Akhir Perjalanan Basuki Tjahaja Purnama

Akhir Perjalanan Basuki Tjahaja Purnama

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Hakim Agung Artidjo Alkostar mengubur dalam-dalam harapan Basuki Tjahaja Purnama. Ahok, sapaan Basuki, kembali menelan pil pahit.

Artidjo beserta dua hakim anggota; Salman Luthan dan Sumardiyatmo, menolak permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Ahok pada 2 Februari 2018.

Juru bicara Mahkamah Agung, Suhadi, belum bisa membeberkan alasannya.

"Nanti disampaikan dalam putusan lengkap. Saya kira dalam waktu dekat," ujar Suhadi saat dikonfirmasi, Senin (26/3).


Padahal, PK menjadi harapan Ahok untuk memperjuangkan nasibnya. Sejatinya, PK memang dapat ditempuh bagi terpidana atas putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Maksudnya, Ahok, atau siapapun terpidananya, berhak untuk mengajukan PK, dengan tujuan untuk mengurangi putusan --atau mengajukan tidak bersalah sekalipun. Akan tetapi, putusan PK tidak boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula.

Artidjo dkk hanya butuh 13 hari --dari maksimal tiga bulan mempelajari berkas-- memilih untuk menolak permohonan Ahok sepenuhnya. Terpidana kasus penodaan agama itu, harus rela dikurung jeruji besi selama dua tahun.


Setidaknya, dalam mengajukan PK, pemohon harus mengantongi dua syarat. Pertama, ditemukannya bukti baru alias novum yang belum pernah dihadirkan di persidangan. Novum itu harus didasarkan pada dugaan kuat.

Kedua, adanya kekeliruan atau kekhilafan hakim dalam membuat putusan pengadilan.

Sebelumnya, pengacara Ahok, Josefina Agatha Syukur, yakin betul bahwa kliennya mengantongi dua syarat itu. Yakni, dengan membawa novum tentang putusan hakim atas kasus Buni Yani yang dinilai memiliki keterkaitan.


Poin pertimbangannya, adalah vonis 1,5 tahun penjara untuk Buni Yani yang terbukti bersalah mengubah video pidato Ahok di Kepulauan Seribu, dengan menghapus kata "pakai". Juga, menganggap kekeliruan hakim dalam menjatuhkan vonis dua tahun penjara untuk Ahok.

Terkait putusan ini, MA sendiri belum memberikan keterangan lengkap mengenai apa saja yang menjadi pertimbangan majelis menolak PK Ahok.

"Untuk pertimbangan, akan nanti kami sampaikan kalau putusan lengkapnya sudah di tanda tangani oleh majelis dan sudah diberitahukan secara resmi kepada pemohon melalui pengadilan yang mengajukan. Putusan ini akan diberitahukan secara tertulis kepada pemohon PK melalui pengadilan pengaju, yaitu PN Jakarta Utara, itu hukum acaranya," ujar Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah, saat ditemui di kantornya, Senin (26/3).


Lalu, bagaimana nasib Ahok setelah ini?

Maka, usai ditolak sepenuhnya oleh MA, Abdullah menegaskan bahwa tidak ada langkah hukum lain yang bisa ditempuh Ahok. Kecuali, melalui grasi (hak presiden untuk memberikan pengurangan hukuman) dan remisi (pengurangan masa menjalani pidana) oleh Kementerian Hukum dan HAM.

"Upaya hukum luar biasa cuma sekali, jadi enggak bisa lagi. Kalau nanti terpidana masih ingin mengurangi hukuman dengan cara lain bisa melakukan remisi. Kalau memang yang bersangkutan memenuhi syarat untuk remisi maka beliau akan dapat," imbuh Abdullah.

Menanggapi keputusan ini, pengacara Ahok, Josefina, mengatakan pihaknya belum mendapatkan pemberitahuan apapun dari MA.

"Kalau misalnya benar (ditolak), saya mesti diskusi sama tim dulu. Meski diskusi sama tim, jadi tim nanti kesepakatannya bagaimana, baru nanti saya bisa kasih tanggapan ke rekan-rekan," tuturnya.

Budidaya Ikan Kerapu di Kepulauan Seribu

Tak dimungkiri, perjalanan Ahok di kasus penodaan agama memang cukup pelik. Sepanjang 2016-2017, harus diakui, jutaan mata pro dan kontra, --suka-tidak suka--, menyoroti mantan orang nomor satu di Jakarta itu.


Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, 27 September 2016. Kedatangan Ahok sebagai Gubernur DKI saat itu memang bermaksud untuk menyosialisasikan warga Pulau Pramuka terkait budidaya ikan kerapu. Ahok meyakini, program itu akan berlanjut, kendati nantinya ia tak terpilih kembali menjadi gubernur di Pilgub DKI 2017.

Namun, di hadapan warga, Ahok juga sempat menyinggung Surat Al-Maidah ayat 51.

Kan, bisa saja dalam hati kecil Bapak/Ibu enggak pilih saya karena dibohongi pakai Surat al-Maidah 51 macam-macam itu. Itu hak Bapak/Ibu. Kalau Bapak/Ibu merasa enggak bisa pilih karena takut masuk neraka, dibodohin begitu, oh, enggak apa-apa, karena ini panggilan pribadi Bapak/Ibu. Program ini (budi daya Ikan Kerapu) jalan saja. Jadi Bapak/Ibu enggak usah merasa enggak enak karena nuraninya enggak bisa pilih Ahok.

- Basuki Tjahaja Purnama

"Program ini jalan saja. Jadi, Bapak/Ibu nggak usah merasa nggak enak karena nuraninya enggak bisa pilih Ahok," tambahnya.

Berselang minggu, Buni Yani mengunggah video rekaman pidato Ahok di akun Facebooknya. Dia juga melengkapi unggahannya itu dengan sepotong caption (keterangan).

Penistaaan terhadap Agama? 'Bapak-Ibu (pemilih muslim).. Dibohongi Surat Al Maidah 51 (masuk neraka) juga bapak-ibu. Dibodohi.' Kelihatannya akan terjadi sesuatu yang kurang baik dengan video ini.

- Buni Yani di akun Facebooknya.

Sejumlah organisasi Islam berbondong-bondong melaporkan Ahok ke polisi. Mereka menilai Ahok telah menistai agama.

Permohonan maaf Ahok

Ahok pun merespons laporan terhadap dirinya. Di Balai Kota DKI, 10 Oktober 2016, Ahok menyampaikan permohonan maaf. Dia menyebut, ucapannya saat itu, tidak berniat untuk menyinggung agama manapun.

"Saya sampaikan kepada semua umat Islam atau kepada yang merasa tersinggung saya sampaikan mohon maaf. Tidak ada maksud saya melecehkan agama Islam atau apa," kata Ahok.


Meski begitu, empat hari setelahnya, ribuan massa dari berbagai organisasi, datang ke Balai Kota. Mereka meminta agar Ahok segera dihukum atas perkataannya.

Hingga akhirnya, pada 24 Oktober 2016, Ahok mendatangi Bareskrim Mabes Polri, untuk mengklarifikasi ucapannya.

Namun, pada 4 November 2016, massa tetap bergejolak. Ratusan ribu orang --yang terdiri dari berbagai unsur organisasi-- turun ke jalan, menuntut Ahok segera dibui.

Ahok tersangka

Polisi akhirnya menetapkan Ahok sebagai tersangka dugaan penistaan agama. Ahok dijerat Pasal 156 a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Adapun pasal itu mengatur perbuatan seseorang yang secara spesifik mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Persidangan pun bergulir hingga 9 Mei 2017. Usai dinyatakan bersalah, Ahok langsung digelandang ke penjara. [kmp]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita