
GELORA.CO - Selama pemerintahan Jokowi, secara umum total aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mencapai Rp7.200 triliun. Sedangkan Return on Asset (ROA) 2,7% dan Return on Equity (ROE) mencapai 6,9 %. PT Garuda Indonesia (persero) Tbk merupakan salah satu perusahaan BUMN yang bergerak di sektor Infrastruktur, Utility dan Transportasi.
Per Januari 2018, sebagai perusahaan terbuka yang melantai di Bursa Efek Indonesia berkode GIAA, Pemerintah mempunyai shareholder saham mencapai 60,54 persen, PT Trans Airways memiliki 25,62 persen dan publik sekitar 13,85 persen. Namun sangat disayangkan, kinerja Garuda masih dari memuaskan. Sepanjang Q-1 2018, Garuda Indonesia masih merugi US$ 64,3 juta atau setara Rp868 miliar (Kurs Rp 13.500).
Ekonom Senior Rizal Ramli menuturkan bahwa jauh sebelum dirinya menjadi Menteri Koordinator Kemaritiman, pernah mengingatkan Presiden Jokowi terkait kinerja keuangan PT Garuda Indonesia. Bahkan kali ini dirinya kembali memberikan solusi terhadap krisis di BUMN maskapai penerbangan Garuda yang merugi antara lain lantaran salah urus dan banyak permainan ‘akrobat’ di dalamnya.
“Sejauh ini BUMN digunakan sebagai alat mobilisasi dana, politik dan bancakan. Presiden Jokowi tetap mempertahankan Rini Soemarno sebagai Menteri BUMN merupakan bagian dari masalah, bukan solusi BUMN. Apalagi dengan kinerjanya yang jeblok,” ujar Rizal yang terkenal dengan ‘Rajawali Ngepret’ di Jakarta.

Menurutnya, kasus Garuda Indonesia adalah contoh dari mismanajemen dan ketidakmampuan, ketidakprofesionalan Menteri BUMN, Rini Soemarno. Dirinya menceritakan, pada Juli 2015 Garuda tersandung masalah besar karena pembelian pesawat bombardier dan Air Bus A380 secara ugal-ugalan dan mark up. Selama tiga tahun berturut-turut, Garuda terus mengalami kerugian. Seperti pada 2014, Garuda Indonesia kerugian mencapai USD 399,3 juta. Kemudian tahun 2017 mencapai USD213,4 juta, sedangkan tahun 2018 ini diperkirakan sekitar USD256 juta. Kinerja Keuangan yang buruk tersebut menjelaskan harga saham garuda anjlok dari Rp750 ke Rp250 per saham.
Dalam sebuah korporasi, kerugian yang dialami Garuda tersebut adalah hal biasa. Kerugian bisa saja terjadi akibat adanya hal-hal yang bersifat eksternal maupun internal. Namun, satu hal yang sangat penting adalah perusahaan harus memiliki strategi untuk membalikkan situasi atau turn around strategy. Selain itu, Garuda menuju krisis kebangkrutan terjadi karena Pertama, pengangkatan direksi Garuda tidak berdasarkan kompetensi, bahkan jumlah direksi terlalu banyak. Menurut Rizal Ramli, delapan direksi hanya untuk akomodasi politik.
Kedua, Manajemen tidak berani mengambil keputusan/rescheduling pesawat-pesawat yang tidak diperlukan. Selain itu, Flight & rute manajemen Garuda dinilai payah. Manajemen hanya melakukan pemotongan biaya via crocc cutting, cross the board.Pemotongan anggaran training akan sangat berbahaya bagi perbaikan SDM Garuda. Padahal bisnis penerbangan intinya adalah safety.
“Seharusnya direktur operasi tidak dilebur menjadi direktur produksi,” jelas RR.
Keempat, RR sapaan akrab Rizal Ramli menilai ada permainan atau patgulipat Garuda dalam pembelian logistik. Sistem pengadaan dinilai tidak kompetitif, sehingga harga yang dibeli konsumen kemahalan. selain itu, Rute manajemennya payah. Seharusnya direktur operasi harus dipilih lebih canggih.
Keenam, Strategi marketing Garuda amburadul. Garuda seharusnya menjadi premium airline malah ‘’dicampur’’ dengan strategi low cost carrier, seperti Citylink. Padahal Garuda disegani karena reputasi, safety yang tinggi, dan memiliki kualitas pelayanan terbaik di dunia, dengan cara memberikan terlalu banyak discount dan promo tiket, sehingga brand premium Garuda luntur.
Penambahan Biaya Operasional Semakin Membengkak
Koordinator Investigasi Center for Budget Analysis (CBA) Jajang Nurjaman mengungkapkan pilot senior Garuda saja pendapatan perbulannya bisa sampai Rp 150 juta. Sedangkan pendapatan jajaran direksi jauh lebih besar. Contohnya, tahun 2016 Badan Usaha Milik Negara ini membutuhkan Rp1,7 miliar untuk gaji seorang direktur. Padahal tahun ini, direktur Garuda sudah berjumlah enam orang.
“Empat orang direktur saat itu, uang negara yang dikeluarkan dalam satu tahun sampai Rp20 miliar. Namun ternyata tidak serta merta meningkatkan kinerja perusahaan pelat merah ini. Terlihat dari laporan kerja operasional PT Garuda, di mana pertumbuhan penumpang dari tahun ke tahun justru mengalami penurunan,” ujar Jajang Nurjaman.
Dalam kurun waktu 2013 ke 2014, pertumbuhan penumpang garuda sanggup menyentuh angka 4.174.038 orang. Selanjutnya antara 2014 ke 2015 pertumbuhan penumpang garuda justru menurun drastis menjadi 3.821.750 . Terdapat penurunan yang sangat tinggi sebanyak 352.288 penumpang.
“Lebih parah lagi pertumbuhan penumpang di tahun 2015 ke 2016, Garuda hanya sanggup menambah 2.038.820 penumpang. Ini berarti maskapai penerbangan milik negara ini kehilangan pelanggan sebanyak 1.782.930,” jelasnya.

Di tahun 2016, garuda benar-benar jatuh. Bahkan Rini Soemarno Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) turun tangan dengan mengganti direktur utama (Dirut) garuda Arif Wibowo. Namun meskipun sudah diisi Dirut baru yakni Pahala N Mansury, di tahun selanjutnya 2017 kinerja garuda masih terseok-seok. Pertumbuhan penumpang di tahun 2017 masih mandeg di angka 2.936.181. Masih sangat jauh dari pencapaian 2013-2014 sebanyak 4.174.038 orang.
“Merosotnya pertumbuhan penumpang dari tahun ke tahun, dampaknya sangat fatal, bisa bisa terbang Tinggi menuju ke arah ke bangkrutan. Kerugian Garuda ditaksir bisa msampai Rp2 triliun pada akhirnya tahun 2017. Pada akhir maret 2018 Garuda Indonesia juga Rugi sampai sebanyak USD 67.572.839 atau setara dengan Rp.878.446.907.000. Hal ini disayangkan karena maskapai kebanggaan masyarakat Indonesia nasibnya terseok-seok jauh tertinggal dari maskapai milik negara tetangga seperti Singapura Airlines,” pungkasnya.
Saran RR ke Jokowi
Pada 12 Agustus 2015, saat hari pertama diminta Presiden Jokowi menjadi Menko Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli langsung menolong Presiden Jokowi dengan menngungkapkan bahwa Garuda harus melakukan evaluasi seperti pembelian jenis pesawat jarak jauh, karena pasti akan merugi. Termasuk meminta PLN mengevaluasi proyek listrik 35.000 Megawatt.
“Waktu itu kepada presiden Jokowi, kami sarankan Garuda harus dibenahi secepat mungkin. Pak Jokowi katakan ‘bagaimana baiknya deh mas Rizal’. Maka saat pelantikan RR katakan agar Garuda evaluasi pembelian pesawat jenis jarak jauh karena pasti akan rugi,” lanjutnya.
RR mengatakan hanya ingin membantu Pemerintah Indonesia dan Presiden Jokowi untuk memberikan solusi, karena reputasi Presiden Jokowi akan merosot kalau Garuda tidak diselamatkan. Dirinya tidak ingin reputasi Presiden Jokowi merosot kalau Garuda terpaksa dijual.
“Kami akan merumuskan strategi perbaikan Garuda. Jika dilaksanakan sungguh-sungguh, Garuda bisa untung kembali dalam waktu kurang dari dua tahun. Untuk itu, sebagai prasyarat awal perlu dilakukan overhaul komisaris dan manajemen PT Garuda Indonesia Airways,” jelasnya.
Respon Garuda
Menanggapi masukan dari Rizal Ramli, Garuda Indonesia menyampaikan apresiasi atas dukungan dan komitmen peningkatan kinerja operasional yang disampaikan. Melalui dukungan komitmen tersebut, pihaknya akan terus berupaya meningkatan laju kinerja operasional.
“Hingga Q1-2018 ini , Garuda terus menunjukan pertumbuhan positif diproyeksikan pada akhir tahun ini perusahaan dapat membukukan laba sebesar USD10-15 juta,” ujar VP Corporate Secretary PT Garuda Indonesia Hengki Heriandono.
Terkait hasil keputusan RUPS 2018 yang membuat direksi membengkak menjadi delapan orang, Garuda menilai struktur manajemen tersebut menyeleraskan dengan tren dan volume bisnis perusahaan yang terus berkembang. Sepanjang 2017, Garuda Indonesia menekan kerugian dari 1Q-2017 sebesar USD 99.1 juta menjadi USD 38.9 pada 2Q-2017. Garuda Indonesia juga membukukan laba operasi sebesar USD 61.9 juta pada periode 3Q-2017 (diluar tax amnesty dan extraordinary items sebesar USD 145 juta).
Terkait pembelian pesawat, Garuda Indonesia melaksanakan upaya renegosiasi kontrak pesawat termasuk komitmen penundaan kedatangan pesawat baru hingga tahun 2019-2020 serta memaksimalkan utilitas pesawat yang ada saat ini. Adapun utilitas pesawat pada tahun 2018 ini ditargetkan menjadi 10 jam 24 menit meningkat dibandingkan tahun 2017 sebesar 9 jam 36 menit khususnya dengan memaksimal rute padat penumpang dengan yield tinggi.

“Garuda juga telah melaksanakan renegosiasi kontrak pesawat bersama pihak manufaktur atau lessor sehingga dapat menurunkan harga sewa pesawat hingga 25%. Selain itu, Garuda Indonesia terus memaksimalkan potensi armada yang ada saat ini dengan restrukturisasi jaringan penerbangan khususnya dengan memaksimalkan pasar penerbangan dengan trafik tinggi,” jelasnya
Dirinya membantah Indonesia pernah mengagendakan pengadaan pesawat Airbus A380. Pasalnya Garuda Indonesia saat ini hanya mengoperasikan jenis armada Boeing 777-300 ER, Boeing 737-800 NG, Airbus A330-300/200, CRJ Bombardier 100, ATR 72-600 dengan total armada secara keseluruhan sebesar 202 armada pesawat (termasuk armada yang dioperasikan anak perusahaan Citilink). Kemudian, terkait kebijakan training crew penerbangan, perusahaan menjalankan pola training yang mengacu pada kebijakan dan regulasi yang berlaku baik yang dikeluarkan oleh pemerintah maupun lembaga berwenang lainnya yang mengatur terkait standarisasi training crew penerbang.
Kredibilitas Direksi Garuda Diuji
Meskipun terus mengalami kinerja yang buruk dan kerugian besar tiap tahunnya, Garuda justru jor-joran dalam pembelian pesawat-pesawat yang tidak diperlukan serta logistik. Ditambah gaji fantastis bagi jajaran direktur Garuda yang mencapai Rp 20 miliar hingga gaji pilot yang bisa sampai ratusan juta ikut menguras keuangan perusahaan. Pencapaian positif yang disampaikan pihak Garuda hanyalah penampakan permukaan gunung es alias capaian kecil namun dibesar-besarkan. Pihak Garuda tidak jujur dan terbuka kepada publik terkait masalah yang lebih besar dan mengendap yang diderita Garuda bahkan terkesan disembunyikan.
Koordinator Investigasi Center for Budget Analysis (CBA) Jajang menyarankan perlu perombakan besar-besaran dalam manjemen dan struktur pejabat Garuda. Jangan sampai Garuda diisi oleh orang orang yang tidak kredibel dan hanya akan memperpanjang derita kerugian negara yang terburuk sampai bangkrut. Akan menjadi langkah baik juga jika dirut Garuda Pahala Nugraha Mansury diganti dengan yang lebih baik, serta 8 direksi yang kebanyakan dikurangi agar lebih efisien.
“Akar permasalahan atau biang keladi kerugian garuda ini ada di ketidakmampuan atau kompetensi direktur utama Garuda dalam mengelola bisnis penerbangan yang kian ketat,” tegasnya.

Analis pasar modal, Reza Priyambada mengatakan frekuensi masyarakat yang semakin tinggi menggunakan pesawat terbang merupakan pangsa pasar buat pertumbuhan pendapatan Garuda Indonesia yang berkode saham GIAA.
“Penambahan rute dan sharing rute dengan sejumlah maskapai untuk penerbangan internasional bisa juga dilakukan untuk menambah pendapatan GIAA. Tinggal bagaimana mengatasi jalan keluarnya saja. Dengan merestrukturisasi utang dan memperbaiki sejumlah armada, diharapkan dapat meningkatkan rute dan lebih bisa bersaing dengan maskapai lainya,” jelasnya.
Mengingatkan kembali, sebagai maskapai penerbangan sipil, GIAA tentu harus memenuhi semua persyaratan keselamatan penerbangan. GI bukanlah “pabrik perkakas rumah tangga” yang bisa asal pilih BOD yang bertujuan meningkatkan produksi dan laba penjualan, tidak perlu memahami berbagai aturan penerbangan yang dikeluarkan oleh ICAO maupun yang diatur dalam UU No. 1 Tahun 2009.
GI sendiri bukan kali pertama dinahkodai oleh seorang bankir. Sejumlah bankir memang pernah menduduki posisi strategis di GI, sebut saja Robby Djohan (alm), Abdulgani, dan Emirsyah Satar. Tetapi kinerja mereka sendiri dikenal bukan bankir sembarangan, di bawah kepemimpinan mereka GI meraup untung.
Salah satu penyebab keberhasilan saat mereka menjadi Direktur Utama GI, karena selalu didampingi oleh Direktur Operasi dan Direktur Teknik yang berasal dari pilot aktif pesawat berbadan lebar, hal ini sesuai dengan persyaratan di CASR 121. Tetapi ironisnya baru kali ini GI tidak memiliki jabatan keduanya, tetapi hanya memakai nomenklatur Direktur Produksi dan Direktur Cargo.
Sejatinya sebuah maskapai penerbangan di Indonesia, penetapan BOD-nya mesti memenuhi persyaratan seperti yang diatur dalam CASR 121.61 tentang kualifikasi minimum personel setingkat Direksi. Pada poin c (1) jelas diatur bahwa seorang Direktur Operasi harus paham tentang isi manual operasi perusahaan penerbangan dan spesifikasi operasi.
Persyaratan lainnya, yakni seorang Direktur Operasi yang baru pertama kali menjadi Direktur Operasi harus memiliki lisensi sebagai pilot selama 6 tahun serta minimal selama 3 tahun terakhir menjadi pilot pesawat berbadan lebar sesuai dengan CASR 121 dan 135.
Sementara untuk Direktur Teknik diatur dalam CASR 121. 61 poin d. (1). Di mana untuk menjadi Direktur Teknik/Perawatan harus memiliki lisensi Aircraft Maintenance Engineer (AME) atau lisensi sejenis lainnya. Yang bersangkutan juga harus berpengalaman sekurang-kurangnya 3 tahun dengan jenis-jenis pesawat yang dipunyai maskapainya dan sekurang-kurangnya 1 tahun pernah menjadi supervisor.
Calon Direktur Teknik sendiri juga mesti paham sejumlah spesifikasi komponen dan manual teknis semua pesawat yang dioperasikan perusahaan. Singkatnya para calon BOD GI yang membawahi teknik dan operasi harus melalui proses fit and proper test oleh regulator (Kementerian Perhubungan) lantaran Kementerian Perhubungan sebagai kementerian teknis yang mengatur dan mengawasi jalannya operasi penerbangan sipil, bukan hanya atas persetujuan Kementerian Negara BUMN sebagai pemegang saham.
Terkait dengan masalah ini, Pengamat transportasi, Agus Pambagyo menyayangkan adanya pembiaran terhadap pelanggaran aturan atau regulasi dalam nomenklatur susunan Direksi Garuda Indonesia yang baru.
“CASR (Civil Aviation Safety Regulation) atau PKPS (Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil) menyebutkan bahwa Direktur Operasi dan Direktur Teknik adalah bagian dari Board, bukan pejabat Direktur,” sebut Agus.
Capt. Teddy Soekarno penasehat Federasi Pilot Indonesia mengatakan CASR adalah panduan sekaligus regulasi dan peraturan. Maskapai penerbangan dalam prakteknya tidak bisa disamakan dengan pengelolaan perusahaan lain. Persyaratan yang tertuang dalam CASR bukan soal pelanggaran hukum atau tidak, hal tersebut sudah jelas lebih kepada menetapkan seorang Dirut yang kapabel, berilmu, dan strategis dalam menjalankan misi maskapai.
“Bukan badut yang menjalankan misi BUMN saja. Yang pasti kalau terlambat dalam melakukan corrective action, bisa jadi melanggar hukum,” jelasnya.
Salah satu efek tak diberlakukannya CSAR di GI menyebabkan GI yang pernah meraih maskapai terbaik regional tetapi dibawah kepemimpinan Pahala malah terbelit sejumlah masalah, diantaranya terbelit utang.[akt]