Disebut Seperti Harmoko Era Soeharto oleh Rachland , Rustam: Jadi Politisi Kok Tensinya Suka Tinggi

Disebut Seperti Harmoko Era Soeharto oleh Rachland , Rustam: Jadi Politisi Kok Tensinya Suka Tinggi

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Direktur Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Rustam Ibrahim, memberikan tanggapan saat dirinya disebut seperti Harmoko, mantan menteri penerangan era Soeharto oleh Rachland Nashidik.

Mulanya, Rachland Nashidik yang juga Wasekjen DPP Partai Demokrat mengunggah topik terkait para peserta rembuk aktivis 98 yang mengatakan dibayar Rp 100 ribu untuk datang dalam acara tersebut, pada Minggu (8/7/2018).

Lalu, Rustam menjawab dengan membandingkan hal tersebut di era mantan presiden Soeharto.

Rustam mengatakan jika semua bisa dibayar maupun membayar pihak mana saja.

Seperti era Soeharto yang dikenal dengan istilah 'UUD (ujung-ujungnya duit)'.

Lalu di awal reformasi juga dikenal istilah 'maju tak gentar, membela yang bayar'.

"Yang namanya akal bulus politik, bisa dibayarin atau membayari pihak mana saja. Dulu di era Soeharto dikenal istilah UUD (ujung-ujungnya duwit). Di awal reformasi juga dikenal istilah "maju tak gentar, membela yang bayar," balas Rustam.


Kemudian, Rachland menjawab tweet dari Rustam tersebut dengan menyamakan era Soeharto dan Jokowi.

Rachland juga menambahkan jika Rustam juga mirip dengan menteri penerangan era Soeharto, yakni Harmoko.

Kemiripannya yaitu kerjanya memberi klarifikasi.

Wasekjen DPP Partai Demokrat ini juga mengatakan, dahulu Harmoko juga disebut oleh mahasiswa era Soeharto dengan sebutan 'hari hari omong kosong'.

"Mirip ya, di era Soeharto dan di era Jokowi.

Anda juga mirip Harmoko, Menteri Penerangan ketika itu. Kerjanya memberi klarifikasi.

Dulu, Mahasiswa menyebut kepanjangan nama Harmoko:

Hari hari omong kosong," tulis Rachland.


Menanggapi hal tersebut, Rustam menjawab dengan mengatakan jika Rachland sebagai politikus jangan memiliki tensi tinggi dan hati-hati jangan sampai terkena hipertensi.


Sementara itu, dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga turut hadir dalam acara rembuk aktivis 98 yang digelar di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Sabtu (7/7/2018).

Jokowi mengatakan akan segera menindaklanjuti usul aktivis 98 untuk memberikan gelar pahlawan kepada para aktivis yang meninggal saat penggulingan rezim Orde Baru.

"Mengenai usulan gelar pahlawan korban '98, saya akan tindaklanjuti dengan kajian-kajian sesuai aturan yang ada," kata Jokowi.

Jokowi mengatakan, kajian tersebut akan diputuskan segera dan disampaikan secepatnya.

"Secepat-cepatnya dan akan kami sampaikan dan putuskan segera," katanya.

Jokowi sendiri menilai para aktivis yang gugur memang layak mendapat gelar pahlawan nasional.

Sebab, mereka telah membuka pintu bagi lahirnya demokrasi yang bisa dinikmati seluruh masyarakat Indonesia sampai saat ini.

"Karena itu juga penanda bahwa 98 itu telah dibuka kebebasan berekspresi, kebebasan berpendapat, kebebasan pers," kata Jokowi.

Tak hanya soal gelar pahlawan untuk aktivis '98, Jokowi juga akan mengkaji usulan ditetapkannya Hari Bhinneka Tunggal Ika yang diusulkan aktivis.

"Mengenai usulan tanggal 7 Juli sebagai Hari Bhinneka Tunggal Ika, juga akan kita kaji. Juga nantinya segera akan kita sampaikan segera kalau sudah kita putuskan," kata Jokowi.[tribun]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA