Sejarah Sebenarnya Hari Valentine, Bukan Kasih Sayang tapi Tragedi Penggal Kepala!

Sejarah Sebenarnya Hari Valentine, Bukan Kasih Sayang tapi Tragedi Penggal Kepala!

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Hari Valentine selalu diperingati pada tanggal 14 Februari setiap tahunnya.

Pada hari itu, selalu didentikkan dengan cinta, kasih sayang, mawar merah, puisi, hadiah dan coklat.

Tapi apa sejatinya sejarah Hari Valentine ini?

Berdasarkan berbagai literasi, disebutkan ada beberapa versi yang muncul.

Namun, versi tragedi berdarah lebih banyak dipercaya sebagai asal-muasal peringatan Hari Valentine.

Dikisahkan, di kerajaan Romawi pada 269 Masehi dalam masa kepemimpinan Kaisar Claudius, hidup seorang pendeta Kristen, yakni Santo Valentine.

Claudius sendiri dikenal sebagai kaisar kejam dengan ambisi memiliki angkatan perang yang besar.

Karena itu, sang kaisar mewajibkan seluruh pria untuk bergabung menjadi prajuritnya agar bisa menjadi penguasa dunia.

Sayangnya, rakyatnya menentang dengan alasan tak ingin terlibat perang dan meninggalkan istri atau kekasihnya.

Hal itu kemudian membuat Claudius marah besar dan membuat kebijakan pelarang pernikahan.

Santo Valentine saat itu menjadi yang paling menolak kebijakan tak masuk akal sang kaisar.

Sebagai pendeta, ia tetap menikahkan pasangan-pasangan kekasih menjadi suami-istri, meski dilakukan secara diam-diam.

Namun, hal itu diketahui Claudius yang akhirnya memberi Santo Valentine peringatan keras.

Akan tetapi, peringatan itu tak digubris sang pendeta. Hingga suatu malam, Santo Valentine tertangkap basah sedang menikahkan sepasang kekasih.

Beruntung, pasangan kekasih itu bisa melarikan diri. Tapi nahas, sang pendeta justru tertangkap dan dijebloskan ke dalam penjara.

Sebagai akibat menentang kaisar, Claudius menjatuhkan hukuman pancung kepada Santo Valentine.

Hari pemenggalan kepala sang pendeta itu, dipercaya terjadi tepat pada tanggal 14 Februari.

Kisah dan kematian Santo Valentine itu kemudian menyebar hingga ke seluruh penjuru Roma.

Cerita itu kemudian disampaikan secara turun-temurun dan dipercaya dari generasi ke genarasi.[psi]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita