
www.gelora.co - Antonius Tonny Budiono mengakui menerima suap dan gratifikasi selama menjabat Direktur Jenderal Perhubungan Laut (Dirjen Hubla) Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Antonius meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor memberikan hukuman ringan kepadanya.
Permintaan tersebut tertuang dalam pleidoinya di Pengadilan Tipikor. "Kalau majelis hakim berkenan memberi saya kesempatan di sisa usia senja saya untuk bisa hidup bersama anak, menantu, dan cucu, sebab jika saya tidak terkena OTT KPK, mungkin kekeliruan saya akan menjadi-jadi," ujar Antonius kepada Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (3/5).
Antonius mengatakan, dirinya tidak bermaksud untuk menerima suap dan gratifikasi. Menurut dia, hal tersebut terbukti saat tim penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkapnya, barang-barang yang diduga sebagai suap dan gratifikasi bertebaran di tempat tinggalnya.
"Jika niat saya untuk mengumpulkan harta, tas dan uang yang sudah disita (KPK), pasti tidak akan bertebaran bersama pakaian kotor di mes tempat saya tinggal. Tidak ada yang saya tutup-tutupi selama ini, apalagi dipoles," kata dia.
Antonius mengaku sejak dilantik menjadi Dirjen Hubla pada 16 Mei 2016, berupaya untuk menertibkan Ditjen Hubla Kemenhub. Dia mengaku ingin memutus mata rantai permainan curang di lembaganya.
"Memang saya akui saya menerima pemberian uang, tapi, bukan karena saya menyalahgunakan jabatan. Apa yang saya lakukan, pekerjaan saya tidak tertuju pada ke situ, saya tidak tahu," kata dia.
Sebelumnya, Antonius Tonny Budiono dituntut hukuman pidana penjara 7 tahun denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan. Antonius menerima suap Rp 2,3 miliar. Uang tersebut diterima Antonius dari Komisaris PT Adiguna Keruktama, Adi Putra Kurniawan.
Selain itu, Antonius juga didakwa menerima gratifikasi dengan nilai total Rp 19,6 miliar. Jaksa KPK juga meminta agar Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menetapkan Antonius sebagai pihak yang bekerjasama dengan KPK alias Justice Collaborator (JC).[mdk]