Demi <i>One Belt One Road</i>, China Dukung Jokowi Dibanding Prabowo

Demi One Belt One Road, China Dukung Jokowi Dibanding Prabowo

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Dukungan luar negeri terhadap Presiden RI terpilih hasil Pilpres 2019 tentu diperlukan. Lalu kepada siapa dukungan negara-negara maju, seperti China dan Amerika Serikat diberikan? Sejumlah pengamat memprediksi, demi suksesnya program One Belt One Road (Obor), China akan memberi dukungan kepada Joko Widodo (Jokowi) dibanding Prabowo Subianto. Sementara Prabowo akan mendapat dukungan Amerika Serikat.

“Pemerintahan Jokowi sangat intens melalukan kerjasama dengan China, maka wajar jika China mendukung Jokowi daripada Prabowo untuk menjadi presiden pada Pilpres nanti. Karena China pasti berharap Indonesia akan menjadi partner dalam kerjasama OBOR. Apalagi bagi China, Indonesia sebagai salah satu negara target di Asia yang diestimasikan menerima total investasi sebesar USD$ 69.256 juta,” kata Ketua Perhimpunan Masyarakat Madani (Prima) Sya'roni kepada Harian Terbit, Senin (23/4/2018).

Atas kerjasama dengan China yang sangat intens tersebut, ujar Sya'roni, maka akan membuat pihak AS akan mendukung Prabowo, agar Indonesia bisa berpaling dari China. Sya'roni mengakui kerjasama dengan China memang lebih banyak ruginya, misalnya TKA China membanjiri Indonesia. Sementara di Indonesia sendiri masih ada 7 juta orang pengangguran. Untuk terlepas dari cengkeraman China maka baiknya Indonesia memaksimalkan forum kerjasama yang sudah ada misalnya APEC, AFTA, dan lainnya.

Hubungan Indonesia-China mencakup hal-hal strategis misalnya proyek infrastruktur, pinjaman, investasi hingga tenaga kerja. Bahkan tenaga kerja asal China yang masuk ke Indonesia diduga tidak memiliki ketrampilan khusus alias pekerja tanpa skill. Sehingga banyak buruh Indonesia yang keberatan atas kedatangan tenaga kerja asal China. Jumlah pekerja asal China juga telah mencapai 126 ribu.

"Bisa dikatakan Jokowi sudah sangat nyaman menjalin kerjasama dengan China. Meskipun di sisi lain harus dijauhi oleh AS dan negara-negara barat lainnya," ujar Sya'roni.

Bung Karno

Sementara itu, Presidium Persatuan Pergerakan, Andrianto SIP mengatakan, memang jelas sekali rezim Jokowi pro China. Namun dalam realisasinya kedekatan Indonesia dengan China tidak sesuai dengan fakta. Dalam soal kereta cepat Jakarta-Bandung saja belum terealisasi. Padahal kurang apa Indonesia terhadap China. Oleh karenanya kebijakan yang pro China ini sangat bagus bila ada untung untuk Indonesia.

"Seperti BK (Bung Karno) dulu yang canggih manfaatkan hubungan Blok Barat dan Timur," ujarnya.

Andrianto menuturkan, dengan dekatnya hubungan Indonesia-China maka jangam sampai Indonesia malah menjadi proxy-nya China. Karena bagaimanapun Indonesia harus canggih dalam manfaatkan perang ekonomi China vs AS. Oleh karena perlu kapasitas lebih untuk memanfaatkan kerjasama Indonesia-China. Sehingga Indonesia tidak terlalu dieksplorasi oleh China.

"Kerjasama Indonesia - China  tentu positif bila kita canggih. Karena yang terjadi kita terkesan gamang dan larut dalam stratak OBOR. Keluarnya Perpres No 20/2018 tentang TKA malah menjustifikasi kita memberi karpet merah terhadap China," paparnya.

Agar Indonesia tidak semakin dalam terhadap hubungan dengan China, sambung Andrianto, maka Indonesia jangan memberi ruang lagi terhadap China. Indonesia harus kembali ke UUD 45 yakni menjadi negara non blok yakni tidak ikut arus pro salah satu blok China atau AS.

Jalur Sutra

Sejak diperkenalkan pada 2013 oleh Xi Jinping, OBOR telah berhasil merangkul 65 negara di Asia, Afrika dan Eropa dengan total nilai kerjasama mencapai USD$ 4.4 triliun. Indonesia sebagai salah satu negara target di Asia diestimasikan menerima total investasi sebesar USD$ 69.256 juta.

Presiden Cina Xi Jinping telah memimpin Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) OBOR yang disebut sebagai proyek pembangunan paling ambisius dan menyebut bahwa Cina merupakan penjelajah yang cinta damai. Pada zaman keemasan Jalur Sutra, Cina telah mentransformasi dunia dengan kapal-kapal dagang, bukan dengan kapal perang maupun senjata. 

Berbicara di hadapan 29 kepala negara yang hadir dalam KTT OBOR, Xi menjelaskan bahwa pembangunan infrastruktur bernilai multi-miliar dolar AS ini sebagai sarana untuk membangun versi modern dari Jalur Sutra dan menciptakan zaman keemasan baru di era globalisasi.

"Kemuliaan Jalan Sutra kuno menunjukkan bahwa penyebaran geografis yang tidak dapat diatasi," ujar Xi dilansir The Guardian, Ahad (14/5).

Xi menyebut OBOR merupakan sebuah usaha yang berani dan inklusif untuk memulai era baru globalisasi. Dalam pidato selama 45 menit, dia berjanji akan mengesampingkan segala kepentingannya demi membangun infrastruktur global yang membentang sepanjang Asia, Eropa, Afrika, dan Amerika. 

"Prakarsa Belt and Road berakar dari Jalur Sutra kuno, tapi juga terbuka untuk semua negara lainnya," kata Xi. 

Dihidupkannya kembali Jalur Sutra ini tidak lepas dari sejarah Cina yang dikenal sebagai penjelajah dan pedagang. Contohnya, seorang navigator Dinasti Ming Zheng He yang menjelajah dunia dan berdiplomasi melalui perdagangan. 

"Pelopor ini selalu diingat dalam sejarah, bukan sebagai penakluk dengan senjata perang ataupun pedang, tapi mereka diingat sebagai utusan yang bersahabat. Bagian sejarah ini menunjukkan bahwa peradaban tumbuh subur dengan keterbukaan dan pertukaran," ujar Xi.

Inisiasi Cina untuk membuka kembali perdagangan Jalur Sutra mendapatkan apresiasi dari sejumlah kepala negara yang hadir dalam KTT OBOR. Sejumlah kepala negara memuji langkah Cina untuk membangun kolaborasi ekonomi modern di era globalisasi.

Perdana Menteri Ethiopia Hailemariam Desalegn mengatakan, OBOR merupakan proyek unik, bersejarah, dan sangat penting. Dia menggambarkan OBOR sebagai kolaborasi ekonomi terbesar di abad 21. 

"Banyak dari kita di negara berkembang, terutama di Afrika, memandang Cina sebagai model ekonomi yang sukses dan sekutu yang andal dalam memerangi kemiskinan dan meningkatkan kemakmuran," kata Desalegn. [htc]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita