Beda dengan Pejabat, Pengamat ini Sebut Hoax Ratna Sarumpaet Hanya Merusak Dirinya Sendiri

Beda dengan Pejabat, Pengamat ini Sebut Hoax Ratna Sarumpaet Hanya Merusak Dirinya Sendiri

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Publik Tanah Air baru saja digegerkan dengan drama kasus penganiayaan Ratna Sarumpaet.

Bahkan, sebelumnya Capres Prabowo Subianto juga sempat 'kecele' karena turut andil menyebarkan kebohongan Ratna. 

Episode hari pertama, Senin 1 Oktober 2018, dimulai dengan beredarnya gambar muka Ratna Sarumpaet bengkak atau lebam. Diiringi dengan kisah penganiayaan yang dialami aktivis perempuan berusia 70 tahun itu.

Episode hari kedua, Selasa 2 Oktober 2018, komentar demi komentar bermunculan. Mulai dari Capres Prabowo Subianto, Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon dan Fahri Hamzah, hingga tokoh reformasi Amien Rais meminta kasus Ratna Sarumpaet diusut.

Selanjutnya, episode hari ketiga, Rabu 3 Oktober 2018, polisi membeberkan temuan yang menyebut lebam-lebam Ratna Sarumpaet tidak dianiaya, tapi operasi plastik. 

Sore harinya, Ratna Sarumpaet kemudian menggelar jumpa pers dengan berlinang air mata. Membuat pengakuan bahwa dirinya telah berbohong dan meminta maaf.

Pengamat media sosial UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Iswandi Syahputra menilai gegernya kasus hoax Ratna Sarumpaet lantaran penyebarannya lebih cepat dan dipercaya publik. Hal itu tak lepas dari status Ratna, yang tak lain adalah sosok aktivis senior dan tokoh publik.

Hal tersebut, menurut Iswandi, sama juga dengan hoax yang diproduksi oleh pejabat negara juga akan lebih cepat dipercaya, diterima dan disebarkan. 

"Bedanya, Ratna hanya merusak dirinya, tapi tidak merusak negara karena dia bukan pejabat negara. Ini berbeda jika hoax atau kebohongan dibuat oleh pejabat negara," kata Iswandi saat memberi materi seminar 'Cerdas Bermedia Sosial Perspektif UU ITE' di Fakultas Syari'ah dan Ilmu Hukum Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Padang Sidempuan, Sumatera Utara, Kamis (4/10/2018).

Lebih jauh, mantan Komisioner KPI Pusat ini mengungkapkan, bahwa siapa pun dapat menjadi korban hoax tanpa terkecuali. 

Sebab, kata dia, hoax memang diciptakan mirip dengan kenyataan sehingga mudah diterima sebagai sebuah kebenaran. 

"Hoax adalah ketidakbenaran yang diproduksi secara sengaja untuk menyamarkan kebenaran. Sehingga menjadi kabur antara kebohongan, kecurangan, kejahatan dan kebenaran. Ini yang menyebabkan orang mudah percaya pada hoax. Apalagi disampaikan oleh tokoh publik," papar Iswandi.

Bahkan, lanjutnya, dalam sejarah Islam pun Nabi Muhammad SAW juga pernah menjadi korban hoax. 

"Kalau mengacu pada Al-Quran Surat An,-Nur ayat 12 dan 15, Nabi Muhammad SAW juga pernah menjadi korban hoax atau kabar bohong. Jadi, siapa saja dapat menjadi korban hoax," ujarnya.

Sementara itu, Dekan Syari'ah dan Ilmu Hukum IAIN Padang Sidempuan, Fatahuddin Aziz Siregar meminta para mahasiswa ambil bagian sebagai agen pencegah hoax di masyarakat. 

"Dalam perspektif hukum, tindakan penyebaran hoax dapat dicegah dengan memahami sanksi hukum dalam UU ITE. Sanksi ini harus terus diingat sebelum menyebar hoax," Aziz mengingatkan. [tsc]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita