Merasa Tertipu di Acara Rembuk Nasional Aktivis 98

Merasa Tertipu di Acara Rembuk Nasional Aktivis 98

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Fatur, seperti banyak mahasiswa tingkat pertama pada umumnya, masih menggebu-gebu untuk tahu apa pun yang terkait dengan dunia aktivisme. Dia membaca buku harian Soe Hok Gie, membaca literatur-literatur yang terkait gerakan mahasiswa, ikut-ikutan diskusi yang kadang berujung debat kusir, dan sebagainya.

Maka ketika ada ajakan untuk ikut acara dengan embel-embel nama "aktivis 98", ia tidak butuh waktu lama untuk mengiyakan. Ajakan datang dari teman seangkatannya di salah satu kampus swasta di Jakarta. Pada 19 Juni, belum genap seminggu setelah lebaran, kawan itu mengontaknya, meski acara akan diselenggarakan pada 7 Juli.

"Akhirnya bilang mau ikut karena tertarik. Juga merasa enggak enak karena di-chat terus [selama] satu bulan itu," katanya kepada saya di bilangan Tebet, Jakarta Selatan, malam tadi (9/7/2018).

Apa yang Fatur tahu sampai detik ketika bilang setuju adalah: acara itu bertajuk Rembuk Nasional Aktivis 98, bakal dihadiri mereka yang sempat ikut gelombang demonstrasi menggulingkan Soeharto, bakal berlangsung di Monumen Nasional dan membicarakan apa yang disebut dengan "masalah kebangsaan."

Sehari sebelum acara, Fatur kembali dikontak kawannya itu. Informasi yang disampaikan: acara tetap berlangsung, berkumpul di kampus terlebih dulu untuk bersama-sama ke lokasi, tapi tidak lagi di Monas melainkan JIExpo Kemayoran.

"Ok. Siap," tanpa ragu Fatur membalasnya.

Pukul sembilan kurang Fatur sudah ada di kampus bersama temannya itu, plus 20 orang lain. Hanya butuh waktu beberapa menit sampai ia menemukan keanehan pertama. Alih-alih memakai jaket almamater seperti demonstrasi-demonstrasi pada umumnya, kawannya itu lekas membagikan kaos hitam dengan logo "98", lengkap dengan tulisan berukuran lebih kecil: "20 Tahun Reformasi."

"Kenapa pakai kaos? Kok enggak pakai [jaket] almamater?"

"Kita kompak, biar sama."

Jawaban itu membuat Fatur tak lagi menginterogasi kawannya. Ia lebih memilih diam, meski masih bingung dari mana kaos itu berasal atau siapa yang mengeluarkan uang buat membikinnya.

Keanehan kedua terjadi di bus kota, alat transportasi yang dipakai untuk sampai ke lokasi. Ada beberapa kejanggalan sekaligus. Pertama, tidak seperti demo pada umumnya, Fatur tak dimintai iuran buat menyewa bus. "Gratis," kata kawannya itu. Keanehan kedua adalah pada kaca depan bus tertempel kertas A4 bertuliskan "Rombongan Tebet", seperti rombongan jamaah haji.

Keanehan ketiga ketika kawannya itu memberikan selembar uang merah Rp100 ribu. Tanpa amplop, telanjang seperti seseorang membayar utang makan siang kepada kawan kantornya.

"Ini uang apa?

"Buat beli rokok di sana."

"Dari siapa?"

"Ada dari senior kita."

"Serius nih?"

Fatur akhirnya menerima. Tidak jarang senior-seniornya membantu para junior buat acara kampus. Hal itu yang membuatnya memutuskan buat menerima uang.

Sampai di JIExpo, keadaan sudah ramai betul. Panitia mengklaim peserta mencapai 60 ribu. Massa sudah menyemut karena memang "Rombongan Tebet" yang satu ini telat. Kejanggalan semakin menjadi. Di sana terparkir mobil bertempelkan muka-muka caleg dari PDI Perjuangan. Ada pula mobil dengan stiker Posko Perjuangan Rakyat (pospera), kelompok relawan pendukung Jokowi.

Fatur baru sadar betul bahwa ia tidak sedang mengikuti acara kumpul aktivis 98. Ia sedang mengikuti acara deklarasi dukungan untuk Joko Widodo dalam pemilu tahun depan. Wahab Tolehu, juru bicara Rembuk Nasional Aktivis 98 mengatakan kalau mereka "siap mendukung Jokowi."

Uang Rp100 ribu dikembalikan ke kawannya itu. Dengan nada tinggi, Fatur menghardik: "Lu nipu gua, ya? Gua enggak bego pospera itu apa."

Kawannya hanya diam, tak menanggapi.

Fatur memutuskan buat tak berlama-lama di sana. Dia muak. Merasa ditipu kawannya itu. Dia tidak mendukung Joko Widodo, tidak pula simpati pada Prabowo Subianto. Baginya dua-duanya sama saja, juga politisi-politisi lain yang namanya berseliweran menghiasi jagat media massa sebagai calon presiden tahun depan.

Ketika berupaya mencari pintu keluar, Jokowi datang dengan pengawalan ketat paspampres berbaju sipil. Massa mengelu-elukan Jokowi. Teriakan "dua periode" terdengar lamat-lamat.

Fatur yang ketika itu berdiri tak jauh dari Jokowi bilang, meski tak yakin pula didengar:

"Pak, kapan datang ke Kamisan?"

Klarifikasi Panitia

Wahab Tolehu, juru bicara Rembuk Nasional Aktivis 98, mengatakan rasa tertipu orang seperti Fatur karena ia tidak "mengikuti dinamika forum dari awal."

"Kalau ada yang tidak tahu, mungkin dia bukan peserta rembuk," katanya kepada Tirto.

Ia menjelaskan bahwa awalnya rembuk tidak dimaksudkan untuk mendukung Jokowi. Namun dalam perjalanannya, usulan ini diterima semua pihak.

"Itu [deklarasi untuk Jokowi] dinamika dalam forum dan tidak by design. Dan saya tidak terkejut karena Jokowi representasi 98," katanya. [tirto]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA