk mengomentari aksi-aksi massa terutama yang membawa persoalan identitas agama. 

Tetapi kerisauan itu tidak ada. Massa masih menghormati pemerintah dan pemerintahannya, mereka masih percaya pada demokrasi dan jalan damai. Mereka mencintai Indonesia dengan mengumandangkan lagu Indonesia raya dan takbir di lapangan Monas. bergemuruh membuka acara. 

Massa aksi yang sama menciptakan revolusi di Tunisia, Mesir, Libya, Irak, dan Suriah. Di Paris bahkan massa membakar dan berkelahi dengan penjaga keamanan. Menistakan para pemimpinnya dan menelantarkan rakyatnya sebagai korban konflik bersenjata. Tetapi jumlah yang ratusan kali lebih besar dari yang pernah ada di lapangan At Tahri Kairo atau Arc d Trump ada di Monas. Mereka sama sekali tidak menghujat pemerintah, atau mengganggu hak siapa pun. Bahkan kembang dan rumput pun tidak pernah didzalimi dan jalan-jalan terjaga dari kotoran. 

Ini adalah hal manifestasi politik baru massa umat Islam Indonesia. Sebuah gerakan moral dan partisipasi publik yang mesti dicatat dalam sejarah politik Indoneia. Ia bisa menjadi contoh bagi aksi massa besar di tempat-tempat lainnya.

Padahal jika ingin menjatuhkan pemerintah, hanya satu dorongan kecil ke gerbang Istana dan runtuhlah pemerintahan. [tsc]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita