Bahas Kebijakan BBM, Fadli Zon: Tak Ada Ucapan Pemerintah yang Bisa Dipegang

Bahas Kebijakan BBM, Fadli Zon: Tak Ada Ucapan Pemerintah yang Bisa Dipegang

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon turut menanggapi soal harga BBM yang kini mengalami kenaikan, seperti BBM non subsidi Pertamax.

Dilansir TribunWow.com, hal tersebut tampak dari postingan akun Twitter @fadlizon yang diunggah pada Rabu (4/7/2018).

Menurut Fadli Zon, kebijakan pemerintah terkait BBM tak konsisten dan tidak terencana dengan baik.

Ia juga menganggap Presiden Jokowi tidak memiliki pola dalam menyusun kebijakan harga BBM.

Hal itu membuat Fadli Zon menyebutkan bahwa tidak ada ucapan pemerintah yang bisa dipegang oleh rakyat saat ini.

Berikut pernyataan lengkap Fadli Zon mengenai hal itu:

"1) Kenaikan harga BBM non-subsidi per 1 Juli 2018 kemarin menunjukkan pemerintahan Presiden @jokowi memang tak memiliki pola dalam menyusun kebijakan harga BBM.

2) Dalam enam bulan terakhir sy mencatat sudah lima kali harga BBM dinaikkan. Tapi kenaikan itu tak ada polanya.

3) Dulu pemerintah menyatakan akan meninjau harga jual BBM setiap tiga bulan sekali.

Sekarang yg terjadi tiap bulan bs terjadi kenaikan harga BBM. 

Bahkan, pd rentang 13 Januari hingga 24 Februari lalu, tiap minggu ada kenaikan harga BBM.

4) Kini kita mmg sudah menjadi importir minyak.

Jumlah lifting minyak pd 2018 menurut SKK Migas diperkirakan sekitar 769.795 barel per hari (bph), sementara jumlah konsumsi BBM sekitar 1,6 juta bph.

5) Namun itu bukan alasan untuk melepas harga BBM pada fluktuasi harga pasar.

Fluktuasi bisa memunculkan ketidakpastian.

Nah, pemerintah harusnya mengintervensi ketidakpastian tsb. Jangan lepas tangan.

6) Dulu, ketika harga minyak anjlok, pemerintah menurunkan harga BBM.

Namun besarannya sgt kecil. Kini, giliran harga minyak naik, masyarakat dibiarkan menghadapi fluktuasi harga yg terus berubah tiap bulan. Ini kan tdk fair.

7) Sejak lahirnya Peraturan Presiden (Perpres) No. 191/2014, fungsi kontrol @DPR_RI atas kebijakan harga BBM jg sudah diamputasi oleh pemerintah.

8) @DPR_RI hanya dibutuhkan persetujuannya jika terkait penetapan harga Premium sj, sementara untuk penetapan harga BBM jenis lain semuanya kini diputuskan sepihak oleh pemerintah.

9) Khusus BBM non-subsidi, penetapan harganya bahkan langsung diserahkan ke Pertamina, seolah tak lagi diatur oleh pemerintah.

10) Coba baca Peraturan Menteri ESDM No. 34/2018, yg menyebutkan jika badan usaha, tak terkecuali Pertamina, kini tak perlu mendapatkan persetujuan pemerintah untuk menentukan harga BBM kategori umum, termasuk kenaikannya.

11) Badan usaha hanya perlu melaporkan harga itu kpd Menteri ESDM melalui Direktur Jenderal Migas.

Ini adlh bentuk lepasnya campur tangan pemerintah.

12) Padahal, merujuk kpd Putusan Mahkamah Konstitusi No. 002/PUU/1/2003, yg membatalkan Pasal 28 UU No. 22/2001 ttg Minyak dan Gas Bumi, cukup jelas jika penetapan harga BBM tak boleh diserahkan pd mekanisme pasar.

13) Sbg komoditas strategis, harga BBM harus diatur oleh pemerintah. 

Sehingga, membiarkan harga BBM diombang-ambingkan fluktuasi pasar tidaklah dibenarkan.

14) Menurut sy biang masalahnya adlh Perpres No. 191/2014 tadi. Sesudah Perpres itu lahir, seolah-olah yg disebut BBM hanya tinggal minyak tanah, premium dan solar saja.

15) Sementara Pertamax, Pertamax Turbo, Pertalite, Pertamina Dex, atau Dexlite, bukan lagi dianggap ‘BBM’. Persepsi itu tentu sj keliru.

16) Sy menilai, kebijakan pemerintah terkait BBM ini mmg tak ada polanya. Serabutan.

Dgn Perpres No. 191/2014, pemerintah sebenarnya ingin melepaskan harga BBM pada mekanisme pasar.

17) Itu sebabnya distribusi premium kemudian dibatasi dan dibuat langka, khususnya di Jawa, Madura dan Bali.

Buntutnya, menurut data BPH Migas, ada sekitar 1.926 SPBU di Pulau Jawa, Madura dan Bali yg tdk lagi menjual Premium.

18) Bukan hanya membuat langka Premium, pemerintah bahkan sempat mewacanakan menghapus Premium dan menggantinya dengan Pertalite, jenis BBM yg hingga kini tak pernah jelas formulasi harganya.

19) Namun akhirnya, baik Premium maupun Pertalite masih sama-sama dibiarkan eksis.

20) Anehnya, menjelang mudik kemarin, aturan pembatasan distribusi Premium tadi diubah lagi oleh Perpres No. 43/2018. Kini SPBU di Jawa, Madura, dan Bali boleh kembali menjual Premium.

21) Jadi, sekali lagi kebijakan pemerintah terkait BBM ini tak jelas, tak konsisten dan tak terencana dengan baik.

Tak ada ucapan pemerintah yg bisa dipegang oleh kita hari ini.


22) Pemerintah seharusnya tdk membiarkan masyarakat diombang-ambingkan fluktuasi harga pasar.


Jangan biarkan masyarakat dipaksa menanggung sendiri risiko perekonomian global.

23) Jangan sampai orang kemudian bertanya: apa gunanya negara jika kebijakan tergantung mekanisme pasar internasional?

24) Artinya, harus ada intervensi pemerintah terhadap semua jenis BBM, bukan hanya solar, Premium, dan minyak tanah sj.

25) Sebab, keliru besar jika soal harga BBM ini hanya didudukkan dlm kacamata kelas sosial, seolah ada BBM khusus bagi orang miskin, dan ada BBM untuk orang mampu.

26) Pandangan semacam itu, selain menyesatkan jg bisa blunder, krn harga BBM secara umum merupakan komponen inflasi yg punya daya tekan kuat terhadap daya beli masyarakat. Efek dominonya sgt luas.

27) Harga BBM berimplikasi langsung terhadap harga transportasi, harga listrik, harga gas, biaya logistik, dan pada akhirnya berimplikasi terhadap kantong masyarakat secara umum.

28) Ini bukan masalah kelas, ini adlh masalah publik di mana pemerintah tak boleh lepas tangan atau pura-pura tidak paham,"tulis Fadli Zon.


BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita