Ustadz Abrar Rifai: Walau Suramadu Digratiskan, Madura Tetap Akan Menjadi Milik Prabowo

Ustadz Abrar Rifai: Walau Suramadu Digratiskan, Madura Tetap Akan Menjadi Milik Prabowo

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Kebahagiaan adalah satu di antara kebutuhan asasi manusia dalam kehidupan. Sebab, jika kebahagiaan lepas dari kita, sepertinya hidup ini tidak lebih baik dari kematian. Maka karenanya, kita dituntut untuk selalu bahagia.

Menatap Pilpres 2019 pun harus tetap dengan bahagia. Yang tidak bisa bahagia dengan segala dinamika Pilpres ini, sebaiknya tidak usah terlibat. Sebab mereka yang sulit bahagia, biasanya akan ngajak orang lain untuk cepat-cepat mati!

Terkhusus untuk kubu Prabowo-Sandi, saya akan berbagi kabar bahagia. Baik yang sudah diketahui atau pun yang terlewat dari mata khalayak.

Untuk orang Madura. Pada 2014 yang lalu Prabowo menang mutlak di Madura. Sebaliknya, Jokowi benar-benar terseok hanya untuk mendapatkan sedikit suara. Maka, demi untuk meraih suara lebih banyak di Madura, Jokowi kini menggratiskan Jembatan Suramadu.

Tapi apakah lantas orang Madura bersedia menukar suara mereka dengan penggratisan tersebut? Kita lihat saja nanti. Yang pasti, sejauh mata memandang, Madura tetap akan menjadi milik Prabowo.

Ketahuilah, bahwa orang Madura tetap menjunjung izzah agamanya, dari pada sekedar lewat jembatan tanpa bayar. Dan sejauh ini, Jokowi tidak bisa melepaskan diri sabagai orang yang paling mendukung Ahok, si penista agama. Belum lagi kalau mencermati orang-orang di sekitar Jokowi, dari dulu hingga kini.

Emak-emak. Sepanjang sejarah Pilpres, belum pernah emak-emak seheboh sekarang. Ternyata itu tidak lepas dari kegantengan Cawapres Sandiaga Salahuddin Uno. Di mana pun bumi dipijak Sandi, di sanalah emak-emak datang merubung.

Sebenarnya yang gemar pada Sandi bukan hanya emak-emak. Tapi para lelaki, tua dan muda pun menyukai Sandi. Sebab Sandi tidak sekedar ganteng. Tapi Sandi itu kaya, baik hati dan rajin beribadah.

Sandi begitu menghormati orang tua. Pada beberapa kesempatan, saya saksikan Sandi begitu hormat mencium tangan orang-orang tua. Tak kira alim atau bukan. Tak kira berpangkat atau pun jelata. Terkhusus para kiai, keta’zhiman Sandi sudah layaknya santri.

Bagi para muda dan pengusaha, Sandi adalah motivator yang sangat peduli. Bukan sekedar verbal. Tapi bahasa tubuh dan ketulusan hati, begitu alami. Tidak dibuat gaya-gayaan.

Mbak Titik Soeharto, semakin ke sini pun semakin menampakkan keharmonisannya bersama Pak Prabowo. Ini tentu adalah kenyataan bahagia bagi orang-orang seperti saya, yang mensyaratkan seorang pemimpin haruslah seorang suami yang masih harmonis dengan istrinya.

Waktu saya menemani Prabowo-Sandi nyekar ke makam Masyayikh Tebuireng: Mbah Hasyim, Pak Wahid, Gus Dur dll, satu di antara doa yang diulang Capres-Cawapres ini adalah doa: Rabbana atina fiddunya hasanah, wa fil akhirati hasanah waqina adzabannar.

Kebahagiaan di dunia itu adalah niscaya. Kebahgiaan di akhirat adalah tuntutan. Terlebih bagi sukarelawan seperti saya dan banyak lainnya, mengikhlaskan niat pada setiap jengkal usaha kemenangan Prabowo-Sandi adalah bahagia yang saat ini sedang dilukis di dinding langit.

31 Oktober 2018

Oleh: Ustadz Abrar Rifai

(Pengasuh Ponpes Babul Khairat)

(dari fb penulis) [portalislam]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita