Edy Rahmayadi Diminta Legowo Lepas Jabatan Ketum PSSI

Edy Rahmayadi Diminta Legowo Lepas Jabatan Ketum PSSI

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Para perjabat dan pemimpin lembaga-lembaga kenegaraan yang terpilih sebagai kepala daerah seperti gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati ataupun walikota/wakil walikota seyogyanya melepas jabatan mereka di posisi-posisi lain di lembaga-lembaga.

Aktivis antikorupsi, Emerson Yuntho mencontohkan, Letjen TNI (Purn) Edy Rahmayadi yang masih menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) itu terpilih sebagai gubernur Sumatera Utara. 

"Pertama-tama, selamat atas terpilihnya Bapak Edy Rahmayadi sebagai gubernur Sumatera Utara. Kami juga harap Bapak Edy nggak tersandung kasus korupsi seperti dua gubernur sebelumnya. Karena sudah jadi gubernur, kami minta Bapak Edy untuk mundur dari jabatannya sebagai ketua PSSI," tutur Emerson Yuntho dalam petisinya. 

Dedengkot Indonesia Corruption Watch (ICW) ini menyampaikan tiga alasan utama agar Edy Rahmayadi mundur dari jabatan ketum PSSI. 

Pertama, agar Edy Rahmayadi fokus memimpin Sumut selama lima tahun ke depan. 

"Memimpin daerah atau organisasi nasional tentu tidak mudah. Apalagi merangkap dua jabatan pimpinan. Jangan sampai karena mengurus PSSI, daerah Sumut jadi nggak terurus. Atau sebaliknya," terang Emerson.

Begitu pula mengurus PSSI itu butuh keseriusan, totalitas dan fokus 100 persen. Apalagi PSSI masih punya PR (pekerjaan rumah) seperti pengembangan organisasi, pelaksanaan kompetisi, komitmen berantas pengaturan skor, berantas kerusuhan suporter, menggalakkan pembinaan usia muda, melakukan transparansi keuangan, dan persiapan Timnas Indonesia dalam laga-laga internasional.

"Permasalahan sebanyak itu tidak bisa diselesaikan oleh ketua umum PSSI secara sambilan,” ujar pria yang akrab disapa Eson itu.

Kedua, ada regulasi yang melarang kepaladaerah rangkap jabatan sebagai pengurus PSSI. Dia menjelaskan, larangan ini diatur dalam Surat Edaran Mendagri Nomor 800/148/sj 2012 tanggal 17 Januari 2012 tentang Larangan Perangkapan Jabatan Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah pada Kepengurusan KONI, PSSI, Klub Sepakbola Profesional dan Amatir, serta Jabatan Publik dan Jabatan Struktural.

Ketiga, merangkap jabatan rawan terjadinya conflict of interest. Emerson mengingatkan, jangan sampai ada anggapan PSSI hanya dijadikan kendaraan atau bemper untuk kepentingan menjabat gubenur Sumut, tanpa ada kemauuan untuk menjalankannya.  

"Semua tentu tak mengharapkan ada pimpinan yang menganakemaskan satu klub saja," terangnya. 

Oleh karena itu, dia juga berharap seluruh elemen sepak bola di tanah air menyurati dan membuat petisi meminta Edy Rahmayadi segera dengan legowo melepaskan jabatannya sebagai ketum PSSI. 

Sebelumnya, Edy Rahmayadi menyatakan akan tetap menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya sebagai ketum PSii, meskipun dirinya telah terpilih sebagai gubernur Sumut.

Hal ini ditegaskan Sekjen PSSI, Ratu Tisha Destria. Kelanjutan Edy Rahmayadi memimpin PSSI menjadi polemik setelah kemenangannya di Pilkada Sumut. Namun, Ratu Tisha menegaskan status Edy tidak berubah.

"Tidak berubah (status ketum PSSI Edy Rahmayadi),” kata Ratu Tisha Destria kepada wartawan di Hotel JS Luwansa, Jakarta, awal Juli lalu. 

Edy Rahmayadi yang berpasangan dengan Musa Rajekshah (Eramas) sebagai calon gubernur Sumut, dinyatakan menang versi hitung cepat LSI Denny JA dengan perolehan suara sebesar 57.12 persen sekaligus mengungguli pasangan Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus yang meraih 42,88 persen suara.

Mantan Pangkostrad TNI itu sendiri telah mengambil cuti sebagai Ketum PSSI, per 16 Februari hingga 30 Juni 2018.

Keputusan cuti diambil oleh Edy Rahmayadi yang memilih berkonsentrasi terhadap Pilkada Sumut. Wakil Ketua PSSI, Joko Driyono telah ditunjuk sebagai Plt selama absennya Edy Rahmayadi.[rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita