Wiranto: Tak Ada Penjarahan di Palu, yang Ada Pengambilan Barang

Wiranto: Tak Ada Penjarahan di Palu, yang Ada Pengambilan Barang

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Menkopolhukam Wiranto menepis kabar dan informasi mengenai tindakan warga Palu dan sekitarnya yang menjarah toko-toko hingga minimarket di sana. Wiranto tidak sepakat apabila tindakan warga yang terkena musibah itu disebut penjarahan, tetapi pengambilan barang karena terjadi di situasi darurat.

"Saya sendiri baru lihat tadi malam, saya tiga hari di sana. Saya lihat langsung bahwa ada perbedaan antara penjarahan dan pengambilan barang dari toko terutama makanan dan minuman," ujar Wiranto di Kantor Kemenkopolhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (1/10).

Ia menjelaskan, seharusnya semua pihak bisa memaklumi aksi warga yang sedang dalam kondisi tertekan dan panik pasca terjadinya bencana gempa serta tsunami. Karena, suplai makanan dan minuman sangat terbatas.

Dengan demikian, jajaran pemerintah bersepakat untuk membuka minimarket yang ada di lokasi terdekat dari pengungsian warga dan membaginya kepada masyarakat terdampak. Nantinya, semua barang-barang yang diperuntukkan kepada warga akan diganti oleh pemerintah.

"Karena keterbatasan suplai makanan dan minuman, tentu mereka akan mengambil barang-barang dari toko makanan dan minuman itu. Tapi kemarin kita rapat, kemudian kita bijaksanakan ada Mendagri, ada saya, Gubernur, Kapolda, Pangdam, Panglima TNI, kita bicarakan lebih baik daripada penjarahan liar, lebih baik kita buka minimarket itu ambil barangnya nanti diganti oleh uang," tuturnya.

Penjarahan mini market di Kota Palu setelah gempa dan tsunami. (Foto: REUTERS/Stringer)
Selain makanan dan minuman, pemerintah juga menggratiskan bahan bakar minyak (BBM) yang masih tersedia. Untuk itu, ia berharap semua pihak tidak lagi memakai istilah penjarahan yang lebih berkonotasi negatif tersebut.

"Kemudian sebenarnya istilah penjarahan itu kurang tepat karena memang akan dibayar. Ini akan kita atur, termasuk bahan bakar," ucapnya.

"BBM terbatas karena akan dialihkan ke genset yang akan digunakan untuk aktivitas rumah sakit. Maka bahan bakar jadilah terbatas. Masyarakat jadi antre, tapi antre ya itu tertib sebenernya. Mereka bayar juga. Saya jelaskan bahwa sebenarnya istilah penjarahan perlu dikoreksi. Kemungkinan ada, tapi sementara ini kebijaksanaan kita begitu," pungkas Wiranto.

Warga mengantre BBM di SPBU selama 4 hingga 5 jam untuk mendapatkan bahan bakar. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita