Gegara Dikorupsi, Shelter Tsunami Tak Bisa Digunakan Orang Lansia Saat Tsunami Banten

Gegara Dikorupsi, Shelter Tsunami Tak Bisa Digunakan Orang Lansia Saat Tsunami Banten

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - SEBUAH bangunan kusam berdiri di Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang.

Bangunan berwarna kuning pudar itu merupakan shelter tsunami.

Namun, shelter tersebut sudah tidak berfungsi.

Bahkan, dilansir dari Wartakotalive, papan penunjuk shelter tertutup lapak-lapak milik pedagang.

Kemungkinan besar, tak banyak yang tahu bahwa tempat itu didirikan untuk berlindung dari tsunami.

Penampakan bangunan juga tak meyakinkan untuk dijadikan tempat berlindung.

Warga sekitar bernama Ace mengatakan kepada Kompas.com bahwa dirinya malah takut untuk menyelamatkan diri ke Shelter Tsunami.

"Saya malah takut bangunannya tidak kokoh, takut gempa malah roboh, lagi pula belum pernah ada sosialisasi sebelumnya kalau ada tsunami harus mengungsi ke sini," kata Ace kepada Kompas.com.

Ace mengatakan, memang malam itu ada sejumlah warga menyelamatkan diri ke Shelter saat air laut mulai naik, namun tidak banyak dan mayoritas adalah anak-anak muda yang bertenaga.

"Kalau orang tua ngos-ngosan mas, tangganya sangat curam dan licin, saya saja yang masih segar malas naik ke atas, pikirkanlah kalau orang tua, tidak sanggup," ujar dia.

Akses ramp tertutup material sehingga tak bisa berfungsi.

Sementara tangganya curam dan licin apalagi saat hujan.Sebab, lantainya terbuat dari keramik.

Warga lainnya yang bernama Johan mengatakan bahwa sejak shelter dibangun pada 2010, bangunan itu tak pernah difungsikan.

"Di atas itu ada toilet, tapi sekarang sudah rusak, ada ruangan juga, tapi sangat kotor, banyak sampah, jika hujan, di lantai paling atas juga sering banjir," kata Johan.

Kata dia, Shelter akan ramai jika pada akhir pekan saja menjelang malam.

Saat itu, menurut dia, banyak anak-anak ABG yang nongkrong.

"Sering rame anak-anak ABG di sana, bahkan bisa sampai tengah malam, sudah sering sekali ditertibkan sama aparat, tapi mereka enggak kapok," ujar Johan.

Bupati Pandeglang Irna Narulita mengungkapkan bahwa shelter tersebut terhalang pembangunannya karena kasus korupsi.

Hingga saat ini, kasus tersebut masih diselidiki oleh Polda Banten.

Pihaknya telah meminta izin kepada pemerintah provinsi untuk melanjutkan pembangunannya.

"Saya juga sudah sampaikan ke Kapolres (Pandeglang) apakah boleh diambil alih, karena saat ini tengah tahap penyelidikan Polda Banten, saya tidak tahun sudah sampai mana prosesnya," kata Irna saat dikonfirmasi Kompas.com, di Labuan, Jumat (28/12/2018).

Harapan Irna, jika diambil alih oleh Pemkab Pandeglang, maka shelter tersebut bisa digunakan sebagaimana mestinya, yakni jadi tempat evakuasi warga seperti saat tsunami datang seperti Sabtu (22/12/2018) lalu.

Namun tentunya, kata dia, bakal dikaji terlebih dahulu, apakah strukturnya kokoh atau tidak jika menopang banyak pengungsi.

"Besok tim kami akan kaji memastikan apakah kuat menampung ratusan orang," kata dia.

Tsunami Selat Sunda yang melanda Banten, Pandeglang dan Lampung pada 23 Desember 2018 lalu menelan banyak korban.

Ketiadaan sistem peralatan peringatan dini menyebabkan masyarakat tak punya waktu untuk evakuasi.

Hal itu dijelaskan oleh Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho melalui akun Twitternya.

Ribuan orang mengungsi ke tempat yang lebih tinggi.

Seandainya dana pembangunan shelter Labuan tidak dikorupsi, bangunan itu tentu akan menjadi salah satu titik lokasi pengungsian korban tsunami Selat Sunda. [tribun]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita