Sandera Korupsi Partai Koalisi Jokowi

Sandera Korupsi Partai Koalisi Jokowi

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Beberapa partai politik koalisi pengusung bakal calon Presiden Joko Widodo mulai ditelisik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kasus rasuah baik melibatkan individu kader atau pun institusinya.

Lantas dampak apa yang akan diterima Jokowi atas kasus yang akan menjerat sebagian parpol koalisinya?

"Mungkin saja, parpol yang diduga terlibat menjadi beban tersendiri bagi Jokowi atau sebaliknya," tutur pakar komunikasi politik Unair, Suko Widodo kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (4/9).

Partai Golongan Karya (Golkar) nampaknya mulai tersinggung ihwal ancaman KPK yang akan menyeret dalam pidana korporasi di kasus suap proyek PLTU Riau-1. 

Tersangka suap proyek PLTU Riau-1 sekaligus kader Golkar Eni Maulani Saragih sempat mengatakan bahwa sebagian uang korupsi yang ia terima diberikan untuk keperluan Munaslub Golkar pada Desember 2017 lalu.

Ia mengakui uang tersebut merupakan aliran dana haram sebesar Rp2 miliar dari pemegang saham PT Blackgold Natural Resources Johannes B. Kotjo. 

Eni merupakan Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Golkar. Pada saat Munaslub, ia bendahara panitia.  

"Tidak menutup kemungkinan Golkar dikenakan pidana korporasi. Mengingat, Golkar sebuah organisasi atau wadah sekumpulan orang yang memiliki tujuan sama,” kata Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang melalui keterangan tertulisa lewat pesan elektronik, kemarin (Senin, 3/9).

Pasal 20 Undang-Undang Nomor 31/1999 juncto Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) yang secara eksplisit telah menyatakan bahwa sebuah korporasi bisa dituntut dan dijatuhi pidana terkait tindak pidana korupsi.

Kasus membuat sejumlah kader Golkar melakukan tangkisan tuduhan tersebut, bahkan sebagian kader menantang KPK

Wakil Ketua Badan Hukum Dan HAM (Bakumham) DPP Partai Golkar Muslim Jaya Butar-Butar menegaskan, penerapan tindak pidana korporasi tidak bisa digunakan dalam kasus Eny Saragih yang diduga menerima aliran dana untuk Munas Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar dari sumber PLTU 1 Riau.

"Tindak pidana korporasi tidak bisa digunakan dalam kasus ini. Karena Partai politik itu beda dengan perusahaan," tegas Muslim Jaya Butar-Butar.

Sementara itu, Ketua Umum PPP Romahurmuziy (Rommy) pernah merasakan dinginnya lantai 9 ruang penyidik KPK. Ia menghadiri undangan pemeriksaan KPK untuk diambil keterangannya perihal dugaan temuan uang haram di rumah Wakil Bendahara Umum PPP, Puji Hartono.

Pemanggilan Rommy diwarnai beberapa kali aksi mangkirnya, mulai berada di luar kota hingga mengutus stafnya diduga mencari alasan. 

"Yang bersangkutan akan diperiksa terkait kapasitas jabatannya sebagi ketua umum PPP," ungkap Jurubicara KPK, Febri Diansyah beberapa waktu silam.

Terkait kabar Romy diperiksa KPK ini membuat sejumlah elite PPP membantah tentang adanya dugaan keterlibatan atau peran atau keterkaitan pimpinan partainya itu dengan kasus ini.

Pun KPK mengatakan pemeriksaan Romy untuk kapasitasnya sebagai Ketum PPP yang diduga mengetahui tentang orang-orang yang menjadi kader dan pengurus PPP yang sebelumnya diperiksa KPK.

Saksi-saksi kader dan pengurus PPP yang sudah diperiksa yakni anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PPP sekaligus Ketua DPP PPP Irgan Chairul Mahfiz, Wakil Bendahara Umum DPP PPP sekaligus mantan Ketua DPW PPP Provinsi Bali Puji Suhartono, dan Bupati Tasikmalaya, Jawa Barat sekaligus Ketua DPC PPP Tasikmalaya Budi Budiman. [rmol]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA