JK: Kalau Makar Nggak Sih

JK: Kalau Makar Nggak Sih

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Wapres Jusuf Kalla (JK) punya pandangan sendiri soal aksi #2019GantiPresiden yang belakangan kembali memanas. Dia menilai, aksi ini bukan tindakan makar. Namun, bisa dianggap sebagai kampanye yang tak sopan.

Polemik gerakan #2019GantiPresiden terus bergulir. Publik masih terbelah. Banyak yang mendukung, tak sedikit yang menolaknya. KPU dan Bawaslu menyebut gerakan ini sah-sah saja dilakukan. Meski begitu, kepolisian menolak izin acara gerakan ini dengan alasan ketertiban dan keamanan.

JK menilai, gerakan ini sebagai kampanye yang belum waktunya. Lagi pula, lanjut dia, kalau kampanye jangan bilang ganti presiden. Lebih baik bilang pilih ini atau pilih si anu. Menurut eks Ketum Golkar itu, slogan ganti presiden tidak tepat jadi materi kampanye. "Masa kampanye ganti presiden. Memangnya bagaimana? Jadi dengan sopanlah," kata JK, di kantornya, Jakarta, kemarin.

Slogan ganti presiden ibarat imbauan "jangan memilih A". Tentu ada orang yang tidak setuju. Sebaiknya, kata JK, kampanye itu, "pilih A" atau "Pilih B". "Pasti tidak diapa-apain (oleh pihak yang kontra). Tapi jangan berkonfliklah," imbuhnya.

Soal keputusan polisi yang tidak mengijinkan aksi tersebut di sejumlah tempat, JK menilai tindakan itu sebagai antisipasi menjaga keamanan. Bukan untuk membungkam. Atau sebagai sikap pemerintah yang antikritik. "Itu untuk mengurangi efek, siapa tahu ada kekacauan. Nanti kalau ada berlawanan di jalan kan bagaimana?" tuturnya.

JK memastikan Polri tetap netral dalam Pilpres 2019. JK menegaskan tugas polisi adalah untuk meredam konflik, bukan soal politik. JK juga memastikan gerakan #2019GantiPresiden bukanlah gerakan makar. "Nggaklah (makar), kalau makar sih nggak. Bahwa tidak pada tempatnya dan takut terjadi konflik iya," tuntasnya.

Komisioner Bawaslu Fritz Edward Siregar menilai gerakan #2019gantipresiden tidak melanggar aturan kampanye. Artinya sah-sah saja sebagai bagian dari kebebasan berbicara. Menurut dia, sesuatu disebut dengan pelanggaran kampanye bila KPU telah menetapkan calon peserta pemilu termasuk calon presiden dan wakil presiden. Sementara hingga saat ini belum ada satupun capres dan wapres yang ditetapkan oleh KPU.

Namun demikian, Fritz mengingatkan, dalam menyampaikan kebebasan berbicara hendaknya tetap patuh kepada peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Ia menyampaikan apabila terjadi hal-hal yang dinilai melanggar hukum, intimidasi, persekusi maka dapat dilaporkan ke Kepolisian.

"Pihak Kepolisian melakukan apa yang seharusnya dilakukan," kata Fritz, kemarin.

Sebelumnya, KPU Wahyu Setiawan menyatakan, gerakan #2019GantiPresiden adalah ekspresi politik yang sah dilakukan. Dia membandingkan dengan maraknya tagar #Jokowi2Periode. Tagar-tagaran ini tak masuk dalam regulasi pemilihan umum. Akan tetapi, sebut Wahyu, ekspresi politik ini wajib disampaikan sesuai aturan hukum yang berlaku. Ekspresi politik ini, lanjutnya, bagian dari kebebasan demokrasi. Dia meminta publik dapat menerima dan memahami perbedaan-perbedaan pandangan politik yang tengah mengemuka tahun-tahun ini. Wahyu juga mengingatkan, publik tak perlu berlebihan menanggapi larangan sejumlah deklarasi tagar-tagaran. Polisi diyakininya punya alasan mengapa deklarasi tidak diberi izin. Artinya, publik harus menilai pembubaran kegiatan tersebut lantaran tidak adanya izin, bukan karena konten kegiatan.

Jubir Istana Ali Mochtar Ngabali meyakini gerakan ini sebagai bagian dari makar. Dia menyebut gerakan ini terus dilancarkan karena kubu opisisi kehabisan akal melawan Jokowi-Ma'ruf. Kubu oposisi tak punya strategi lain mengalahkan Jokowi selain memakai narasi #2019GantiPresiden. Memakai politik identitas tidak bisa karena Jokowi menggandeng KH Ma'ruf Amin. "Mereka kalang kabut cari diksi, cari narasi apalagi yang bisa diserang. Tidak ada yang lain kecuali #2019GantiPresiden. Makan itu kau punya hashtag itu!" kata Ngabalin di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin.

Ali Mochtar juga yakin, para elite yang mendukung gerakan ini akan mencari momen yang pas untuk mengacaukan Pemilu 2019. "Memang dia sengaja membuat bom dengan sumbu yang panjang biar pada sampai waktunya meledak. Mengacaukan pemilihan umum, membubarkan pemilihan umum supaya negara kacau dan dengan kacau inilah supaya mereka menggunakan segala macam cara untuk berkuasa. Kan dari #2019GantiPresiden kita bisa tahu, orang saya pernah di komisi intelijen, bagaimana saya tidak tahu tata cara, pilihan-pilihan perilakunya saya tahu. Orang saya juga pernah direktur politik KMP," bebernya.

Pengamat politik dari UIN Pangi Syarwi Chaniago, mengingatkan Jokowi agar berhati-hati menyikapi gerakan 2019 ganti presiden. Jangan blunder. Presiden sebaiknya tidak diam menyikapi aksi tersebut. apalagi melarang-larang. Karena kalau begitu yang diuntungkan pihak oposisi. Jokowi yang selama masa kepemimpinannya banyak mendulang prestasi, justru punya potensi kalah apabila melakukan tindakan represif. Pelarangan gerakan ganti presiden merugikan Jokowi. "Bahkan memberi panggung bagi oposisi," kata Pangi, kemarin. [rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita