Utang Lagi, Gerindra: Pemerintah Harus Ekstra Hati-hati

Utang Lagi, Gerindra: Pemerintah Harus Ekstra Hati-hati

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Dewan Direktur Eksekutif Bank Dunia menyetujui pinjaman 300 juta dolar Amerika Serikat untuk Indonesia. Pinjaman ini ditujukan untuk meningkatkan prasarana dan pelayanan dasar yang relevan dengan pariwisata, memperkuat hubungan ekonomi lokal dengan kepariwisataan dan menarik investasi swasta ke Indonesia.

Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mewanti-wanti pemerintah untuk berlaku hati-hati dalam mengambil opsi pinjaman luar ngeri. Sebab, keuangan negara ini masih dibayang-bayangi oleh beban pembayaran jatuh tempo utang yang terbilang besar.

"Pada 2018 ini saja sebesar Rp 390 triliun, di 2019 mencapai sekitar Rp 420 triliun. Pada kondisi seperti ini, tentu membuka opsi pinjaman harus ekstra hati-hati," kata Heri dalam keterangannya kepada redaksi, Senin (4/6).

Karenanya, lanjut politisi Partai Gerindra itu, pemerintah harus mengelola utang luar ngeri dengan baik, sehingga nantinya utang yang didapat bisa lebih produktif. Konkretnya yakni perekonomian bangsa lebih menggeliat karena adanya pembukaan lapangan kerja baru.

"Ada tiga sektor yang berpotensi besar sehingga musti didorong perkembangannya lewat investasi, yaitu pertanian, kesehatan dan pariwisata," imbuhnya.

Lebih lanjut dikatakan Heri, sejak tahun 2016 lalu, sektor pariwisata telah menjadi sumber pemasukan devisa terbesar kedua setelah industri kelapa sawit (CPO). Pada tahun 2019 bahkan diperkirakannya pemasukan devisa bakalan lebih besar dari industri CPO.

Hal itu diyakininya bisa dicapai karena pemerintah dalam beberapa waktu terakhir ini sedang gencar-gencarnya mempromosikan 10 destinasi wisata baru ke masyarakat.

"Cuma memang pengembangannya butuh investasi yang besar sehingga daya saingnya bisa lebih tinggi lagi, dan tidak hanya terbatas di destinasi yang terbatas, tapi lebih luas hingga ke Indonesia bagian timur," tekan Heri.

"Kita harus akui, sektor pariwisata ini kalau meminjam ke perbankan, ekuitasnya mesti tinggi karena cashflow untuk membayar bunga itu terbatas sekali dan dalam jangka pendek. Biasanya ekuitas yang diminta di atas 40 persen karena memang kemampuan membayar dari pembayaran khususnya kamar hotel, akan dibandingkan dengan biaya konstruksi," tambahnya.

Dijelaskan Heri, pada pelaksanaannya, sektor pariwisata sangat terkait dengan banyak sektor lainnya. Sebab itu koordinasi menjadi langkah yang sangat penting untuk dijalankan sebagai sebuah sistem. Jika koordinasi tak dilakukan dengan baik, maka birokrasi rumit yang menjadi salah satu kelemahan dari pariwisata Indonesia bakalan sulit dihilangkan. Adapun kelemahan lain dari sektor pariwisata Indonesia kata dia adalah perencanaan dan implementasinya di lapangan yang minim.

"Akibatnya kegiatan pariwisata yang ada sekarang relatif bersifat apa adanya," sesalnya.

Nah, kalaupun opsi pinjaman itu tak terhindarkan lagi, maka Heri mendesak pemerintah untuk memastikan master plan atau road map pengelolaan utang yang bagus, termasuk di dalamnya terkait reformasi birokrasi.

"Master plan itu harus memuat dampaknya terhadap tenaga kerja lokal, peningkatan SDM yang lebih profesional, pembukaan lapangan kerja baru, hingga proyeksi pemasukan sumber devisa yang lebih besar dan kontribusi dalam neraca pembayaran," pungkas Heri. [rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita