Polda Jabar Buru Penyebar Hoax Penganiayaan Ulama-Ustaz

Polda Jabar Buru Penyebar Hoax Penganiayaan Ulama-Ustaz

Gelora Media
facebook twitter whatsapp
www.gelora.co - Ditreskrimum, Ditintelkam Polda Jawa Barat (Jabar) dan seluruh polres, tengah memburu penyebar kabar bohong atau hoax di media sosial terkait penganiayaan tokoh agama di sejumlah daerah di Jabar.

"Kabar bohong atau hoax itu dipolitisasi. Dibuat bikin meme,dan viral sehingga meresahkan masyarakat. Kami sedang buru para pelakunya sampai dapat karena ini  tindak pidana," kata Direektur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Jabar Kombes Pol Samudi ditemui di Jalan Soekarno-Hatta, Kota Bandung, Kamis (8/2/2018).

Diketahui dalam dua pekan terakhir, kabar tentang tokoh agama dianiaya menyebar cepat lewat media sosial. Pertama, penculikan pemuka agama di Kota Cimahi. Kabar itu sempat viral. Namun akhirnya diklarifikasi bahwa peristiwa itu hoax. 

Kedua, di Kabupaten Garut tersiar kabar santri dianiaya orang tak dikenal. Padahal, itu rekayasa dan sengaja disebar untuk mendapat perhatian masyarakat. Ketiga, informasi pria disebut pura-pura gila di Astana Anyar, Kota Bandung berada di dalam masjid mencari ustaz. Kabar bohong ini disebar di media sosial dan viral. 

Ternyata faktanya, pemuda bernama M Lukman itu mabuk lem aibon dan diduga hendak mencuri. Keempat, kabar tentang ustaz Sulaiman di Kabupaten Bogor terluka parah akibat dianiaya orang gila. Kabar ini disebar di media sosial Facebook. Ternyata, yang dianiaya adalah seorang petani oleh sesama petani. Peristiwa itu tak melibatkan ustaz, ulama, dan orang gila. 

Kelima, kabar di media sosial menyebutkan seorang ustaz dianiaya di Kecamatan Cikancung, Kabupaten Bandung. Ternyata itu kabar itu juga tidak benar alias hoax. "Sudah lebih dari satu kasus informasi seperti itu menyebar dan ternyata bohong. Ini jelas-jelas meresahkan, makanya sedang kami buru," ujarnya.

Samudi mengemukakan, kabar palsu yang disebarkan melalui aktviitas menggunakan data internet terklasifikasi sebagai perbuatan pidana. Hal itu diatur dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasal 28 ayat dan ayat 2 serta ancaman pidana di Pasal 45 Undang-undang ITE dengan ancaman pidana penjara selama enam tahun dan denda Rp1 miliar. 

"Jika menerima informasi hoax dan disebarkan, itu kena pidana. Pidana penjaranya 6 tahun denda Rp1 miliar. Jadi, jika menerima informasi tapi belum yakin kebenarannya, jangan sebar, cukup baca saja. Kalau perlu, lebih bijak, tanyakan kepada polsek, polres, atau polda via media sosial, telepon atau media lainnya," ujar Samudi. (sn)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita