Perludem: Presiden Bisa Batalkan Pelantikan Komjen Iwan Bule

Perludem: Presiden Bisa Batalkan Pelantikan Komjen Iwan Bule

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Polemik bermunculan menjelang pelantikan Komjen Pol M. Iriawan atau yang akrab disapa dengan Iwan Bule sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat yang rencananya akan dilaksanakan hari ini, Senin (18/6). Salah satunya datang dari peneliti hukum dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil yang heran akan penunjukan Komjen Iwan Bule sebagai pj gubernur.

"Ini mengherankan karena dulu sudah ditolak presiden dan ditolak masyarakat tentang penunjukkan perwira aktif polisi untuk masuk menjadi plt gubernur, sekarang kenapa tiba-tiba ditunjuk lagi," kata Fadli saat dihubungi kumparan, Senin (18/6).

Selain itu, lanjut Fadli, penunjukan ini menunjukan bahwa Kemendagri tidak responsif terhadap potensi konflik kepentingan polisi dalam pelaksanaan pilkada di Jabar. Menurutnya, untuk meredam polemik di publik, presiden bisa mengambil sikap dengan membatalkan pelantikan Komjen Iwan Bule.

"Batalkan saja, presiden bisa instruksikan untuk membatalkan itu, lalu tunjuk pejabat tinggi madya di lingkungan Aparat Sipil Negara (ASN)," ungkapnya.

"Prasangka terhadap adanya benturan kepentingan tak bisa dihindari. Hal ini yang tidak dipertimbangkan Kemendagri, padahal dulu sudah ditolak, dan tidak jadi, sekarang tiba-tiba langsung dilantik," lanjutnya.


Sementara itu, hal serupa disampaikan oleh Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini. Menurutnya jabatan gubernur lebih kepada tata kelola birokrasi, bukan keamanan.

"Menurut kami fungsi pejabat gubernur itu bukan hanya menjamin keamanan daerah tapi juga menjamin tata kelola dan fungsi birokrasi agar berjalan optimal dan pelayanan publik berjalan tanpa kendala," kata Titi saat dihubungi terpisah.

Menurut Titi, pengangkatan Komjen Iwan Bule sebagai pj gubernur memperkuat pertanyan publik tentang kontroversi penempatan personel aktif polri di jabatan politik.

"Jadi gubernur kan beda itu kan jabatan politik sebenarnya pengisinya itu dipenuhi melalui pemilihan langsung melalui pilkada," imbuhnya.

"Ini kan berarti mengkonfirmasi keinginan Kemendagri untuk menunjuk yang bersangkutan jadi pj gubernur, ini kan sudah muncnul sebelumnya. Ini kan dia masih bertugas di polri tapi karena dapat kritikan besar dari publik kemudian wacananya meredup, saat itu juga masa jabatannya juga masih jauh," lanjutnya.


Terlepas dari segala kontroversi yang ada, pengangkatan Komjen Iwan Bule menjadi pj gubernur sudah sesuai dengan pasal 201 (9) UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

"Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, diangkat penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dengan ”jabatan pimpinan tinggi madya” meliputi sekretaris jenderal kementerian, sekretaris kementerian, sekretaris utama, sekretaris," kata Titi.

Walaupun demikian, menurut Titi, pengangkatan Komjen Iwan Bule sebagai pj gubernur seperti ada keinginan kuat dari yang bersangkutan, terlihat dari alur perpindahan status dari perwira aktif menjadi perwira yang bertugas di lemhanas.

"Itu memang ada keinginan kuat yang bersangkutan jadi pj gubernur kemudian dari priode 6 bulan ternyata ada perubaha status dari perwira aktif di polri menjadi perwira yang bertugas di lemhanas," lanjut Titi.

"Sehingga yang bersangkutan memenuhi persyaratan, karena adi UU Aparatur Sipil Negara tadi disebutkan yang berhak menjadi penjabat gunernur jadi petugas madya," ungkapnya.

Titi pun berharap dalam konteks pilkada jabar jangan sampai ada proses politik yang kontraproduktif karena pengangkatan Komjen Iwan Bule.

"Karena gubernur posisi politik pada dasarnya posisi sipil harusnya ditempati birokrat sipli. Seolah-olah penempatan polisi ini apa sebagai sebuah konfirmasi bahwa Jabar ini tidak aman sehingga elemen yang ada tidak mampu," pungkasnya. [kumparan]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita