Bawaslu Belum Bisa Simpulkan Guru Nelty Doktrin Anti-Jokowi

Bawaslu Belum Bisa Simpulkan Guru Nelty Doktrin Anti-Jokowi

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Bawaslu DKI Jakarta masih belum bisa memutuskan adanya pelanggaran pemilu terkait kasus dugaan doktrin anti-Joko Widodo di SMAN 87 Jakarta. Hal tersebut diungkapkan Komisioner Bawaslu Jakarta, Puadi, usai menggelar rapat pleno bersama Penegak Hukum Terpadu (Gakkumdu) di kantor Bawaslu Jakarta, Rabu (17/10).

“Tadi hasilnya pembicaraan kita di Gakkumdu, dengan Polisi dan Kejaksaan belum menemukan sebuah kesimpulan, karena memang pertama harus ada yang ditelusuri lagi, artinya memang si pelapor yang tidak diketahui identitasnya yang menyampaikan pelaporan sampai saat ini belum jelas,” kata Puadi di Bawaslu Jakarta, Jalan Danau Agung 3, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (17/10).

Kasus ini berawal saat seorang guru agama di SMAN 87 Jakarta, Nelty Khairiyah, diduga menyampaikan sikap politiknya terhadap salah satu paslon Pilpres 2019 ketika kegiatan belajar-mengajar di ruang kelas. Ketika menampilkan cuplikan video gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah, Nelty diduga menyebut bahwa bencana itu terjadi akibat Joko Widodo.

Adapun kasus itu diduga dilaporkan oleh orang tua siswa berinisial H. Saat itu, H diduga mengirimkan pesan singkat via SMS ke kepala sekolah SMAN 87 Jakarta dan melaporkan Nelty.

Akan tetapi, Puadi mengatakan, dalam pertemuan klarifikasi yang digelar pada Senin (15/10), H membantah telah mengirim pesan tersebut. Ia juga mengaku tidak memiliki anak yang bersekolah di SMAN 87 Jakarta. H justru memberikan nomor lain untuk ditelusuri Bawaslu, namun nomor tersebut tidak aktif.


Maka, menurut Puadi, Bawaslu akan kembali meminta keterangan H untuk memastikan pengirim pesan singkat tersebut.

“Kita telusuri lagi dengan mendalami nomor (H) ini, dengan investigasi lagi, dengan cara kita panggil si H ini atau kita datangi rumahnya sambil terus menelusuri nomor tersebut oleh pihak IT,” kata Puadi.

Puadi mengatakan, Bawaslu masih memiliki waktu hingga 22 Oktober 2018 untuk memberikan status laporan kasus tersebut. Bahkan bila dibutuhkan keterangan tambahan, Bawaslu bisa memperpanjang waktu penyelidikan hingga 31 Oktober 2018.

“Karena memang ini registrasi tertanggal 12 (Oktober 2018), jadikan mekanisme prosedur ini terkait dugaan pelanggaran baik laporan dan temuan itu 7 hari setelah diketahui. Nah kita ini sudah meregistrasi dihitung hari kerja maka terakhir tanggal 22 Oktober (2018). Kita punya waktu sebenarnya, ketika dibutuhkan keterangan tambahan itu 7 hari lagi jadi 14 hari sampai tanggal 31 Oktober (2018),” imbuh Puadi.

Dalam pertemuan klarifikasi, Nelty juga membantah tuduhan tersebut. Begitu juga dengan Kepala Sekolah SMA 87 Jakarta Patra Patriah dan siswa yang diajar oleh Nelty. Mereka membantah adanya doktrin anti-Jokowi.

Meski begitu, Nelty sudah meminta maaf kepada Jokowi. Selain itu, ia juga telah mengirimkan surat permintaan maafnya kepada Jokowi. [kumparan]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita