
www.gelora.co - Industri alat kesehatan (alkes) lokal mengaku harus berdarah-darah menghadapi serbuan produk impor dan sulitnya mencari investor. Apalagi, dukungan pemerintah dirasa masih minim sehingga industri ini masih sulit berkembang.
Manajer Eksekutif Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (Aspaki) Ahyahudin Sodri mengatakan, saat ini produk impor mendominasi hingga 92 persen. Padahal, pasar industri alat kesehatan nasional pada tahun ini diperkirakan mencapai Rp 13,5 triliun.
"Dari potensi pasar yang mencapai angka Rp 13,5 triliun, 92 persennya masih didominasi produk impor. Ini angka yang fantastis, sayang produk kita baru sekitar 8 persen secara value," ujarnya, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Ia mengatakan, ada beberapa hal yang membuat produsen alkes lokal sulit membendung serbuan produsen impor. "Dominasi impor ini sudah lama karena harus diakui juga kita masih minim inovasi. Ini yang harus segera dibenahi," ungkapnya.
Ia mengatakan, produsen alkes lokal juga masih kesulitan mencari investor karena industri ini dinilai masih banyak resikonya. "Jadi kami ini harus berdarah-darah menghadapi produk impor ditambah kesulitan mencari investor," tuturnya.
Ia menuturkan, pemerintah harus memberikan insentif seperti kemudahan impor bahan baku dan pajak agar industri alkes lokal bisa meyakinkan investor untuk menanamkan modalnya. "Kami perlu banyak dukungan dari pemerintah," tegasnya.
Menurutnya, industri alat kesehatan dalam negeri juga perlu dibenahi dari sisi sumber daya manusia (SDM). "Jadi kalau SDM kita sudah mumpuni, saya percaya maka akan bisa menciptakan inovasi-inovasi baru yang bisa diandalkan," katanya.
Ia menjelaskan, saat ini produk alat kesehatan produksi Indonesia didominasi oleh produk hospital furniture yang harganya rendah dibandingkan dengan produk high technology. "Contohnya ranjang pasien yang harganya berkisar antara Rp 6 juta hingga Rp 30 juta per satu unit," tuturnya.
Ahyahudin menambahkan, produk impor menguasai secara nilai karena harga produk yang tinggi. Dia mencontohkan harga alat CT scan satu unit senilai Rp 6 miliar hingga Rp 8 miliar. "Perlu menjual 1.000 unit ranjang untuk setara 1 unit CT scan," katanya.
Ia menuturkan, industri alat kesehatan juga perlu disinergikan dengan industri pendukung seperti industri mekanik dan industri plastik. "Komponen mekanik atau kerangka plastik untuk keperluan alkes dapat diperoleh dari industri dalam negeri yang sudah eksisting memproduksi material yang mirip," ungkapnya.
Produk alat kesehatan impor banyak didatangkan dari negara-negara Eropa, Jepang, Amerika Serikat, dan China. "Berdasarkan jenis, alat kesehatan terbagi menjadi enam jenis, yaitu imaging, consumable, patient aids, dental, ortopedi, dan jenis lainnya," tuturnya.
Ketua Umum Aspaki Ade Tarya Hidayat mengatakan, pemerintah harus terus mendorong penyerapan produk domestik pada pengadaan alat kesehatan dan fasilitas milik negara. "Salah satu kendala yang menahan laju pertumbuhan kita kan karena kecenderungan konsumen lebih mengutamakan produk impor," ujarnya.
Ia mengungkapkan, industri lokal kini lebih banyak memproduksi alat kesehatan berteknologi rendah untuk mencegah risiko hasil produksi tak terserap. "Jangan nanti sudah investasi besar tapi memasarkannya tetap saja susah," tegasnya.[rmol]