Dradjad Bandingkan Kasus Sukmawati dengan Asma Dewi

Dradjad Bandingkan Kasus Sukmawati dengan Asma Dewi

Gelora News
facebook twitter whatsapp


www.gelora.co - Kasus puisi Sukmawati Soekarnoputri dinilai menjadi salah satu ujian apakah pemerintah, khususnya Polri dan Kejagung, benar-benar menegakkan hukum dan keadilan. Atau, hanya memakai hukum sebagai alat kekuasaan semata.

"Pembandingnya masih hangat. Yaitu, kasus bu Asma Dewi. Tuduhan yang disangkakan terhadap bu Asma Dewi bermacam-macam, dan dia sempat di penjara lima bulan lebih. Padahal, yang dia sampaikan adalah kritikan biasa," kata anggota Dewan Kehormatan PAN, Dradjad Hari Wibowo, kepada Republika.co.id Rabu (4/4).

Puisi bu Sukma, menurut Dradjad, lebih berat dibandingkan postingan bu Asma. Makin berat lagi, lanjutnya, karena nama Presiden pertama RI melekat dalam nama Sukmawati.

"Karenanya, dampaknya jauh lebih luas daripada bu Asma yang bukan putri tokoh besar bangsa," ungkapnya.

Jadi, menurut Dradjad, sekarang Polri dan Kejagung punya kewajiban untuk memproses Sukmawati. Prosesnya harus sama seperti penegak hukum melakukan proses hukum terhadap Asma.

"Jika tidak, kedua lembaga ini akan makin dianggap tidak adil," tegas Dradjad. Terlebih, lanjut Dradjad, sudah ada pengalaman kasus Viktor Laiskodat, yang juga belum diproses hingga sekarang.

Namun jika kemudian Sukmawati meminta maaf secara terbuka kepada ummat Islam, menurut Dradjad, hal itu jauh lebih baik. Setelah itu rasanya tidak masalah jika proses hukum dihentikan.

"Umat Islam adalah umat pemaaf. Saya pribadi sebagai salah satu ummat Islam sudah memaafkan, bahkan sebelum beliau meminta maaf. Saya malah mendoakan semoga bu Sukma diberi kesempatan Allah SWT bertaubat dan menjadi muslimah yang lebih baik," ungkapnya.

Nama Asma Dewi sebelumnya pernah mencuat ke publik. Perempuan ini diproses hukum karena dianggap kepolisian telah melakukan perbuatan ujaran kebencian. Asma Dewi membuat postingan mengenai antivirus rubela. Asma menyebut antivirus itu dari Cina.

Kemudian, postingan kedua soal kritik Asma Dewi yang mempertanyakan 'Malaysia belajar Sansekerta, sedangkan Indonesia belajar bahasa Cina'. Terakhir, Asma Dewi mempersoalkan harga daging yang melambung tinggi. [rol]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA