Indonesia tak Bubar, Hanya Berpotensi Jadi Negara Gagal

Indonesia tak Bubar, Hanya Berpotensi Jadi Negara Gagal

Gelora News
facebook twitter whatsapp

Oleh: Umi Nur Fadhiah, Dessy Suciati Saputri, Debbie Sutrisno, Farah Noersativa

Pidato Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto tentang hasil kajian internasional yang menyebut Indonesia bakal bubar pada 2030, ramai diperbincangkan masyarakat. Namun, pidato Prabowo yang berupa prediksi dianggap sebagai sebuah analisa fiksi. Sebab, menurut politikus Partai Bulan bintang (PBB) Sukmo Harsono penyebutan yang paling masuk akal adalah negara gagal.

Sukmo menilai, pidato yang disampaikan Prabowo adalah sebuah peringatan dini. "Indonesia bubar 2030 adalah sebuah early warning (peringatan dini) dari Prabowo Subianto," kata dia kepada Republika.co.id, Rabu (21/3).

Ia mengatakan berbagai hal bisa menyebabkan Indonesia menjadi negara gagal, seperti, hutang yang mencapai Rp 4.000 triliun, politik SARA yang tak terkendali, dan runtuhnya ekonomi nasional karena manajemen yang keliru. "Berisiko besar membuat NKRI menjadi negara gagal," ujar Sukmo.

Dijelaskan Sukmo, makna gagal tersebut, yakni gagal mensejahterakan rakyat dan mempertahankan negara kesatuan. Menurut dia, apabila hal itu terjadi, maka negara telah gagal mewujudkan cita-cita pendiri bangsa Indonesia.

Menurut Sukmo, ada harga mahal yang harus dibayar pemerintah apabila mengandalkan hutang untuk membangun infrastruktur. "Oleh sebab itu, hati-hati memilih presiden di 2019. Salah pilih, Anda membangun peradaban atau Anda menghacurkan peradaban," tutur dia.

Prabowo menyebut Indonesia bubar pada 2030 berdasarkan hasil kajian internasional. Hal itu disebabkan adanya ketimpangan penguasaan kekayaan dan tanah. Video pidato Prabowo tersebut beredar di media sosial Facebook.

Pidato Prabowo itu pun langsung mendapatkan respon dari sejumlah pihak, termasuk Istana. Menurut Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Johan Budi, pernyataan Prabowo tersebut justru tak sesuai dengan kenyataan kondisi Indonesia saat ini yang semakin membaik.

"Itu perlu ditanya juga kan harus ada kajian ilmiah, analisis. Anda kan sering baca juga analisis Indonesia oleh orang luar kan optimisme dibangun orang-orang luar atas perkembangan di Indonesia, oleh pakar-pakar ekonomi tingkat dunia loh ya," jelas Johan di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Rabu (21/3).

Prabowo menjelaskan, saat ini peringkat kemudahan berinvestasi di Indonesia pun semakin membaik dari tahun ke tahun. Hal ini menjadi salah satu parameter Indonesia menuju ke arah yang lebih baik.

"Kalau dari sisi ranking misalnya tingkat investasi di Indonesia meningkat, nomor dua kalau enggak salah setelah Filipina. Ini kan parameter menuju negara lebih baik kan, bukan sebaliknya," katanya.

Karena itu, Johan pun mempertanyakan dasar dari kajian tersebut. Kendati demikian, ia menegaskan, pemerintah saat ini tengah berupaya untuk mewujudkan Indonesia emas pada 2045 nanti.

"Tapi yang pasti yang dilakukan pemerintahan Pak Jokowi-JK justru ingin menjadikan negara ini yang menempati posisi yang diperbincangkan di tingkat dunia, 2045 Indonesia emas. Justru itu upaya-upaya itu menuju ke sana," ujar Johan.

Namun, Johan juga menyampaikan, pemerintah juga akan menerima hasil kajian tersebut sebagai masukan jika data yang dihasilkan memang valid. "Tapi kalau itu dimaksudkan sebagai masukan dengan analisis yang begitu banyak misalnya ya tentu sah-sah saja bisa dipelajari karena dihasilkan data-data yang valid," tambahnya.

Pengamat politik dari Indo Barometer, Muhammad Qodari mengatakan adanya video pidato Prabowo yang tersebar di publik merupakan sebuah pertarungan wacana antara kubu pro dan kontra mengenai kondisi Indonesia saat ini. Qodari menyebut audiens yang akan pro dengan kondisi Indonesia yang dipimpin Presiden Joko Widodo itu kemungkinan tak akan terpengaruh dengan apa yang disampaikan Prabowo dalam pidato tersebut.

"Sebaliknya, bila sepakat dengan Prabowo dengan kondisi Indonesia yang ia nilai buruk, maka orang-orang pun akan ikut kepada Prabowo," kata Qodari, Rabu (21/3).

Ia menegaskan seperti yang telah diketahui, saat ini Prabowo termasuk dalam orang yang kontra dengan Pemerintah saat ini. "Sebenarnya pendukung-pendukung Prabowo pada dasarnya adalah orang-orang yang kecenderungannya pesimistis dengan masa depan dan kecewa dengan kondisi sekarang. Ya paling tidak, tidak puas dengan pemerintahan Jokowi-JK," jelasnya.

Qodari menyebut dalam surveinya per hari ini, masih lebih banyak orang yang lebih puas terhadap kondisi Pemerintahan saat ini ketimbang dengan orang yang tak puas. "Sementara yang puas dengan kondisi sekarang itu kan kecenderungannya milih Jokowi. Jadi ya per hari ini yang puas itu lebih banyak dari pada yang tidak puas. Variasinya antar 60-70 persen," tuturnya.

Sehingga, menurutnya, bila orang-orang yang mendengar pidato ini merupakan orang yang pesimistis dengan masa depan Indonesia, maka kemungkinan besar mereka akan percaya dan akan mendukung Prabowo. Namun, sebaliknya, kalau yang mendengarkan adalah orang-orang yang optimistis, maka mereka akan lari dari Prabowo.

Qodari menyebut, tentunya, percaya dan tidak percaya terhadap Prabowo itu bukan hanya dari sebuah pidato. "Masih banyak aspek lain yang perlu dilihat, tak hanya kesenjangan kepemilikan lahan, tapi juga kesehatan, infrastruktur, pendidikan, dan lain-lain," kata Qodari.

Ketua Umum PBNU Said Aqil ikut angkat bicara mengenai pernyataan mantan danjen Kopassus itu. Prabowo dalam pidato tersebut mengatakan Indonesia bisa hilang pada 2030 jika pemerintah masih bekerja seperti sekarang karena telah membagi-bagikan tanah ke pihak asing.

Said mengatakan, program Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam membagikan sertifikat tanah tidak lah salah. Pemberian hak guna bagi pihak asing yang ramai dibicarakan sebenarnya bukan dilakukan pemerintah kali ini. Pemerintahan sebelumnya juga bahkan memberikan hak guna lahan guna menunjang perekonomian.

"Itu kan sudah lama kejadiannya. Pak jokowi sekarang malah cuci piring lah istilahnya, pencuci. Ya kalau sifatnya Prabowo itu warning (peringatan), ya bisa terima, itu baik," ujar Said Aqil di Istana Negara, Rabu (21/3).

Namun, lanjut Said Aqil, untuk menyebut bahwa Indonesia bisa hilang dalam 12 tahun ke depan hal tersebut seharusnya tidak tercetus. Jangan sampai siapa pun termasuk Prabowo pesimis Indonesia terancam hilang pada 2030.

"Tetapi kalau pesimis, itu tidak boleh, kita tidak boleh pesimis," ujar Said Aqil.

Menurutnya, pembagian sertifikat tanah yang dilakukan pemerintah saat ini sudah tepat. Sebab masih banyak masyarakat yang tidak memiliki sertifikat tersebut dan bisa terancam sengketa dengan pihak lain. Pembagian sertifikat menjadi salah satu program dalam redistribusi aset.

"Ada pengusaha yang punya tanah jutaan hektare, ada tanah yang sejengkal tanah saja tidak punya masih banyak. Siapa yang bagi-bagi? bukan presiden sekarang," ucap Said Aqil.

Pihak Istana memberikan tanggapannya terkait pernyataan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto tentang hasil kajian internasional yang menyebut Indonesia bakal bubar pada 2030 nanti. Menurut Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Johan Budi, pernyataan Prabowo tersebut justru tak sesuai dengan kenyataan kondisi Indonesia saat ini yang semakin membaik.

"Itu perlu ditanya juga kan harus ada kajian ilmiah, analisis. Anda kan sering baca juga analisis Indonesia oleh orang luar kan optimisme dibangun orang-orang luar atas perkembangan di Indonesia, oleh pakar-pakar ekonomi tingkat dunia loh ya," ujar  Johan di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Rabu (21/3).

[rol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita