Mengapa Gerakan #2019GantiPresiden Kerap Dipersekusi?

Mengapa Gerakan #2019GantiPresiden Kerap Dipersekusi?

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Gerakan #2019GantiPresiden kembali menghadapi aksi persekusi dari pihak-pihak yang tidak setuju atas tagar oposisi tersebut dideklarasikan di berbagai daerah. Yang terakhir, adalah ancaman dari Pemuda Pancasila Provinsi Riau yang berencana menyegel bandar udara jika #2019GantiPresiden dideklarasikan di provinsi mereka akhir pekan mendatang.

"Kami minta polisi tidak berikan izin. Apabila diberikan izin, bandara akan kami segel, akan kami tutup," kata Wadankoti Mahatidana Pemuda Pancasila Riau, Renaldi usai menyampaikan aspirasinya di Mapolda Riau, Kota Pekanbaru, Selasa (21/8).

Deklarasi #2019GantiPresiden rencananya akan digelar di Kota Pekanbaru pada 26 Agustus. Sejumlah tokoh gerakan itu seperti Neno Warisman hingga Ahmad Dhani rencananya akan hadir dalam kegiatan tersebut.

Renaldi mengatakan, jika Polda Riau tetap memberikan izin kegiatan tersebut, maka Pemuda Pancasila akan bermalam di bandara. Ini supaya para pegiat ganti presiden yakni Neno Warisman dan Ahmad Dhani tak bisa keluar.

Renaldi menilai, gerakan #2019GantiPresiden hanya akan memecah belah masyarakat Provinsi Riau, yang sejauh ini ia nilai sudah sangat kondusif. Dia mengaku tidak mempermasalahkan siapa pun nanti presiden terpilih. Namun, menurut dia kegiatan deklarasi ganti presiden yang akan digelar tersebut tidak pada waktu yang tepat.

Penolakan juga muncul dari Ikatan Keluarga Nias Riau yang diwakili oleh Sefianus Zai. Zai yang pada saat bersamaan juga mendatangi Polda Riau bersama Pemuda Pancasila menilai, bahwa kegiatan tersebut sarat muatan politis dan melanggar aturan berlaku.

"Ini kan belum masa kampanye dan sarat muatan politis. Kami khawatir terjadi gesekan di masyarakat," ujarnya.

Selain dua ormas di atas, pada waktu yang sama penolakan juga dilakukan oleh beberapa orang yang mengaku mahasiswa. Penolakan itu dilakukan dengan aksi demonstrasi di pintu masuk Mapolda Riau.

Polda Riau sendiri hingga kini menyatakan belum menerbitkan izin penyelenggaraan deklarasi #2019GantiPresiden. Pihak Polda Riau masih mengevaluasi dan mempertimbangkan izin untuk Neno Warisman dkk.

"Nanti kita putuskan apakah diberi izin atau tidak. Atau sekadar menerima pemberitahuan dari mereka bahwa mereka akan melakukan kegiatan," kata Direktur Intelijen dan Keamanan Polda Riau, Komisaris Besar Polisi Trijan Faisal.

Bukan kali ini saja Neno Warisman mengalami persekusi. Pada 28 Juli lalu, sejak sore hingga hampir tengah malam ia tidak bisa meninggalkan Bandara Hang Nadim, Batam. Saat itu, Neno merasa ada massa yang mengadang dan menghalangi kedatangannya agar tidak datang ke Batam untuk acara #2019GantiPresiden, yang rencananya akan digelar di sebuah masjid yang ada di kota itu.

“Sampai saat ini belum ada tanda-tanda saya dan kawan-kawan bisa keluar dari Bandara Hang Nadim. Padahal saya  mendarat jam 17.00 sore tadi. Disandera jadinya kami di sini,’’ kata Neno Warisman kepada Republika.co.id, Sabtu (28/7) malam sekitar pukul 22.30 WIB.

Menurut Neno, pihak aparat polsek dan polres setempat memang ada. Namun, keterangan yang dia dapat dari aparat katanya tidak mampu membubarkan massa di depan yang terdiri yang menghalangi kedatangannya.

“Baru saja kabar terakhir ketua panitia dipaksa untuk menandatangani pernyataan membatalkan acara deklarasi besok. Polisi akan jamin keselamatan saya kalau acara dibatalkan,’’ katanya.

Ketua Dewan Pembina Tim Pembela Muslim (TPM), Mahendradatta, menyesalkan insiden penolakan kedatangan mantan artis sekaligus pendakwah Neno Warisman di Bandara Hang Nadim Batam pada Sabtu (28/7) malam. Menurut dia, pembiaran secara vulgar oleh aparat kepada massa pendemo di kawasan bandara justru memperbesar pesan gerakan #2019GantiPresiden yang selama ini digaungkan oleh Neno Warisman.

"Kejadian pencegatan ini justru akan membuat masyarakat yang semula acuh tak acuh dengan gerakan menyatakan pendapat ganti presiden menjadi tertarik, dengan lain perkataan justru membesarkan gerakan tersebut," kata Mahendradatta, kepada wartawan, Ahad (29/7).

Ia yakin publik akan melihat ketidakprofesionalan aparat yang terkesan tidak bekerja atas pelanggaran pendemo tersebut. Menurut aturan hukum yang berlaku baik UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat maupun Peraturan Menhub 2017 soal Kemananan Penerbangan Nasional, telah terjadi pelanggaran terhadap kedua aturan tersebut.

"Pertama, tidak boleh ada unjuk rasa di area obyek vital seperti Pelabuhan Udara, waktunya pun terbatas sampai jam 18.00 untuk ruang terbuka publik atau jam 20.00. Kemudian untuk ruang tertutup kemudian ditegaskan oleh Kep Menhub bahwa area bandara tidak boleh untuk unjuk rasa," jelas Mahendradatta.

Belakangan, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mengunjungi rumah Neno di Kompleks Griya Tugu Asri, Cimanggis, Depok, Selasa (31/7). Pertemuan berlangsung selama dua jam, dari pukul 15.00 WIB hingga 17.00 WIB.

"Saya datang selain silahturahim juga memberi dukungan moril atas persekusi yang dialami Neno di Batam," kata Prabowo seusai keluar dari rumah Neno.

Menurut Prabowo, perbedaan pendapat dalam politik itu merupakan hal yang biasa. Sehingga, ia mengingatkan jangan sampai ada pertikaian yang berlebihan apalagi menjurus kepada tindak pidana.

"Mengungkapkan pendapat itu dijamin konstitusi. Jadi jangan berbeda pendapat terus di persekusi. Saya minta jangan ada lagi persekusi," tegasnya.

Imbauan pembatalan deklarasi gerakan #2019GantiPresiden bahkan pernah keluar dari lembaga resmi seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI). Pada awal Agustus 2018, Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Sa'adi lewat pernyataan tertulisnya mengimbau agar deklarasi #2019GantiPresiden tidak digelar di Jawa Barat (Jabar).

Imbauannya ini mendukung pernyataan MUI Jabar yang tidak menginginkan adanya kericuhan dan bentrok antara #2019GantiPresiden dengan kubu yang kontra. "Kami mendukung imbauan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat agar deklarasi tagar #2019GantiPresiden tidak digelar di Jabar," kata Zainut dalam siaran pers, Kamis (2/8).

Alasannya, karena MUI khawatir gerakan tersebut dapat menimbulkan konflik di tengah panasnya suhu politik. Bahkan MUI Pusat juga berharap jika memungkinkan agar hal tersebut tidak dilakukan di manapun di seluruh wilayah Indonesia.

Klaim gerakan di 34 provinsi

Sebagai gerakan politik oposisi, gerakan #2019GantiPresiden resmi dideklarasikan di bilangan Monas, Jakarta pada 6 Mei 2018. Salah satu inisiator gerakan, yakni politikus PKS, Mardani Ali Sera, mengklaim acara deklarasi dihadiri tidak hanya dari wilayah Jabodetabek.

"Untuk grup WhatsApp sudah 34 provinsi. Kalau jumlah yang tergabung, saya tidak tahu persisnya berapa, pastinya relawan akan terus bertambah," kata Mardani.

Mardani belakangan, bahkan berani mengklaim dukungan gerakan #2019GantiPresiden kepada pasangan bakal capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno bisa meningkatkan elektabilitas pasangan itu. Menurutnya, gerakan tersebut akan menegaskan dukungannya kepada Prabowo-Sandiaga.

"Kami belum memutuskan. Kalau #2019GantiPresiden sudah memutuskan mendukung Prabowo-Sandiaga, maka akan melonjak (elektabilitas) Prabowo-Sandiaga," ujar Mardani kepada wartawan di acara peluncuran buku '#2019GantiPresiden, Catatan Sang Inisiator', di Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (21/8).

Mardani menampik jika #2019GantiPresiden ini disebut kurang efektif terhadap elektabilitas Prabowo-Sandiaga. Sebab, menurutnya, antusiasme masyarakat di luar terhadap gerakan ganti Presiden ini sangat bagus.

"Kami yakin setelah pengumuman (dukungan), nanti (elektabilitas) akan semakin menguat. Pelan-pelan dukungan kami nanti akan migrasi ke Prabowo-Sandiaga," jelasnya.

Bagaimana dengan respons kubu lawan politik? Sekretaris Kabinet Pramono Anung pernah bersuara terkait maraknya jingle ataupun yel-yel #2019GantiPresiden. Menurut dia, di dalam negara demokrasi, masyarakat bebas membuat yel, puisi, atau apa pun. Kendati demikian, hal tersebut tak boleh dipaksakan kepada masyarakat lainnya.

Ia menilai, Istana pun menganggap munculnya yel-yel tersebut sebagai bagian dari demokrasi. "Paling penting tidak boleh ada pemaksaan kepada rakyat. Kita harus hormati untuk itu. Sebagai partai pendukung kami lihat itu sebagai bagian lucu-lucuan saja," ujar Pramono di kantornya, Jakarta, Rabu (6/6).

Penilaian pengamat politik

Benarkah gerakan #2019GantiPresiden layak diremehkan atau sekadar lucu-lucuan dalam rangka pesta demokrasi? Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA pernah memaparkan hasil survei pascapilkada pada awal Juli lalu yang menyatakan, bahwa ada kecenderungan menguatnya kampanye #2019GantiPresiden.

"Pamor #2019GantiPresiden cenderung naik pascapilkada," kata peneliti senior Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Adjie Alfaraby.

Menurut survei LSI, kampanye #2019GantiPresiden naik 60,50 persen pada Juli. Padahal, pada Mei pamor kampanye gerakan itu baru 50,80 persen.

"Ini artinya banyak kalangan di masyarakat yang menyukai kampanye ganti presiden ini, dan pamornya naik justru setelah pilkada. #2019GantiPresiden semakin dikenal dan disukai, pamornya makin naik," ujarnya.

Pendiri Kelompok Diskusi dan Opini Publik Indonesia (Kedaikopi), Hendri Satrio pun mengingatkan kubu Jokowi tidak meremehkan gerakan #2019GantiPresiden yang dinilainya adalah bagian dari Koalisi Keumatan. Menurut Hendri, kampanye #2019GantiPresiden masih populer di media sosial.

Selama ekonomi dan penegakkan hukum di Indonesia dinilai publik masih belum baik, maka tagar #2019GantiPresiden akan tetap populer. "Jadi akan tergantung pada kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah," ungkapnya. [rol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita