Kejagung Didesak Segera Eksekusi Mati Gembong Narkoba

Kejagung Didesak Segera Eksekusi Mati Gembong Narkoba

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Kejaksaan Agung (Kejagung) dinilai lambat menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal Peninjauan Kembali (PK) yang boleh berkali-kali. Padahal, akibat putusan itu, eksekusi mati untuk gembong narkoba jadi tertunda-tunda.

Wakil Ketua Komisi III DPR, Trimedya Pandjaitan mengatakan sikap tersebut bisa membuat Indonesia dianggap lemah oleh bangsa asing dalam menindak bandar narkoba. Trimedya menuntut Kejagung segera membuat terobosan. Para terpidana mati kasus narkoba yang sudah berkekuatan hukum tetap harus segera dieksekusi.

"Kalau tidak dilaksanakan (hukuman mati), nanti dianggap negara kita tidak serius. Yang lebih parah, dianggap bahwa mafia-mafia narkoba bisa kendalikan hukum kita. Akhirnya, efek jera tidak ada. Ini yang harus jadi perhatian Jaksa Agung," ucap politisi senior PDIP ini, Senin (1/10).

Sebenarnya, Kejagung sudah tiga kali melakukan eksekusi mati terhadap para bandar narkoba. Eksekusi terakhir dilaksanakan pada Juli 2016 terhadap empat gembong narkoba yakni, Freddy Budiman (Indonesia), Michael Titus (Nigeria), Humprey Ejike alias Doktor (Nigeria), dan Cajetan Uchena Onyeworo Seck Osmane (Afrika Selatan). 

Setelah itu, eksekusi mati terhenti akibat adanya putusan MK soal PK boleh berkali-kali. Akibat putusan itu, para gembong narkoba yang sudah divonis mati mencoba mengulur-ulur waktu. Caranya, dengan terus-menerus mengajukan PK.

Trimedya mengaku sudah berkali-kali menyatakan hal ini kepada Jaksa Agung M Prasetyo. Namun, belum ada solusi jitu dalam menyikapi putusan MK tadi. 

"Itu juga yang kami pertanyakan ke Jaksa Agung dalam Rapat Komisi III setahun lalu. Beliau bilang bisa (lakukan eksekusi mati tahap IV). Namun, masih menunggu upaya hukum (dari para gembong narkoba)," katanya.

Dia berharap, Kejagung tidak lagi menunda-nunda eksekusi itu. Meski para bandar itu sedang mengajukan PK, eksekusi harus tetap dilaksanakan. Trimedya pun meminta Kejagung merespons tuntutan Badan Narkotika Nasional (BNN) agar eksekusi mati ini dilakukan sesegera mungkin.

Jika eksekusi tidak segera dilaksanakan, dia khawatir peredaran narkoba semakin parah. Buktinya, dalam dua tahun terakhir, peredaran narkoba semakin marak. Jumlah yang diselundupkan berton-ton. Pengedar juga ternyata bandar yang sedang dipenjara.

"(Eksekusimati) itu kan bagian dari sikap konsistensi Pemerintah dalam memerangi narkoba. Jadi, betul kata BNN itu. Makanya, minggu depan, dalam Rapat Kerja dengan Jaksa Agung, ini akan kami tanyakan lagi," katanya.

Sebelumnya, Kepala BNN Komjen Heru Winarko meminta kepastian waktu pelaksanaan eksekusi mati bagi terpidana kasus narkoba. Hal itu dilakukan untuk meminimalisir peredaran narkoba lewat lapas. 
Berdasarkan catatan BNN, setidaknya ada 91 terpidana mati kasus narkoba yang telah berkekuatan hukum tetap. Dari jumlah itu, dua terpidana masih bisa mengendalikan bisnis haramnya di balik jeruji besi.

"Malah, ada yang baru tiga bulan kami tangkap, main (narkoba) lagi. Sudah hukuman mati, main lagi. Ini (eksekusi mati) yang kita harapkan ada kepastian hukum," ucapnya. [rmol]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA