Pilkada Dimanfaatkan Politikus Sebagai Pintu Masuk Korupsi

Pilkada Dimanfaatkan Politikus Sebagai Pintu Masuk Korupsi

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dimanfaatkan oleh pejabat dan politikus sebagai pintu masuk untuk melakukan korupsi.

“Bukan sistem pilkadanya yang bermasalah, tetapi politik yang korup ini menjadikan pilkada sebagai pintu masuk korupsi. Jadi, pilkada hanya dipakai sebagai momentum untuk memperkaya diri dan partai, antara lain melalui uang mahar,” kata Endi di Jakarta, Kamis (1/3).

Dia mengatakan seharusnya pelaksanaan pesta demokrasi di daerah tidak menjadi mahal apabila dilakukan tanpa politik uang dan transaksional.

Para elit partai di tingkat pusat, pejabat daerah serta peserta pilkada harus berani berkomitmen untuk tidak bertransaksi dan menghilangkan praktik politik uang dalam pelaksanaan pilkada.

“Demokrasi tidak mahal, tetapi dibuat mahal oleh elit politik gang korup. Oleh karena itu, berani tidak mereka hilangkan mahar? Biaya saksi yang belasan miliar diganti oleh saksi partai atau memperkuat jajaran pengawas,” jelasnya.

Di awal 2018, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kerap melakukan giat, baik penyidikan maupun operasi tangkap tangan terhadap kepala daerah dan pejabat daerah yang diduga melakukan tindak pidana korupsi.

Bahkan, tidak sedikit dari para kepala daerah yang tertangkap tangan tersebut adalah petahana yang akan kembali maju di Pilkada 2018 untuk menduduki kursi raja kecil di daerah.

Para kepala daerah yang menjadi tersangka oleh KPK antara lain Bupati Jombang Nyono Suharli, Bupati Hulu Sungai Tengah Abdul Latif, Gubernur Jambi Zumi Zola, Bupati Ngada Marianus Sae, Bupati Lampung Tengah Mustafa, serta terbaru ada Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra dan ayahnya yang juga calon gubernur Sulawesi Tenggara Asrun. (akt)

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA