GELORA.CO - Ekonomi kita perlu waspada. Neraca perdagangan defisit, kurs rupiah jeblok sementara cadangan devisa terus tergerus. Di tengah kondisi itu, muncul krisis ekonomi Turki yang berimbas kemana-mana. Kondisi jadi tegang. Tak ingin makin terpuruk, Presiden Jokowi mengumpulkan kembali tim ekonominya di Istana, kemarin. Jokowi menginstruksikan anak buahnya waspada dan siaga.
Goncangan krisis ekonomi di Turki terasa di sejumlah negara. Termasuk Indonesia. Senin kemarin, nilai tukar rupiah melorot sampai ke Rp 14.678 per dolar Amerika Serikat (AS). Ini pelemahan tertinggi dalam tiga tahun terakhir. Pasar saham pun terguncang. IHSG memerah. Turun dari level biru di angka Rp 6.000. Sampai kemarin, kurs rupiah belum pulih benar setelah dihajar dolar. Dalam perdagangan di pasar spot kemarin, rupiah sudah mulai bangkit. Ditutup menguat ke level Rp 14.584. Naik 24 poin dari penutupan sehari sebelumnya di level Rp 14.678. Meski di kurs referensi BI, posisi rupiah masih di level Rp 14.625.
Di bawah bayang-bayang krisis Turki, Jokowi kembali memimpin rapat terbatas lanjutan di Kantor Presiden, kemarin. Jokowi mengistruksikan anak buahnya siaga dan waspada menghadapi dampak krisis ekonomi yang terjadi di Turki. Dia kembali mengingatkan pentingnya peningkatan cadangan devisa untuk mewujudkan ketahanan ekonomi. Terutama menghadapi ketidakpastian ekonomi global termasuk dampak yang terakhir terjadi di perekonomian Turki. Selain itu, Jokowi meminta anak buahnya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, inflasi yang rendah, serta menjaga defisit transaksi berjalan berada pada level yang aman.
Untuk urusan fiskal, Jokowi yakin Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah mengelola dengan hati-hati. Adapun kebijakan moneter, dia yakin Bank Indonesia (BI) sudah sangat prudent. Jokowi juga memantau tindak lanjut dari apa yang diinstruksikannya dalam rapat terbatas 31 Juli lalu. Saat itu, Jokowi meminta jajaran terkait melakukan upaya peningkatan ekspor dan mengendalikan impor sebagai bagian dari strategi memperkuat cadangan devisa negara.
"Saya minta hari ini akan saya update satu per satu problem di lapangan yang kira-kira menjadi hambatan sehingga benar-benar bisa memperkuat cadangan devisa kita," kata Jokowi.
Dia menekankan pentingnya menerapkan skala prioritas dalam melakukan impor sehingga impor barang dapat dikendalikan sementara waktu. "Di Kementerian Perdagangan dan Bea Cukai, pengendalian impor saya kira betul-betul kita cermati secara detail dan cepat sehingga impor barang yang memang sangat penting dan sangat tidak penting itu bisa kita ketahui," katanya.
Berkaitan dengan peningkatan ekspor, Jokowi menantikan terobosan terbaru dalam upaya meningkatkan daya saing ekspor nasional. Sistem perizinan terintegrasi yang beberapa waktu lalu diluncurkan diminta terus dipantau dampak dan kemanfaatannya bagi industri utamanya yang berorientasi ekspor. Sebelum mengakhiri arahannya, satu strategi peningkatan cadangan devisa negara kembali diutarakan oleh Jokowi dengan mempercepat pembangunan infrastruktur yang berorientasi pariwisata. Melalui sektor tersebut, negara diyakini akan mampu menambah cadangan devisanya.
Pengamat ekonomi dari Indef, Bhima Yudhistira mengatakan pelemahan rupiah saat ini dipengaruhi faktor eksternal dan internal, yaitu faktor global dan domestik. Faktor eksternal, bisa jadi perluasan dari kekhawatiran krisis Turki dengan anjloknya kurs lira hingga 40 persen dalam tahun ini. Diperparah oleh sanksi dari Amerika berupa kenaikan bea masuk baja dan alumnium asal Turki ke Amerika.
Menurut Bhima, minat investor terhadap aset negara berkembang (emerging market) dalam pasar keuangan atau pasar saham akan berkurang atau justru dihindari. Alhasil, aliran dana yang masuk (inflow) di negara berkembang akan menyusut dan mempengaruhi peredaran mata uang negara berkembang menjadi melemah (depresiasi).
Para investor secara global cenderung lebih mencari aman dengan membeli obligasi jangka panjang pemerintah Amerika (treasury bond), minat dolar Amerika makin tinggi. Sehingga, inflow Amerika semakin besar dan kurs dolar semakin kuat. "Treasury bond sebagai pelarian atau flight to quality ke aset yang lebih aman. Investor global memborong dolar," ujar Bhima. Kondisi Turki diproyeksi juga berlangsung cukup lama dan secara sistemik akan mempengaruhi pasar keuangan dari emerging market.
Lebih lanjut, pelemahan kurs rupiah juga dipengaruhi faktor domestik yaitu defisit transaksi berjalan (current account deficit/ CAD) yang menembus level 3 persen sari PDB atau senilai 8 miliar dolar AS pada triwulan II/2018. [rmol]