Jimly Komentari Reuni 212: Jangan Bangga dengan Kuantitas yang Banyak

Jimly Komentari Reuni 212: Jangan Bangga dengan Kuantitas yang Banyak

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie angkat suara soal Reuni Akbar 212 yang baru saja rampung digelar pada Minggu (2/11). Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu berharap semoga itu menjadi aksi yang terakhir. 

"Saran saya, sebaiknya ini yang terakhir, jangan lagi. Karena tahun depan kita sudah pemilu. Biar fokus saja, enggak perlu mempertontonkan kuantitas. Kuantitas itu harus dibuktikan di Pemilu saja," kata Jimly dalam keterangan tertulis yang diterima JawaPos.com, Senin (3/12).

Jimly juga mengatakan, karena Reuni Akbar 212 digelar bertepatan dengan tahun politik dan dihadiri salah satu kubu capres Prabowo Subianto. Maka wajar saja tak ditampik jika ada anggapan acara tersebut bukan sekedar kegiatan keagamaan, melainkan berkaitan dengan kepentingan politik.

"Karena tidak mungkin terlepas dari cara pandang orang kepada kepentingan politik. Pasti dinilai ini kepentingan politik," ujarnya.

Oleh karena itu, Jimly yang pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ini juga meminta agar pengumpulan massa dalam jumlah yang besar dan berpotensi disusupi kepentingan politik sebaiknya tak lagi dilakukan jelang Pemilu 2019.

Lagi pula, lanjut mantan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ini, menunjukkan kuantitas massa pendukung capres-cawapres lewat sebuah aksi, bukan menjadi tolok ukur paslon tersebut bakal menang di pilpres, jika aksi yang digelar dihadiri jutaan orang.

"‎Karena sejuta, dua juta (massa yang hadir) bukan jaminan, jumlah penduduk kita saja sekitar 260 juta. Jadi jangan membanggakan kuantitas (lewat aksi), padahal kuantitas itu nanti akan ditentukan melalui pemilu," katanya.

Lebih jauh Jimly menyarankan para tokoh dan politisi untuk mengedepankan kegiatan yang mempererat tali persaudaraan, ketimbang pengumpulan massa yang berpotensi menimbulkan gesekan antar sesama anak bangsa.

"Mari kita tunjukkan bahwa kita bisa melaksanakan pesta demokrasi dengan riang gembira, menciptakan suasana pemilu yang aman dan damai, bersaing secara sehat, tak perlu saling menakut-nakuti, saling hujat, apalagi sampai bermusuhan hanya karena beda pilihan politik," unhkapnya.

Namun demikian Jimly tidak bisa mencegah perhelatan itu. Bahkan menurutnya perhelatan itu tidak melanggar hukum. Karena setiap warga negara diberikan haknya untuk bebas berbicara di depan umum.

"Tapi sekali lagi, (reuni atau aksi massa) ini tidak bisa dilarang, dan tidak melanggar hukum. Namun sesuatu yang tidak melanggar hukum belum tentu baik," pungkas mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden itu.

Sekadar informasi adanya dugaan muatan politik ini lantaran dalam Reuni Akbar 212 ini diketahui banyak peserta yang meneriakan Prabowo Subianto bisa menjadi Presiden Indonesia menggantikan Jokowi.

Di perhelatan itu juga ada pemutaran lagu #2019GantiPresiden dari mobil-mobil yang menggunakan speaker besar, yang kemudian dihentikan oleh panita. 

Selain itu Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab menyerukan supaya di 2019 Indonesia memiliki kepala negara baru. Termasuk jangan memilih partai yang mendu‎kung penistaa agama. [jpc]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita