Mahfud MD Angkat Bicara Perihal Yusril Sebut SBY Putar Balik karena Statementnya

Mahfud MD Angkat Bicara Perihal Yusril Sebut SBY Putar Balik karena Statementnya

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra mengaku dirinya pernah dicurhati Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) perihal rencana pengembalian format pemilihan kepala daerah kepada DPRD yang sudah pernah menjadi rancangan undang-undang (RUU).

Kondisi saat itu, sudah ada RUU yang menyatakan pilkada akan kembali ke DPRD, namun kemudian SBY mengeluarkan Perpu pilkada langsung.

Mendengar hal tersebut, Yusril dengan tegas meminta SBY untuk mempertahankan UU yang dibuatnya.

Namun, waktu SBY pulang ke Jakarta tiba-tiba mendengar bisikan dari Mahfud MD yang menyatakan untuk berhati-hati dengan pendapat Yusril, karena itu merupakan jebakan batman dan berhasil membuat SBY berputar balik.

Menurut Yusril, hal ini menciderai cita-cita demokrasi yang diperjuangkan dalam demokrasi.

Hal ini mendapat tanggapan langsung dari Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD secara langsung.

Melalui akun Twitternya @mohmahfudmd mengatakan jika pernyataan Yusril bertentangan dengan fakta dan agak menyesatkan.

Seperti yang dikutip Tribunwow.com di bawah ini.


"Statement Yusril terasa ingin memberi kesan bahwa:

1) Saya mendukung Pilkada Langsung;

2) Saya yang menginspirasi SBY untuk berbalik arah sehingga mengeluarkan Perppu. Itu semua manipulatif dan tendensiun.

Inilah fakta yang bisa dilacak jejak digitalnya.

Sebagai Ketua MK yg mengadili sengketa Pilkada sekitar 395 kasus saya adalah salah seorang yang mengusulkan agar Pilkada kembali dilakukan di DPRD.

Itu saya kemukakan pada Seminar Nasional antara MK, KPU, dan Kemendagri pada bulan Pebruari 2012 di Hotel Mulia.

Pada seminar itu tampil sbg narasumber: Menko Polhukam Joko Suyanto, Ketua MK Mahfud MD, Mendagri Gamawan Fauzi, Ketua KPU A. Hafidz.

Semua narassumber setuju: Pilkada dikembalikan ke DPRD krn Pilkada Langsung lebih banyak mudharatnya.

Materi seminar Itu sudah dibukukan.

Setelah seminar 2012 itu Pemerintahan SBY, melalui Mendagri Gamnawan Fauzi dengan surat Presiden, mengajukan RUU Pilgub. Pilbup, Pilwali (Pilkada) yang berisi perubahan sistem Pilkada dari langsung menjadi dipilih oleh DPRD.

Waktu itu semua parpol di DPR-RI menyetujui.

Ormas-ormas besar seperti NU dan Muhammadiyah juga mendukung secara terbuka, Pilkada di DPRD saja.

Kata mereka, Pilkada langsung tlh merusak moralitas rakyat & mem-belah2 kehidupan sosial.

Penyalahgunaan jabatan, kekerasan politik, dan money politic marak di Pilkada langsung.

Masalah politiknya muncul: RUU yang sebenarnya sudah mulus di DPR itu proses akhir pengesahannya dilakukan pada saat Pilpres yang polarisasi politiknya terbelah ke dalam Koalisi Merah Putih (KMP) pendukung Prabowo dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) pendukung Jokowi.

Sidang Paripurna DPR bulan Okt' 2014 berlangsung panas.

Parpol-parpol yang tadinya pro Pilkada di DPRD ada yang berbalik, meminta Pilkada langsung.

LSM-LSM berteriak bahwa Pilkada lewat DPRD membawa kemunduran p demokrasi yang sudah kita bangun dengan susah payah.

Mengapa jadi begitu?

Waktu itu atraksi politik yang muncul adalah: Jika Pilkada dilakukan lewat DPRD akan menimbulkan ketidakseimbangan.

Sebab para DPRD akan dikuasasi oleh KMP sbg pemenang Pilleg 2014 padahal pemenang Pilpres alah KIH.

Ini sangat potensial menimbulkan instabilitas. Itulah.

NU Muhammadiyah jg mengubah pandangannya, meskipun tdk institusional. Ketua PBNU Hasyim Muzadi dan Katib Am PBNU Malik Madani yg tadinya gencar mengusulkan Pilkada lewat DPRD kemudian mendukung Pilkada langsung.

Situasi politik sangat penas. SBY dan Gamawan dihujat.

Saya yang sejak 2012 mendukung Pilkada di DPRD tetap pada sikap itu.

Saya dikeroyok ramai-ramai melalui dialog yang tidak imbang di TV-TV dan medsos.

Saya tunjuk bahwa melalui Penpres No. 6 Tahun 1959 Bung Karno pun tak setuju pilkada langsung sehingga membatalkan UU No. 1 Tahun 1957.

Akhirnya keputusan ttg itu diputuskan scr dramatis melalui voting di DPR dan disetujuilah UU Pilkada dgn mekanisme melalui DPRD.

Masyarakat sipil dan pers didominasi hujatan thd SBY sbg perusak demokrasi yg telah dibangunnya sendiri. Pokoknya RUU itu hrs dibatalkan.

 Bully thd SBY itu bagaikan bah yg menjadi trending topic sampai ber-hari2.

SBY yg sedang melakukan kunjungan ke Amerika megeluarkan pernyataan bahwa dirinya tidak setuju pada RUU itu dan SBY setuju dengan aspirasi masyarakat serta akan mencari jalan keluar secepatnya.

Dari Amerika Mensesneg Sudi Silalahi yg ikut kunjungan SBY bilang bhw SBY tdk akan menandatangani RUU itu. Dari Indonesia, sy berteriak, meskipun SBY tidak menandatangani tapi stlh 30 hr RUU itu akan berlaku dengan sendirinya sesuai dgn Pasal 20 ayat (5) UUD 1945.

Sepulang dari Amerika SBY mampir ke Jepang dan bertemu dgn Yusril di sana utk mendapat saran. Inilah saran Yusril yg tersiar: "SBY tdk usah menandatangani RUU itu krn tdk setuju dan selanjutnya serahkan itu kpd Presiden baru agar disikapi dan diselesaikan".

Saran Yusril di Jepang itu menurut sy tidak fair dan mendorong Presiden baru, Jokowi, masuk dlm jebakan betmen. Sebab ditandatangani atau tdk RUU itu akan berlaku dengan sendirinya stlah 30 hari disetujui di DPR. Saran saya waktu itu, SBY hrs tandatangan scr gentleman.

Saya bilang stlh ditandatangani, kalau SBY tdk setuju dgn UU itu barulah diubah melalui legislative review. Sepulang ke Indonesia pd tanggal 30 September SBY menandatangani UU itu tetapi 2 hari kemudian, tanggal 2 Oktober dicabut sendiri dgn Perrpu. Itulah sejarahnya

Jadi dari mana ceritanya Yusril mengatakan SBY balik kucing krn statement saya? Dari mana pula datanya saya menyimpang dari tujuan reformasi yg tlh menyepakati Pilkada tetap dilakukan di DPRD. Bukankah sikap sy ada dokumen dan jejak digitalnya sejak 2012? Wadduh.

Stlah banyak pimpinan parpol, MPR dan DPR, setuju ke Pilkada lewat DPRD dan saya juga berbicara ttg itu di Senayan beberapa hari yg lalu, tiba2 Pak Yusril ingin ambil posisi opini dgn membalik-balikan fakta dgn tudingan yg tdk berdasar. Subhanallah, lihai benar ya.

Zaman now adl zaman digital. Sulit berbohong krn direkam oleh Malaikat Roqib & Atid via jejak digital. Yg sy kultwit itu jejak digitalnya lengkap. Oh, ya, di atas pengesahan RUU di DPR sy tulis bln Oktober 2014, maaf, yg benar menjelang bln Oktober, stlh Pilpres.

Demikianlah penjelasan saya. Saya tak ada urusan politik apa pun dgn Pak Yusril melainkan hanya menjelaskan fakta yang tak bisa dipungkiri karena ada dokumen dan jejak digitalnya. Penuh hormat kpd sahabat akademis saya, Prof. Yusril Ihza Mahendra", ujar Mahfud mengakhiri. [trb]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita