BIN Jangan jadi Partisan dan Timses Capres

BIN Jangan jadi Partisan dan Timses Capres

Gelora News
facebook twitter whatsapp


Oleh: Pradipa Yoedhanegara*

Beberapa saat yang lalu saya mendapatkan sebuah video di beberapa “Grup WA”, yang dikirimkan oleh Bunda “Neno Warisman ” dan seorang seniman Senior “Sang Alang” yang di pulangkan menggunakan pesawat untuk kembali ke jakarta dari pekan baru riau. Mereka berdua menurut pesan wa berantai yang masuk melalui GWA, menurut sejumlah teman dipulangkan ke jakarta atas perintah “KABINDA RIAU”.

Sejatinya mereka berdua sedang melaksanakan sebuah agenda Tour Musik yang diberi nama “#2019GantiPresiden”, namun agenda tersebut sepertinya urung terlaksana akibat menuai konflik dan polemik dimasyarakat daerah riau, serta tidak diberikannya izin oleh pihak Kepolisian Daerah setempat, serta Kabinda Riau; menurut pesan GWA berantai yang saya terima.

Sangat aneh buat saya mendapat khabar dan informasi mengenai Kabinda dan Polda setempat yang melarang adanya kegiatan tersebut diera demokrasi seperti saat ini, dimana iptek maju dengan begitu pesatnya. *”Mengutip pernyataan Pitut Suharto”*, salah satu Maestro Intelijen ditanah air dalam sebuah ceramahnya di bogor diawal 2009; yang menegaskan kalau *Intelijen Negara Bukanlah, Partisan Parpol dan Alat Kekuasaan Kelompok, karena itu Politik Intelijen adalah Politik Negara dan Bukan Politik Kekuasaan”*.

Dari statemen seorang Pitut Suharto jelas bahwa intelijen itu, “tidak boleh berpolitik”, dan politik yang dilakukan oleh intelijen adalah untuk kepentingan bangsa dan negara dan bukan untuk menjadi corong ataupun kepanjangan tangan penguasa. Jadi, *”intelijen yang benar” seharusnya “netral”* dan tidak terjebak ataupun menjebakkan diri dalam pusaran politik kekuasaan, karena akan berdampak tidak baik bagi kehidupan berbangsa dan bernegara dimasa mendatang.

Di masa rezim petugas partai berkuasa banyak hal yang aneh dan tidak masuk akal sehat saya, ketika instrumen negara seperti badan intelijen dan polri, yang seharusnya bisa menjadi “institusi netral”, malah bertingkah seperti pemain sirkus dengan melakukan malpraktek atas nama kekuasaan?!. Dengan tidak memberikan izin terhadap Tour agenda #2019GantiPresiden terhadap Bunda Neno Warisman dan Jhon Alang, sama artinya *”BIN dan Polri telah melakukan Abuse of Power; yakni penyalahgunaan kekuasaan”*.

Menjadi sangat ajaib apabila benar informasi yang saya terima saat ini, Ka.BINDA Riau melarang hal tersebut dan ada upaya-upaya represi serta intimidasi seperti di era orde baru untuk menghentikan gerakan pergantian presiden sesuai konstitusi. *”Ini merupakan kemunduran dalam berdemokrasi”*, karena rezim ini sepertinya panik dan ingin tetap mempertahankan kekuasaannya dengan menghalalkan segala macam cara, termasuk “membunuh demokrasi”.

Komnas HAM, jangan cuma diam dan menjadi tuli dengan adanya Upaya pembunuhan terhadap demokrasi yang telah susah payah di raih diawal reformasi ini, dan Komnas HAM harus segera meminta pemerintah agar meghentikan hal tersebut. Jangan karena syahwat ingin berkuasa semua cara yang inkonstitusional dan intimidasi dilakukan atas nama negara dan penguasa.

Badan Intelijen Negara bukanlah Tim Sukses Capres, maupun partisan kelompok tertentu. BIN seharusnya bisa lebih akomodatif dan tidak bertingkah menjadi arogan di era demokrasi, karena rakyat sudah bosan dengan tontonan koboi aparatur pemerintahan yang sering berprilaku diluar norma hukum yang berlaku.

Sebagai pesan penutup, Wakil rakyat di parlemen sebaiknya membuat hak angket dengan memanggil dan mempertanyakan kejadian tersebut kepada kepala BIN dan Deputy Empat BIN, agar demokrasi di negeri ini tidak di rusak oleh oknum partai politik yang menjadi penumpang gelap di Badan Intelijen Negara.

Waallaahul Muafiq illa Aqwa Mithoriq,
Wassallamualaikum Wr, Wb. [swa]

*Penulis adalah Pengamat masalah sosial dan politik

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA