Perkuat Deradikalisasi, BNPT Minta Tambah Anggaran Rp 155 M

Perkuat Deradikalisasi, BNPT Minta Tambah Anggaran Rp 155 M

Gelora News
facebook twitter whatsapp


www.gelora.co - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengusulkan penambahan anggaran sebesar Rp155,2 miliar dalam pagu alokasi tahun 2019. BNPT menilai pagu indikatif 2019 persetujuan Menteri Keuangan yang sebesar Rp 699,5 miliar tidak cukup untuk pemenuhan anggaran BNPT.

Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius mengatakan pagu indikatif yang diterima BNPT belum memenuhi usulan anggaran BNPT 2019 sebesar Rp 836,8 miliar. "Kebutuhan anggaran yang belum terpenuhi, kami kekurangan sebesar Rp 155,2 M," ujar Suhardi saat rapat kerja dengan Komisi III DPR di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/6)

Suhardi merinci jumlah tersebut untuk kebutuhan anggaran pelaksanaan pusat deradikalisasi dan pusat pengendalian krisis sebesar Rp 108,2 miliar. Kebutuhan Itu konsekuensi pascarevisi Undang-undang Anti Terorisme. Dalam aturan tersebut kewenangan BNPT dalam penanganan terorisme diperkuat.

Selain itu, pemenuhan kebutuhan anggaran untuk perubahan struktur organisasi dan perubahan fungsi baru karena adanya revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebesar Rp18 miliar.

"Pemenuhan kebutuhan anggaran untuk efektivitas pelaksanaan pusat deradikalisasi sebesar Rp108 M. Pemenuhan untuk struktur organisasi karena ada revisi UU Terorisme sebesar Rp18 M dan lainnya. Sehingga total kebutuhan Rp155,28 Miliar," ujar Suhardi.

Suhardi mengatakan, prioritas nasional 2019 alokasi anggaran sebesar Rp 271,3 miliar untuk penanggulangan terorisme. Di dalamnya penanggulangan terorisme bidang pencegahan Rp129,6 miliar.

Secara terpisah, Presiden Joko Widodo (Jokowi) turut memberikan pernyataan terkait penangkapan terduga teroris di Universitas Riau (Unri) beberapa waktu lalu.

Menurut Jokowi, kejadian penangkapan alumni Unri oleh tim Datasemen Khusus 88 bisa terjadi di mana saja. Sebab, paham radikalisme ini sudah tersebar di berbagai tempat.

Paham ini, kata Presiden, tidak muncul secara tiba-tiba, tetapi melalui proses lama. Untuk itu, proses deradikalisasi terus dikerjakan oleh pemerintah dari berbagai kementerian dan lembaga, termasuk TNI, Polri, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

"Tetapi yang paling penting adalah bagaimana, misalnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga ikut berperan, kemudian Nahdlatul Ulama juga ikut berperan, Muhammadiyah juga kita ajak berperan bersama," ujar Jokowi, Kamis (7/6).

Jokowi menambahkan, dari data yang dihimpun pemerintah, angka masyarakat yang terpapar paham radikalisme sudah sangat mengkhawatirkan. Untuk mengantisipasi penyebaran ini makin meluas, proses pencegahan menjadi hal yang lebih baik daripada harus menyelesaikan problematik ketika aksi radikal sudah terjadi. [rol]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA