Salah Pilih Cawapres, Nasib Jokowi Dinilai Bisa Lebih Buruk dari SBY

Salah Pilih Cawapres, Nasib Jokowi Dinilai Bisa Lebih Buruk dari SBY

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Nasib Presiden Joko Widodo (Jokowi) diprediksi bisa lebih buruk dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) jika salah memilih calon wakil presiden (Cawapres) untuk mendampinginya di Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019 mendatang.

Ketua Presidium Perhimpunan Masyarakat Madani (PRIMA) Sya'roni mengatakan bahwa berbagai pihak belakangan ini menyuarakan yang layak mendampingi Jokowi di Pilpres mendatang adalah sosok ekonom, karena selama ini pemerintah memiliki sisi kelemahan di bidang ekonomi.

"Namun yang perlu diperhatikan oleh Jokowi adalah jangan sampai mengulangi kesalahan yang pernah dilakukan oleh SBY saat memilih Boediono sebagai Cawapresnya," ujar Sya'roni kepada SINDOnews, Sabtu (24/2/2018).

Menurut dia, suasana kebathinan Jokowi saat ini hampir mirip dengan SBY kala itu, yakni sama-sama diliputi optimisme yang super tinggi. "Sehingga tidak masalah disandingkan dengan siapapun, bahkan bila disandingkan dengan sandal jepit pun optimis akan tetap menang," katanya.

Diakuinya bahwa Pasangan SBY-Boediono berhasil memenangkan kompetisi Pilpres 2009. Namun meskipun menang, kata dia, SBY selama lima tahun kepemimpinan keduanya tidak bisa menikmati pemerintahan.

"Karena harus menghadapi gelombang demonstrasi yang menghendaki diusutnya Boediono terkait dengan skandal bail-out Bank Century," tuturnya. Dia melanjutkan, Boediono yang tadinya diharapkan berkonstribusi mengangkat perekonomian nasional ternyata selama lima tahun menjadi beban SBY. 

"Dan akhirnya pun pemerintahan SBY ditutup dengan pertumbuhan ekonomi yang menurun. Itulah akibatnya bila salah dalam memilih Cawapres," ungkapnya. Demikian halnya Jokowi, lanjut dia, bila salah dalam memilih Cawapres juga bisa mengalami nasib yang serupa dialami SBY.

"Bahkan bisa lebih tragis yakni bisa kalah dalam Pilpres 2019. Karena sejumlah survei menyatakan elektabilitas Jokowi semakin menurun karena dipicu oleh ketidakpuasan publik terhadap pembangunan ekonomi," katanya. 

Dia menambahkan, jika Jokowi ingin didampingi oleh sosok ekonom, maka harus mencari figur baru di luar Kabinet Kerja. Karena, lanjut dia, punggawa utama tim ekonomi Kabinet Kerja sudah terbukti gagal mengerek pertumbuhan ekonomi. 

"Data berbicara dari tahun 2014 hingga 2017 pertumbuhan ekonomi ajeg di angka 5 persenan. Inilah angka pertumbuhan ekonomi berturut-turut dari 2014 hingga 2017 yakni 5,02 persen, 4,88 persen, 5,02 persen dan 5,07 persen," bebernya.

Lebih lanjut dia mengatakan, selain prestasi yang buruk, para punggawa utama tim ekonomi Jokowi juga diduga terlibat skandal Bank Century. "Sehingga dikhawatirkan bisa kembali menyulut aksi besar-besaran sebagaimana yang pernah terjadi di era SBY di mana Wapres Boediono juga diduga terlibat dalam skandal Bank Century," tuturnya.

Lebih parahnya lagi, kata dia, para punggawa utama tim ekonomi Jokowi adalah pengikut mazhab Neolib, di mana dalam kebijakannya selalu menggencet rakyat dengan berbagai pencabutan subsidi dan kebijakan lainnya yang tidak pro rakyat kecil. Meskipun di jajaran menteri ekonomi ada yang menerima penghargaan sebagai menteri terbaik di dunia, sambung dia, namun diduga kuat penghargaan tersebut bukan karena faktor prestasi yang ditorehkan.

"Boleh saja Jokowi super optimis akan memenangkan Pilpres 2019, namun bila salah dalam memilih cawapres bisa bernasib lebih buruk dari SBY. Oleh karena itu, bila Jokowi ingin didampingi sosok ekonom maka carilah figur yang pro ekonomi kerakyatan," katanya.

Figur dimaksudnya adalah yang mampu mengangkat pertumbuhan ekonomi melesat tinggi dengan mengandalkan basis-basis ekonomi kerakyatan. "Dan maaf, ekonom tersebut saat ini tidak ada dalam tim ekonomi Kabinet Kerja," pungkasnya.

Diketahui, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) telah resmi mengumumkan Jokowi sebagai calon presiden di Pilpres 2018. Kini, sosok Cawapres pendamping Jokowi masih menjadi teka-teki. (sn)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita